Follow Us

Kisah Unik Kebiri dalam Sejarah Panjang Peradaban Manusia. Tapi, Ulama Kita Masih Belum Satu Suara Soal Hukuman Kebiri, Apa Dasarnya?

Bayu Dwi Mardana Kusuma - Selasa, 27 Agustus 2019 | 07:06
Kebiri dilakukan untuk sembuhkan homosekesual
ushmm.org/Listverse

Kebiri dilakukan untuk sembuhkan homosekesual

Fotokita.net - Kebiri kimia menjadi perbincangan hangat warganet. Maklum, Muhammad Aris, seorang pemerkosa 9 anak di Mojokerto, Jawa Timur telah dijatuhi hukuman kebiri kimia selama dua tahun oleh Kejaksaan Kabupaten Mojokerto.

Lantas, bagaimana sejarah kebiri kimia mulai dilakukan di dalam peradaban manusia? Berdasarkan A Brief Histrory of Castration: Second Edition (2006), Victor T Cheney menuturkan, kebiri pertama dipraktikkan untuk hewan.

Di era Mesolitikum atau sekitar 8.000 hingga 9.000 tahun yang lalu, hewan jantan dikebiri untuk tidak menimbulkan keributan dalam perkawinan.

Baca Juga: Rakyat Menjerit, Pencemaran Sungai Ciujung yang Tak Berujung. Foto-Foto Ini Perlihatkan Kisahnya

Ilustrasi hukuman kebiri kimia bagi pelaku kejahatan seksual
Daily Express

Ilustrasi hukuman kebiri kimia bagi pelaku kejahatan seksual

Dalam dunia hewan, kompetisi antara para jantan selalu menimbulkan keributan. Jadi, dalam suatu populasi hewan, sejumlah hewan jantan dikebiri dan menyisakan satu atau dua saja untuk membuahi lusinan betina seumur hidupnya. Pembuahan tidak membutuhkan banyak jantan.

Caranya mudah, setelah jantan lahir, buah zakarnya diikat dengan rambut kuda. Buah zakar itu lama kelamaan akan menghitam dan copot dengan sendirinya dalam waktu tiga minggu.

Cara lain yang lebih menyakitkan: dihancurkan dengan tangan, batu, atau dipotong menggunakan benda tajam. Pelayan yang dipercaya Kebiri terhadap manusia muncul tak lama setelah manusia mulai menernakkan hewan dan melakukan perbudakan.

Baca Juga: Apakah Kalimantan Timur Bebas Bencana? Data Tunjukkan Bencana Paling Banyak Terjadi Tahun 2016

Kerajaan Mesir Kuno mencatat sekitar tahun 2.600 sebelum masehi, anak dijual sebagai budak untuk membayar utang dan memperoleh uang. Budak yang dikebiri atau orang kasim biasanya lebih dapat dipercaya karena tak akan menghamili majikan wanitanya.

Hukuman Kebiri Untuk Pertama Kali di Indonesia! Aris Asal Mojokerto Jadi Orang yang Pertama Akibat Cabuli 9 Anak
Facebook Yuni Rusmini

Hukuman Kebiri Untuk Pertama Kali di Indonesia! Aris Asal Mojokerto Jadi Orang yang Pertama Akibat Cabuli 9 Anak

Harganya di pasaran juga lebih mahal. Sementara di Persia, kebiri sudah dipraktikkan 3.000 tahun sebelum masehi. Kasim diposisikan sebagai pendeta yang disucikan.

Namun banyak juga orang kasim kala itu yang berprofesi sebagai pemusik, penyanyi, pelayan, koki, tentara, penjaga harem, dan pegawai.

Di peradaban Yunani Kuno, Plato menganggap orang kasim adalah orang yang berbahaya dan kejam. Ini masuk akal mengingat orang kasim saat itu adalah tawanan perang yang dikebiri paksa, sehingga mereka memendam amarah.

