Follow Us

Tergolek Lemah Memakai Masker Oksigen di Rumah Sakit, Lansia Ini Jadi Salah Satu Korban Karhutla. Foto-foto Ini Ungkap Betapa Bahayanya Kabut Asap

Bayu Dwi Mardana Kusuma - Kamis, 19 September 2019 | 15:25
Syarifudin (67) yang sesak nafas karena terpapar asap dibantu pernasafannya menggunakan nebulizer di RSUD Petala Bumi, Pekanbaru, Riau, Kamis (19/8/2019).
KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Syarifudin (67) yang sesak nafas karena terpapar asap dibantu pernasafannya menggunakan nebulizer di RSUD Petala Bumi, Pekanbaru, Riau, Kamis (19/8/2019).

Fotokita.net - Modifikasi atau rekayasa cuaca menjadi salah satu upaya pemerintah menangani kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Pulau Sumatera dan Kalimantan.

Untuk Provinsi Riau, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mendata luas lahan yang terbakar mencapai 49.256 hektar pada Senin (16/9/2019). Riau menjadi provinsi dengan luas lahan terbakar yang terbesar di Sumatera.

Baca Juga: Bantuan Satgas Karhutla Ditolak Riau, Begini Penjelasan Gubernur Anies Baswedan. Ada Apa Gerangan?

Presiden Joko Widodo menyebut karhutla sudah meluas sehingga sulit untuk dipadamkan.

Syarifudin (67) yang sesak nafas karena terpapar asap dibantu pernasafannya menggunakan nebulizer di RSUD Petala Bumi, Pekanbaru, Riau, Kamis (19/8/2019). Di Pekanbaru sendiri terdapat 19 posko dan rumah singgah yang didirikan oleh pemerintah.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Syarifudin (67) yang sesak nafas karena terpapar asap dibantu pernasafannya menggunakan nebulizer di RSUD Petala Bumi, Pekanbaru, Riau, Kamis (19/8/2019). Di Pekanbaru sendiri terdapat 19 posko dan rumah singgah yang didirikan oleh pemerintah.

Disampaikan oleh Ketua Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi, FKUI-RSUP Persahabatan, Dr dr Agus Dwi Susanto Sp. P(K); kabut asap dapat menyebabkan efek buruk, baik yang jangka pendek atau jangka panjang, bagi kesehatan orang yang menghirupnya.

Efek jangka pendek

Efek jangka pendek dari asap, dikatakan Agus, dapat menyebabkan injury atau luka melalui berbagai mekanisme yang berbeda. "Dalam jangka pendek atau akut, asap kebakaran akan membuat iritasi selaput lendir mata, hidung, tenggorokan hingga menimbulkan gejala berupa mata berair dan perih, hidung berair dan tidak nyaman pada tenggorokan, mual, sakit kepala, dan memudahkan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)," katanya.

Baca Juga: Diguncang dengan Keras Hingga Bikin Mabuk, Tim Pengusir Kabut Asap Terus Berburu Awan. Mengapa Hujan Tak Juga Segera Datang?

Syarifudin (67) yang sesak nafas karena terpapar asap dibantu pernasafannya menggunakan nebulizer di RSUD Petala Bumi, Pekanbaru, Riau, Kamis (19/8/2019). Selain itu terdapat juga posko yang didirikan oleh Kementerian Sosial dan organisasi kemasyarakatan.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Syarifudin (67) yang sesak nafas karena terpapar asap dibantu pernasafannya menggunakan nebulizer di RSUD Petala Bumi, Pekanbaru, Riau, Kamis (19/8/2019). Selain itu terdapat juga posko yang didirikan oleh Kementerian Sosial dan organisasi kemasyarakatan.

Selain itu, paparan gas karbon monoksida (CO) yang terhirup berpotensi meningkatkan karboksihemoglobin (COHb) atau kadar karbon monoksida dalam darah yang berikatan dengan hemoglobin. Ini dapat menimbulkan keluhan seperti sakit kepala, sesak napas, mual dan sebagainya.

Berikut penjelasan dari berbagai penyakit yang bisa timbul akibat terpapar atau menghirup udara berkabut asap:

  • Iritasi
Sebagian besar gas dan partikel dalam asap kebakaran bersifat iritatif atau menyebabkan iritasi membran mukosa di kulit, mata, hidung dan saluran napas. Laporan penelitian dari tim Japan Internasional Cooperation Agency (JICA) tahun 1997 di Jambi menyebutkan, sebanyak 40 persen orang yang datang ke pelayanan kesehatan mengeluh sakit kepala dan 50 persen mengeluh mata merah dan berair.

Baca Juga: Jeritan Hati Korban Kabut Asap Kian Menggema, Mengapa Pemerintah Belum Jua Umumkan Status Bencana? Foto-foto Tragis Ini Jadi Bukti...

Warga yang sesak nafas karena terpapar asap dibantu pernasafannya menggunakan nebulizer di RSUD Petala Bumi, Pekanbaru, Riau, Kamis (19/8/2019).Sejumlah rumah sakit dan posko kesehatan telah disediakan untuk membantu warga yang terpapar asap.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Warga yang sesak nafas karena terpapar asap dibantu pernasafannya menggunakan nebulizer di RSUD Petala Bumi, Pekanbaru, Riau, Kamis (19/8/2019).Sejumlah rumah sakit dan posko kesehatan telah disediakan untuk membantu warga yang terpapar asap.

