Dari pertemuan pihak Ombudsman Sumatera Barat dengan pihak SMKN 2 Padang, pihak sekolah mengaku bahwa memang benar ada kebijakan sekolah yang mewajibkan siswi perempuan harus memakai berjilbab/berkerudung, walaupun peserta didiknya tidak semuanya beragama Islam, karena ada yang Nasrani, atau ada keyakinan yang lain.
Kepala sekolah bahkan menyampaikan kalau semua siswi, baik muslim maupun nonmuslim, di sekolah itu, kecuali siswa yang sedang viral tersebut, menurutnya tidak ada yang menolak selama ini.
“Tidak ada yang menolak bukan berarti kebijakan atau aturan sekolah tidak melanggar ketentuan perundangan lain yang lebih tinggi. Aturan sekolah seharusnya berprinsip pada penghormatan terhadap HAM dan menjunung nilai-nilai kebangsaan, apalagi di sekolah negeri," papar Retno.
"Melarang peserta didik berjilbab jelas melanggar HAM, namun memaksa peserta didik berjilbab juga melanggar HAM,” kata Retno.
Menurut Retno dalam Permendikbud No. 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan dimaksudkan untuk menciptakan kondisi proses pembelajaran yang aman, nyaman, dan menyenangkan, serta menghindarkan semua warga sekolah dari unsur-unsur atau tindakan kekerasan.
"Peraturan ini seharusnya digunakan sebagai acuan atau panduan dalam menangani kasus yang terjadi di SMKN 2 Kota Padang, Sumatera Barat tersebut," katanya.
Dalam Permendikbud tersebut pada pasal 6 huruf (i) mengkategorikan tindakan kekerasan termasuk diantaranya adalah tindak kekerasan atas dasar diskriminasi terhadap suku,agama, ras, dan/atau antar golongan (SARA) merupakan segala bentuk pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pemilihan berdasar kanpada SARA yang mengakibatkan pencabutan atau pengurangan, pengakuan, perolehan, atau pelaksanaan atas hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan.
Karenanya kata Retno, dalam kasus ini KPAI menyimpulkan 5 hal, yakni :
Baca Juga: Disebut Vaksinasi Jokowi Gagal, Ini Penjelasan Ahli Kenapa Lengan Presiden Tidak Disuntik 90 Derajat
1. Pihak Sekolah diduga kuat melanggar UU No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU No. 39/1999 tentang HAM. Ketentuan dalam berbagai peraturan perundangan tersebut dapat dipergunakan karena pihak sekolah telah membuat aturan sekolah yang bersifat diskriminatif terhadap SARA sehingga mengakibatkan adanya peserta didik yang berpotensi mengalami intimidasi, karena dipaksa menggunakan jilbab, padahal dirinya beragama non-Islam