Baca Juga: Teka-teki Lokasi Ibu Kota Baru Terkuak, Rupanya Ada 5 Negara yang Juga Pernah Punya Rencana Pindahkan Ibu Kota

Raja-raja Persia biasa mengambil penduduk terbaik dari tanah jajahan untuk dikebiri dan melayani kerajaan.

Tersangka Aris dijatuhi hukuman vonis kebiri kimia
Kolase YouTube/ kompas.com & pixabay

Tersangka Aris dijatuhi hukuman vonis kebiri kimia

Kerajaan Asyur atau Asiria mengirimkan 500 bocah kasim ke Raja Darius I setiap tahun. Begitu juga Etiopia yang wajib mengirimkan 100 orang kasim ke Persia setiap tahun.

Setelah Islam berkembang, kebiri tak terlalu diakui. Nabi Muhammad sendiri tak memiliki budak yang dikebiri.

Kendati demikian, budaya memiliki harem di peradaban Timur Tengah membuat kebiri masih dipraktikkan. Orang kasim adalah pelayan yang dipercaya untuk menjaga harem, tempat yang berisi sejumlah wanita. Harem baru dilarang di Arab pada tahun 1962.

Baca Juga: Glenn Fredly dan Mutia Ayu Saling Pajang Foto Pernikahan, Inilah Sosok Fotografer yang Abadikan Momen Bersejarah Itu

Di China, praktik kebiri dilakukan sejak Dinasti Xia (2205-1776 sebelum masehi). Awalnya, kebiri hanya dilakukan bagi tawanan perang atau orang dari suku pedalaman.

Orang kasim dipercaya karena tak punya keluarga atau ambisi membangun dinastinya sendiri. Mereka bertugas melayani kerajaan dan para bangsawan. Termasuk sang kaisar yang biasanya punya puluhan istri dan selir.

Diperkirakan ada 100.000 orang kasim yang bekerja di era Dinasti Ming (1368 hingga 1644). Kebiri dan peran kasim dalam kerajaan ini juga diterapkan di Korea, India, hingga Vietnam.

Kendati kebiri dilarang oleh Gereja Katolik, pada tahun 1878, Paus Leo XIII mengizinkan kebiri untuk kebutuhan gereja.

Baca Juga: Nasib Berbeda dalam Demo Cianjur Renggut Nyawa Polisi, Ada Anak SMK Jadi Pahlawan, Sementara Mahasiswa Adalah Pecundang

Gereja Katolik
Zika Zakiya

Gereja Katolik

Anak laki-laki dikebiri sejak dini, sekitar 4.000 per tahunnya, untuk mengembangkan suara mereka. Saat itu, gereja menolak keberadaan perempuan. Suara treble atau soprano dihasilkan oleh laki-laki yang dikebiri.

Dengan kebiri, hormon yang mengubah suara laki-laki saat puber tak lagi ada. Suara laki-laki akan tetap sama seperti saat kanak-kanak.

"Timbre para anak-anak koor gereja jernih dan kencang. Mereka mampu menyanyi satu oktaf di atas suara natural perempuan. Mereka brilian, ringan, bercahaya, kencang, dengan range vokal yang luas," kata penulis Perancis Charles de Brosses seperti dikutip dari The Castrati in Opera (1974).

Baca Juga: Lagi-lagi Soal Sampah, Foto-foto Ini Buktikan Sampah di Lautan Bisa Bikin Pulau Baru yang Bikin Kita Tercengang!

Tak ada yang menandingi suara penyanyi kasim. Mozart bahkan disebut menciptakan banyak musiknya khusus untuk suara khas para kasim. Di abad ke-18, hampir 70 persen penyanti di opera adalah kasim.

Farinelli, yang didapuk sebagai penyani opera terbaik sepanjang masa, termasuk salah satu penyanyi yang tak punya testis. Farinelli pernah diminta menyanyi untuk Raja Spanyol Philip V.

Sang raja saat itu menderita depresi melankolia yang membuatnya tak bisa memerintah, bahkan sekarat dan hampir mati. Konon, setelah mendengar suara Farinelli, Philip V lupa akan segala kegundahannya.

