Apabila sudah tiba di Wamena, janganlah berdiam diri di pusat kota. Cobalah pergi ke wilayah pedalaman yang berada di sekelilingnya. Ada sejumlah pilihan rute trekking di seputar Wamena. Waktu tempuhnya, satu sampai dua jam berjalan kaki. Mulai dari Aikima-Suroba; Kurulu-Air Garam; Asotipo-Air Garam Kuantapo hingga Hepuba-Muara Kali Uwe di Sungai Balim.
Saat ini, ada kisah perjalanan yang populer hingga sekarang: ke arah tenggara kota Wamena. Rute ini bermula dari Distrik (setingkat kecamatan) Kurima yang kini menjadi bagian dari Kabupaten Yahukimo. Sajian utamanya, mengamati budaya masyarakat setempat.
Martin Hardiono, Pandji Nuariman dan Freddy Narabang—pejalan yang kerap bolak-balik ke Tanah Papua—pernah mengisahkan pengalaman mereka menjelajahi pedalaman Wamena. Rasa lelah mereka terobati oleh panorama sabana, honai, dan kebun ipere (ubi jalar).
Bukit-bukit berjajar seakan saling unjuk keindahan kepada kami. Bonus lainnya, tebing berbatu yang menjulang. Bebatuan itu tampak bagaikan batu asah. Mereka juga sempat singgah di perkampungan warga. Usai berfoto bersama dan menyalami mereka, mereka meneruskan perjalanan.

Kaum pria dari Suku Dani, Wamena.
Seorang warga bersedia mengantarkan mereka hingga Tangma. Katanya, kampung itu sudah dekat. Melewati satu bukit, lalu kami akan tiba di tempat tujuan. Perjalanan berisikan panorama indah pusat kota Wamena, honai yang tersusun rapi di bagian lembah.
Martin dan kawan-kawan juga mendapati pemandangan kebun masyarakat yang mereka kelola dengan kearifan lokal. Mereka mendapatkan pengetahuan mengelola lahan pertanian dari leluhur. Lahan yang mereka kerjakan terkadang memotong kontur, namun kami tidak pernah mendengar berita bencana longsor.
Suara gemericik sungai mulai terdengar, ternyata benar, beberapa ratus meter ada sungai yang alirannya tidak terlalu deras, namun air telihat jernih. Jalur kami harus melewati sungai itu. Untuk mencapainya, kita harus menuruni medan yang cukup terjal.

Pegunungan Jaya WIjaya yang bersalju, bagian tertinggi Taman Nasional Lorentz
Tentu untuk menuruni rute ini dengan hati-hati. Sejenak mereka membasuh muka, lumayan menyegarkan. Yang melegakan hati, mereka kerap berpapasan dengan kaum ibu yang baru pulang dari kebun. Senyum mereka selalu menghiasi wajah. Keramahan khas Baliem.
"Kami memang sering main ke Papua. Tapi, setelah menjelajahi lebih jauh Wamena, kami merasa puas. Ini seperti mimpi yang menjadi kenyataan. Ternyata, kehidupan pedalaman Papua itu begitu berwarna dan beragam. Kami sangat senang dan puas!" tukas Martin dengan gembira.