“Juli 2019 adalah bulan terpanas dalam catatan, dengan gelombang panas dan cuaca ekstrem lainnya, bahkan tanpa peristiwa El Nino yang kuat,” kata Maxx Dilley, Direktur Bidang Adaptasi dan Prediksi Iklim WMO. Beberapa rekaman badan meteorologi di sejumlah negara di Eropa menunjukkan, anomali suhu di bulan Juli tercatat 2 derajat celsius di atas normal.
“Sinyal dari perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia sekarang telah menjadi lebih kuat,” kata Dilley.

Inilah citra satelit yang diperoleh NASA, yang memperlihatkan kepulan asap di hutan hujan tropis Amazon akibat kebakaran pada pertengahan Agustus ini.
El Nino biasanya memiliki pengaruh pemanasan pada suhu global, sementara La Nino memiliki efek sebaliknya. Akan tetapi, ketika saat ini ENSO dalam kondisi netral, temperatur ternyata lebih hangat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Dilley mengatakan, kondisi itu disebabkan suhu udara dan permukaan laut meningkat akibat terjadi perubahan iklim. Dengan lebih dari 90 persen energi yang terperangkap oleh gas rumah kaca masuk ke lautan, kandungan panas lautan mencapai tingkat rekor baru pada tahun 2018.

Sebuah foto dari udara yang menunjukkan kebakaran hutan Amazon di kawasan Novo Progresso, Negara Brasil.
Menurut perkiraan WMO, suhu permukaan laut diprediksi akan di atas rata-rata untuk sisa 2019 hingga awal 2020. Kondisi curah hujan mendekati rata-rata diperkirakan bakal terjadi di Pasifik khatulistiwa tengah dan timur, sedangkan curah hujan di atas normal terjadi di Pasifik barat dan Samudra Hindia barat daya meluas ke Afrika khatulistiwa.
Daerah yang diperkirakan mendapatkan curah hujan di bawah normal selama tiga bulan mendatang termasuk Afrika bagian selatan dan barat, Oceania dan Australia, serta Karibia dan Amerika Selatan bagian timur laut. Ada kemungkinan kondisi lebih basah daripada kondisi normal di Tanduk Afrika.

Peta data yang menunjukkan sepuluh negara paling mampu bertahan dan rentan terhadap perubahan iklim.