Baca Juga: Heboh Foto Laki-laki Bopong Jenazah Anak, Walikota Tangerang Bilang Tinggal Benahi Masalah Ini Agar Tak Terulang Lagi

Kejaksaan Bakal Jalankan Hukum Kebiri Pertama di Indonesia, Ikatan Dokter Indonesia Ogah Jadi Eksekutor.
Kolase tangkap layar Kompas TV dan Freepict.com

Kejaksaan Bakal Jalankan Hukum Kebiri Pertama di Indonesia, Ikatan Dokter Indonesia Ogah Jadi Eksekutor.

Hingga ajal menjemputnya sembilan tahun kemudian, suara Farinelli adalah satu-satunya obat yang manjur. Hukum kebiri Sepanjang peradaban manusia, kebiri kerap digunakan sebagai hukuman resmi.

Di Amerika misalnya, pada tahun 1778, Presiden Ketiga Amerika Serikat Thomas Jefferson menjadikan kebiri sebagai hukuman bagi pemerkosa, pelaku poligami, dan sodomi. Di Eropa, Denmark menjadi negara pertama yang punya hukum kebiri pada tahun 1929. Menyusul Swedia pada 1944, Finlandia pada 1870, dan Norwegia pada 1977.

Sementara di Jerman dari tahun 1935 hingga 1945, Nazi menggunakan kebiri untuk menjaga kemurnian ras mereka dari Yahudi, Gypsy, homoseks, orang gila, dan kelompok lainnya yang dianggap menyimpang.

Baru pada tahun 1944, kebiri dilakukan dengan cara yang lebih manusiawi. Dalam jurnal berjudul Chemical Castration of Child Molesters-Right or Wrong?! (2017), kebiri kimiawi pertama dujicoba pada 1944. Saat itu, diethylstilbestrol digunakan untuk menurunkan hormon testosteron.

Baca Juga: Mengapa Warga Aceh Gelar Aksi Bela Ustaz Abdul Somad? Demo Ini Banyak Diikuti oleh Anak Remaja

Selain itu, ada Medroxyprogesterone acetate (MPA) yang dijual dengan merk dagang Depo-Provera. Sejak 1958, Depo-Provera digunakan untuk menurunkan libido pria. Pada tahun 1960-an, para ilmuwan di Jerman juga mengembangkan antiandrogen yang mampu menekan testosteron sebagai obat bagi penyimpangan seksual.

Penerapannya sebagai hukuman bagi pemerkosa baru dimulai menjelang abad 21. California menjadi negara bagian pertama yang menerapkannya bagi pemerkosa anak yang sudah lebih dari sekali melakukan aksinya.

Negara lain baru menerapkan kebiri kimiawi bagi pemerkosa setelah tahun 2000. Selain Indonesia, ada Argentina, Australia, Estonia, Israel, Moldovia, New Zealand, Polandia, Rusia, Denmark, Jerman, Hongaria, dan Perancis. Ada juga Norwegia, Finlandia, Islandia, Lithuania, Inggris, Belgia, Swedia, Macedonia, dan Turki.

Namun, bolehkah hukuman kebiri ini dalam syariat Islam? Mengingat Indonesia berpenduduk mayoritas umat Islam, tentu harus mengkaji hukuman ini dari segi syariatnya.

Seperti dikutip dari Republika, ulama yang setuju dengan hukuman kebiri ini lebih mengedepankan aspek maslahat ketika hukum kebiri diterapkan. Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis berwacana, pemberian hukuman kebiri pada terpidana pedofilia bisa memberikan efek jera (zawajir). Hakim bisa berijtihad dalam memberikan hukuman dalam kasus ini dengan pertimbangan zawajir tadi.

