Sejak itu, dua kubu berdamai. Pada 1986, konser bersama rock dan dangdut kembali digelar. Musik bawaan Rhoma tidak hanya digempur oleh rock tapi juga oleh kelompok orkes Melayu juga menolak kreasinya. Mau dibawa ke mana musik Melayu? Awalnya, kelompok Melayu cenderung menyebutnya orkes tabla mengacu pada gendang India. Mereka menolak dangdut masuk lingkungan irama Melayu. Ya! Mereka tentu ingin menjaga keaslian musik Melayu, yakni Melayu Deli.
“Sebetulnya, saya lebih suka memakai istilah irama Melayu daripada dangdut. Kata dangdut awalnya adalah olok-olokan, cemoohan, dari kelompok pop, rock, dan elite musik kepada aliran musik Melayu-India,” ujar raja dangdut kelahiran 11 Desember 1946 ini.
Di ujung tahun 1977, akhirnya ada konser yang menyatukan God Bless dan Soneta Group. Konser ini yang digagas oleh Yapto Soerjosoemarno, bos Pemuda Pancasila. Acara sarat sensasi ini bisa juga dianggap sebagai pertanda bahwa antara musik dangdut dan rock tak ada pertikaian atau perseteruan lagi.
Bahkan Rhoma Irama dengan tanpa malu-malu lagi mengadopsi gaya rock ala Deep Purple dalam sajian musik Soneta Group. Konser yang berlangsung 31 Desember 1977 itu berlangsung dengan riuh tanpa insiden sama sekali.Achmad Albar berduet dengan Rhoma Irama menyanyikan lagu Begadang serta hits dari Duo Kribo bertajuk Neraka Jahanam.

Yapto Soerjosoemarno bos besar Pemuda Pancasila juga memiliki peran penting dalam karier musik Rhoma Irama dan Ahmad Albar.
(*)