  • Iritasi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
Paparan asap akan meningkatkan kemungkinan ISPA, oleh bakteri dan virus akibat tekanan aktivitas maktofag sehingga pneumonia dan komplikasi pernapasan lainnya lebih mudah terjadi.

Kasus ISPA meningkat 1,8 sampai 3,8 kali pada daerah yang terjadi bencara kebakaran hutan untuk periode sama tahun sebelumnya, atau terjadi peningkatan ISPA sekitar 12 persen (setiap kenaikan partikulat (PM) 10 dari 50 µgram/m3 menjadi 150 µgram/m3).

Baca Juga: Pesawat Kepresidenan Tembus Kabut Asap Tebal Bandara Pekanbaru, Presiden Jokowi Pimpin Rapat dan Tinjau Langsung Kondisi Lapangan. Lihat Foto-fotonya...

  • Penurunan fungsi paru
Pajanan atau paparan asap dapat menyebabkan penurunan fungsi paru. Beberapa laporan penelitian menyebutkan, terjadi penurunan kapasitas vital paksa (KVP) dan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) yang terjadi setelah terpajan asap kebakaran hutan dan menimbulkan efek pada saluran pernapasan.

Baca Juga: Kabut Asap Masih Selimuti Langit Riau, Presiden Jokowi Salat Istisqa Sebelum Turun ke Lokasi Kebakaran. Akankah Bencana Ini Segera Berlalu? Foto-foto Ungkap Kerja Keras Itu...

Jonner Tampubolon, warga yang sesak nafas karena terpapar asap dibantu pernasafannya menggunakan nebulizer di RSUD Petala Bumi, Pekanbaru, Riau, Kamis (19/8/2019).
KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Jonner Tampubolon, warga yang sesak nafas karena terpapar asap dibantu pernasafannya menggunakan nebulizer di RSUD Petala Bumi, Pekanbaru, Riau, Kamis (19/8/2019).

  • Eksaserbasi penyakit paru obstruktif
Asap yang terhirup oleh penderita asma menyebabkan inflamasi dan konstruksi jalan napas. Penyakit asma dan paru obstruktif kronik (PPOK) meningkat akibat asap kebakaran. Peningkatan penyakit asma mencapai 19 persen, dan peningkatan kunjungan pasien asma dan PPOK ke instalasi gawat darurat sebesar 30-40 persen.

  • Peningkatan rawat inap
Terjadi peningkatan perawatan di rumah sakit, umumnya terkait paru, pernapasan dan jantung. Penelitian sebelumnya oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) melaporkan bahwa terjadi peningkatan perawatan karena pernapasan sebanyak 11-18 persen setiap ada peningkatan PM 10 sebesar 30 µgram/m3.

Baca Juga: Cuma di Indonesia, Kabut Asap Bikin Polusi Udara Makin Berbahaya, Orang Ini Justru Naik Sepeda Motor Sambil Merokok dan Tak Kenakan Masker. Lihat Fotonya...

Warga yang sesak nafas karena terpapar asap dibantu pernasafannya menggunakan nebulizer di RSUD Petala Bumi, Pekanbaru, Riau, Kamis (19/8/2019). Asap akibat kebakaran hutan dan lahan yang tidak kunjung reda di Riau membuat warga terserang infeksi saluran pernafasan.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Warga yang sesak nafas karena terpapar asap dibantu pernasafannya menggunakan nebulizer di RSUD Petala Bumi, Pekanbaru, Riau, Kamis (19/8/2019). Asap akibat kebakaran hutan dan lahan yang tidak kunjung reda di Riau membuat warga terserang infeksi saluran pernafasan.

  • Risiko kematian
Kematian karena menghirup asap kebakaran hutan tanpa luka jarang terjadi, sekitar kurang dari 10 persen, namun peningkatannya 3 persen pada kenaikan PM 10 sebesar 30 µgram/m3.

Baca Juga: Gara-gara Kabut Asap, Kualitas Udara Palangkaraya Dinyatakan Tak Lagi Layak Buat Manusia. Lantas, Bagaimana Nasib Warganya?

Efek jangka panjang

Selain penurunan fungsi paru, efek menghirup asap kebakaran hutan dapat meningkatkan hipereaktivitas saluran napas pada jangka panjang. Pasalnya, terdapat bahan karsinogen pada asap kebakaran hutan, contohnya polisiklik aromatic hidrokarbon (PAH); meski belum ada laporan terjadinya kanker akibat asap kebakaran hutan ini.

Efek dalam jangka panjang akibat karbon monoksida (CO) konsentrasi rendah akan mengakibatkan gejala yang menetap, berupa sakit kepala, mual, depresi, gangguan neurologis dan perburukan dengan gejala jantung koroner.

Data di atas dilansir dari buku yang diterbitkan oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), tentang Pencegahan dan Penanganan Dampak Kesehatan Akibat Asap Kabaran Hutan, tahun 2019. Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kabut Asap Pekat di Riau, Ini Bahaya Jangka Pendek dan Panjangnya". Penulis: Ellyvon Pranita.

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya

Latest