Namun, pada hakikatnya, dalam kitab-kitab turats (klasik) hukum Islam, mayoritas ulama mengharamkan kebiri untuk manusia. Di antaranya, Imam Ibnu Abdil Bar dalam Al Istidzkar (8/433), Imam Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Fathul Bari (9/111), Imam Badruddin Al 'Aini dalam 'Umdatul Qari (20/72), Imam Al Qurthubi dalam Al Jami' li Ahkam Alquran (5/334), Imam Shan'ani dalam Subulus Salam (3/110), serta ulama-ulama fikih lainnya. Ibnu Hajar al-Asqalani dan Syekh Adil Matrudi dalam Al Ahkam Al Fiqhiyyah Al Muta'alliqah bi Al Syahwat bahkan menyebut haramnya kebiri untuk manusia sudah menjadi ijmak ulama.

Baca Juga: Dosen Geologi UI Nyatakan Instalasi Pengganti Bambu Getih Getah Ini Terbuat dari Batuan yang Dijual Bebas

Selain ulama klasik, mereka yang kontra soal hukuman kebiri ini juga berasal dari kalangan kontemporer, seperti Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Asosiasi Pondok Pesantren Jawa Timur, Hizbut Tahrir, serta kalangan ulama kontemporer lainnya. Mereka berdalil, kebiri berarti mengubah fisik manusia, melanggar HAM, dan melahirkan jenis hukum baru yang tak pernah dikenal dalam konsep jinayah Islamiyah.

Para ulama yang mengharamkan kebiri berdalil dengan hadis Ibnu Mas'ud RA yang mengatakan, "Dahulu kami pernah berperang bersama Nabi SAW sedang kami tidak bersama istri-istri. Lalu, kami bertanya kepada Nabi SAW, 'Bolehkah kami melakukan pengebirian?'. Maka Nabi SAW melarangnya." (HR Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Ibnu Hibban).

Selain hadis sahih yang tegas melarang pengebirian ini, ulama yang ingin berijtihad dalam penetapan hukum Islam harus merujuk pada hukum-hukum asal yang sudah ada. Kasus pemerkosaan sebenarnya bisa diambil dari hukum asalnya, yakni perzinaan atau homoseksual. Jika pedofilia masuk dalam kategori perzinaan, maka hukumannya cambuk 100 kali atau rajam (bunuh). Jika pelaku pedofilia tergolong liwat (homoseksual), ia dihukum mati. Jika sebatas pelecehan seksual (at taharusy al jinsi) yang tidak sampai melakukan zina atau homoseksual, hukumannya takzir.

Mereka yang kontra juga berpendapat, hukuman kebiri tidak dikenal dalam literatur hukum Islam. Padahal, pada zaman kuno sebenarnya sudah banyak tradisi kebiri ini. Misalnya, tradisi kasim istana di Tiongkok kuno. Namun, model kebiri ini tidak diadopsi dan dipilih syariat Islam sebagai hukuman alternatif bagi tindak kejahatan seksual.

Baca Juga: Cerita Sukses Terapi Autisme, Bedakan Foto-foto Anak Sulung Dian Sastro yang Dulu Jarang Menatap Lensa Kamera dan Kini Gagah dalam Foto

Kebiri dengan suntikan kimiawi juga berdampak berubahnya hormon testosteron menjadi hormon estrogen. Akibatnya, laki-laki yang mendapatkan hukuman ini akan berubah dan memiliki ciri-ciri fisik seperti perempuan. Syariat Islam jelas mengharamkan laki-laki menyerupai perempuan atau sebaliknya. Sebagaimana sabda Nabi SAW dari Ibnu Abbas RA, "Rasulullah SAW telah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan melaknat wanita yang menyerupai laki-laki." (HR Bukhari).

Jika laki-laki yang menyerupai wanita diharamkan, maka wasilah yang menjadikan keharaman ini terlaksana juga diharamkan. Kaidah fikih mengatakan, "Al-Wasilah ila al-haram muharromah" (Segala perantaraan menuju yang haram, hukumnya haram juga).

Di antara pendapat pro-kontra soal hukuman kebiri ini, ada juga pendapat yang lebih moderat dari kalangan ulama kontemporer. Misalnya, kalangan Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI).

Source : Kompas.com, Republika

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya

Latest