Follow Us

Baru Terima Aliran Listrik Jelang Pergantian Milenium, Komunitas Tradisi di Jawa Ini Baru Tahu Indonesia Merdeka Pada Tahun 1963

Bayu Dwi Mardana Kusuma - Kamis, 19 September 2019 | 17:29
Pementasan wayang kulit oleh dalang cilik Eko Cahyono di Festival Samin, Rabu (11/9/2019) malam, di Dusun Jepang, Margomulyo, Bojonegoro, Jawa Timur.
KOMPAS/AMBROSIUS HARTO

Pementasan wayang kulit oleh dalang cilik Eko Cahyono di Festival Samin, Rabu (11/9/2019) malam, di Dusun Jepang, Margomulyo, Bojonegoro, Jawa Timur.

Fotokita.net - Saminisme merupakan ajaran hidup, bukan pembedaan berdasarkan etnis. Bisa dipahami, sampai sekarang, Sedulur Sikep merupakan napas kehidupan masyarakat agraris tradisional Jawa. Namun, sebagai ajaran, amat terbuka dianut oleh siapa pun dan di mana pun. Untuk itu, Sedulur Sikep atau Wong Samin tidak bisa dikerdilkan sebagai suku atau subsuku.

Dunia luar mengenal Wong Samin yang lurus dan lugu, tetapi inklusif dan kritis. Terkait dengan ini, Wong Samin Dusun Jepang tak menolak, bahkan ikhlas terlibat dalam Festival Samin pada 8-11 September 2019. Rangkaian pergelaran merupakan yang ketiga.

Pada 2017 dan 2018, rentetan gelaran seni budaya itu disebut Sepekan Samin. Berbagai kalangan, politikus, seniman, aparatur, budayawan, akademisi, dan pengusaha dari luar Bojonegoro yang peduli serta ingin melestarikan keberadaan Wong Samin Dusun Jepang turut terjun dan bahu-membahu untuk Festival Samin 2019.

Baca Juga: Tergolek Lemah Memakai Masker Oksigen di Rumah Sakit, Lansia Ini Jadi Salah Satu Korban Karhutla. Foto-foto Ini Ungkap Betapa Bahayanya Kabut Asap

Secara singkat, festival diawali senam tradisi dengan peserta berkebaya. Selanjutnya, pementasan seni musik dan penanaman bibit pohon. Berikutnya tari Bu-Mi (alumni ISI Yogyakarta) dan orasi budaya. Hari kedua diadakan jaranan sri utomo, membaca samin dalam sastra, etnomusikologi (ISI Surakarta), dan gembrung.

Berikutnya, pelatihan batik udeng, karawitan, tari pepanen, teater kontemporer Ode Samin dan topeng gathuk, ludruk besutan, serta nguda rasa. Selasa (11/9), diisi dengan diskusi budaya, pemeragaan pernikahan adat Samin, suran Samin atau umbul donga, dan pementasan wayang kulit oleh dalang cilik Eko Cahyono dan wayang thengul oleh dalang Suwarno.

Ketua Umum Panitia Pelaksana Festival Samin 2019 Bambang Sutrisno
KOMPAS/AMBROSIUS HARTO

Ketua Umum Panitia Pelaksana Festival Samin 2019 Bambang Sutrisno

Dom sumuruping banyu atau seperti jarum masuk air, tiada riak apalagi gejolak. Tidak perlu berwatak keras apalagi ekstrem. Jangan suka marah, mencela, dan mengolok-olok.

Jangan selesaikan perbedaan dengan protes keras atau unjuk rasa, apalagi huru-hara. Kedepankan musyawarah, mufakat, lalu gotong royong.

Namun, bagaimana jika ada yang keras, ekstrem, marah, cela, dusta, huru-hara? Bagi sekitar 125 keluarga di Dusun Jepang (baca Njepang), Margomulyo, Bojonegoro, Jawa Timur, yang hidup di kawasan hutan jati dalam pengelolaan Perum Perhutani, jawabannya jujur, sabar, trokal (ikhlas berusaha), dan narimo (ikhlas menerima).

Baca Juga: Beruntai Sejarah yang Bikin Dunia Silau, Puluhan Fotografer Kita Merekam Wajah Bengawan Solo Nan Pilu. Mengapa Ganjar Pranowo Terinspirasi Pada Foto-foto Itu?

Source : Kompas.id

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya

Latest