Selama empat bulan Nur dan keluarganya tinggal di asrama, kemudian diberi rumah gratis. Saudaranya yang sakit sempat juga diberikan pengobatan gratis.
Namun, janji ISIS untuk mengganti uang perjalanan dan memberikan pekerjaan tanpa harus mengikuti wajib militer tidak dipenuhi.
"Beberapa waktu kemudian yang laki-laki pulang ke rumah, dan berbeda dengan yang mereka janjikan di internet yang katanya tidak ada wajib militer: ternyata ada wajib militer," jelas Nur.
Beberapa bulan setelah sampai di Suriah, Nur semakin banyak menemukan gambaran kehidupan di Suriah dalam propaganda ISIS sangat berbeda dengan kenyataan.
"Dari segi keduniaan tidak ada (kesesuaian) - walaupun ada sedikit. Tapi janji -janji yang mereka omongkan di awal itu enggak ada sama sekali yang ditepati."
"Dari segi agama banyak sekali yang bertentangan dengan ajaran Islam itu sendiri," kata Nur.
Di sisi lain, ISIS mulai kehilangan wilayah kekuasaannya, terdesak oleh milisi yang dibantu pasukan koalisi pimpinan AS, dan milisi dan pasukan militer pemerintah Suriah yang dibantu Rusia.
Dia pun mulai mencari jalan untuk keluar dari Suriah. Namun keluar dari wilayah ISIS ternyata jauh lebih sulit dibandingkan ketika masuk ke sana.
Setelah gagal meminta bantuan KBRI, Nur dan saudaranya meminta bantuan penyelundup dengan kemampuan bahasa Arabnya yang terbatas.
"Harus diam-diam kabur dari wilayah itu. Dulu saya yang semangat mengajak keluarga untuk berangkat, jadi merasa bertanggung jawab untuk membawa mereka keluar. Saya banyak keliling bagaimana kita mencari jalan untuk keluar," ujar Nur.