Meski Deputi Bidang Pengembangan Regional Kementerian PPN/Bappenas, Rudy Soeprihadi Prawiradinata, mengatakan kepindahan ibu kota negara sudah melewati studi mendalam, yakni Jakarta disebut sudah tidak optimal merujuk pada jumlah kendaraan yang membludak sehingga berdampak pada kemacetan.
Hal lain, sanitasi dan air bersih yang menurut Rudy, belum bisa dinikmati semua warga.
"Tapi bukan berarti kita pindahkan ibu kota berarti Jakarta ditinggalkan, kita siapkan skema-skemanya. Kita akan perbaiki semuanya," jelas Rudy.
Hanya saja, ia tak merinci seberapa signifikan kepindahan ibu kota mengurangi beban Jakarta dan Jawa.
"Kalau dipersenkan ya tidak sesederhana itu. Kita lihat berbagai sisi. Enggak pas lah."
Yang ia percayai, memindahkan ibu kota ke Kalimantan akan ikut mengerek pertumbuhan ekonomi seperti perdagangan. Itu diperkirakan dari belanja pemerintah yang lebih besar terserap di wilayah baru dan kepindahan para pegawai negeri beserta keluarganya yang mencapai 1,5 juta jiwa.
"Adanya 900 ribu aparatur sipil negara di Kalimantan, pelaku ekonomi akan bertumbuh meskipun bertahap. Lalu belanja pemerintah akan signifikan di sini. Sektor jasa akan terbentuk dengan adanya ibu kota baru. Pasti kan ada supply dan demand."
Pengamat perkotaan, Rendy A. Diningrat, menyebut Jakarta bisa diselamatkan jika warganya semakin percaya pada fasilitas publik. Salah satunya transportasi massal.