Follow Us

Penuntut Papua Merdeka, Apakah Sudah Siap Bikin Strategi untuk Solusi Dua Kampung Darurat Kusta dan Lepra di Papua Ini?

Bayu Dwi Mardana Kusuma - Senin, 09 September 2019 | 07:11
Peneliti Litbang Kesehatan Papua dibantu Dinas Kesehatan Asmat tengah mengambil sampel jaringan kulit di belakang telinga untuk identifikasi kusta di Kampung Jomnak, Distrik Joutu, Asmat, Kamis (15/8). Kampung-kampung di pedalaman Papua masih menjadi kantung kusta.
Kompas/Ahmad Arif

Peneliti Litbang Kesehatan Papua dibantu Dinas Kesehatan Asmat tengah mengambil sampel jaringan kulit di belakang telinga untuk identifikasi kusta di Kampung Jomnak, Distrik Joutu, Asmat, Kamis (15/8). Kampung-kampung di pedalaman Papua masih menjadi kantung kusta.

Fotokita.net - Tingginya penderita kusta di Asmat juga pernah ditemukan di Kampung Mumugu, Distrik Sawa Erma, yang berbatasan dengan wilayah Nduga di Pegunungan Tengah. Menurut Hana, beberapa tahun lalu peneliti Belanda menemukan penduduk di Mumugu yang menderita kusta hingga di atas 70 persen. Saat ini di Mumugu sudah ditangani. Namun banyak kampung di pedalaman yang kasusnya serupa Mumugu, seperti terjadi di Daikot dan Somnak.

Sebagian besar penderita dan terduga kusta di Daikot dan Somnak adalah anak-anak. Banyak di antara mereka mengalami kacacatan pada kaki dan tangan.

Fenomena kusta di Papua ibarat puncak gunung es. Sejumlah perkampungan di pedalaman Papua diduga menjadi kantung kusta.

Baca Juga: Berbekal Senjata Ini, Sekelompok Anak-anak Muda Ingin Bikin Maju Pelosok Papua. Foto-foto Aksi Mereka Bikin Kita Bangga

Penyakit kusta menyerang kulit, sistem saraf perifer, selaput lendir pada saluran pernapasan atas, s
Lutfi Fauziah

Penyakit kusta menyerang kulit, sistem saraf perifer, selaput lendir pada saluran pernapasan atas, s

Survei lapangan oleh peneliti Litbang Kesehatan Papua, yang dipimpin peneliti Hana Krisnawati pada 12- 17 Agustus 2019 lalu menemukan dua kampung di pedalaman Asmat memiliki prevalensi kusta hingga di atas 50 persen.

Kurangnya kesadaran dalam menjaga kebersihan dan berbaurnya penderita yang belum diobati menjadi penyebab tingginya kusta di kampung-kampung terisolir di Papua. Akses menuju ke daerah pedalaman yang sulit membuat layanan kesehatan terbatas. Akibatnya, siklus penularan di dalam kampung sangat mungkin terjadi.

Baca Juga: Papua Sumbang Rp 26 Triliun ke Kas Negara, Pemerintah Kembalikan Rp 92 Triliun. Benarkah Rakyat Papua Belum Rasakan Manfaatnya?

Dua daerah yang telah diidentifikasi memiliki penderita kusta dan terduga kusta sangat tinggi itu adalah Kampung Daikot dan Kampung Somnak di Distrik Joutu, masing-masing sekitar enam dan tujuh jam dengan perahu cepat dari Kota Agats, Ibukota Asmat. Dua kampung ini nasing-masing dihuni sekitar 200 dan 300 jiwa.

Staf dari Litbang Kesehatan Papua tengah memeriksa anak-anak di Kampung Daikot, Distrik Joutu, Kabupaten Asmat, Rabu (14/8). Penderita kusta dan terduga kusta di kampung ini di atas 70 persen, sebagian di antaranya anak-anak.
Kompas/Ahmad Arif

Staf dari Litbang Kesehatan Papua tengah memeriksa anak-anak di Kampung Daikot, Distrik Joutu, Kabupaten Asmat, Rabu (14/8). Penderita kusta dan terduga kusta di kampung ini di atas 70 persen, sebagian di antaranya anak-anak.

“Dua kampung ini termasuk kantung lepra. Dari survei saya angkanya bisa dengan sampai di atas 75 persen populasi,” kata Hana.

Salah seorang anak usia 12 tahun dari Kampung Somnak, yang baru diidentifikasi positif kusta mengaku tidak tahu tentang bahaya penyakit ini. Dia hanya mengatakan, selama ini sering mengalami sakit di persendian, selain sebagian kulit punggungnya yang telah kebas dan memutih.

Kepala Kampung Somnak Tadius Juto (60) mengatakan, penderita kusta hidup berbaur dengan warga lainnya. Masalahnya, belum semua telah diobati sehingga banyak menularkan ke warga lain, utamanya anak-anak.

Identifikasi awal kusta menjadi penting karena kalaun ditangani sejak dini, penyakit ini bisa diatasi. Pemberian obat secara terstur juga bisa mencegah penularan ke orang lain.

Untuk mencegah penularan, penderita kusta harus diobati. Obat untuk penyakit kusta harus diminum secara teratur selama 6 bulan untuk penderita kusta kering dan 12 bulan untuk penderita kusta basah. Obat ini pun telah disediakan oleh pemerintah secara gratis.

Baca Juga: Siapakah Benny Wenda, Orang Papua yang Disebut Moeldoko Sebagai Dalang Kerusuhan di Bumi Cendrawasih

Putri Diana menjabat tangan penderita kusta
Leprossy Mission

Putri Diana menjabat tangan penderita kusta

Masalahnya, berdasarkan kajian Hana, sebagian penderita kusta di Papua ternyata alergi terhadap Dapson, yaitu obat kusta yang menjadi rekomendasi WHO. Alergi ini bisa memicu kemarian.

Selain pemeriksaan fisik, Hana telah mengambil sampel kulit di belakang telinga dan darah di dua kampung ini. Sampel tersebut dikumpulkan dan akan dilakukan berbagai uji laboratorium termasuk resistensi kuman Mycobacterium lepra terhadap obat kusta.

Baca Juga: Siapakah Benny Wenda, Orang Papua yang Disebut Moeldoko Sebagai Dalang Kerusuhan di Bumi Cendrawasih

Selain itu sampel darah dikumpulkan untuk analisa genetik kompatibilitas terhadap kusta dan potensi alergi Dapson. Semua pemeriksaan sampel dilakukan laboratorium Balai Litbangkes Papua. Hasil pemeriksaan akan segera diinformasikan ke Dinas Kesehatan Kabupaten sehingga intervensi dapat dilakukan secepatnya terutama yang berkaitan dengan potensi alergi obat. (Ahmad Arif/Kompas.id)

Source : Kompas.id

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya

Latest