Salah seorang anak usia 12 tahun dari Kampung Somnak, yang baru diidentifikasi positif kusta mengaku tidak tahu tentang bahaya penyakit ini. Dia hanya mengatakan, selama ini sering mengalami sakit di persendian, selain sebagian kulit punggungnya yang telah kebas dan memutih.
Kepala Kampung Somnak Tadius Juto (60) mengatakan, penderita kusta hidup berbaur dengan warga lainnya. Masalahnya, belum semua telah diobati sehingga banyak menularkan ke warga lain, utamanya anak-anak.
Identifikasi awal kusta menjadi penting karena kalaun ditangani sejak dini, penyakit ini bisa diatasi. Pemberian obat secara terstur juga bisa mencegah penularan ke orang lain.
Untuk mencegah penularan, penderita kusta harus diobati. Obat untuk penyakit kusta harus diminum secara teratur selama 6 bulan untuk penderita kusta kering dan 12 bulan untuk penderita kusta basah. Obat ini pun telah disediakan oleh pemerintah secara gratis.
Baca Juga: Siapakah Benny Wenda, Orang Papua yang Disebut Moeldoko Sebagai Dalang Kerusuhan di Bumi Cendrawasih

Putri Diana menjabat tangan penderita kusta
Masalahnya, berdasarkan kajian Hana, sebagian penderita kusta di Papua ternyata alergi terhadap Dapson, yaitu obat kusta yang menjadi rekomendasi WHO. Alergi ini bisa memicu kemarian.
Selain pemeriksaan fisik, Hana telah mengambil sampel kulit di belakang telinga dan darah di dua kampung ini. Sampel tersebut dikumpulkan dan akan dilakukan berbagai uji laboratorium termasuk resistensi kuman Mycobacterium lepra terhadap obat kusta.
Baca Juga: Siapakah Benny Wenda, Orang Papua yang Disebut Moeldoko Sebagai Dalang Kerusuhan di Bumi Cendrawasih
Selain itu sampel darah dikumpulkan untuk analisa genetik kompatibilitas terhadap kusta dan potensi alergi Dapson. Semua pemeriksaan sampel dilakukan laboratorium Balai Litbangkes Papua. Hasil pemeriksaan akan segera diinformasikan ke Dinas Kesehatan Kabupaten sehingga intervensi dapat dilakukan secepatnya terutama yang berkaitan dengan potensi alergi obat. (Ahmad Arif/Kompas.id)