Daryono menyebutkan, gempa Dieng terjadi karena dipicu oleh sesar di sekitar Pegunungan Dieng.
Adapun gempa Sukabumi dipicu oleh aktivitas sesar aktif di zona Cipamingkis.
Sementara itu, gempa Bantul dipicu oleh aktivitas penyesaran di zona Sesar Opak.
BMKG menyebutkan, untuk menimbulkan kerusakan bangunan rumah, gempa akibat sesar aktif dangkal tidak harus berkekuatan besar.
“Sejak 2015, di Pulau Jawa saja setidaknya telah terjadi lima kali gempa merusak yang dipicu oleh aktivitas sesar aktif yang berkedalaman dangkal dengan magnitudo kurang dari 5,0 (M<5,0),” kata dia.
Gempa-gempa yang pernah terjadi dan merusak tersebut yakni: Gempa Madiun magnitudo 4,2 pada 25 Juni 2015.
Gempa Pangalengan magnitudo 4,2 pada 6 November 2016. Gempa Garut magnitudo 3,7 pada 18 Juli 2017.
Gempa Banjarnegara magnitudo 4,4 pada 18 April 2018 merusak lebih dari 316 bangunan rumah. Gempa Lebak magnitudo 4,4 pada 7 Juli 2018.
“Dengan fakta dan data tersebut di atas, maka aktivitas sesar aktif di daratan dan utamanya dekat dengan kawasan permukiman tentunya patut diwaspadai,” ujar Daryono.
Sebagai upaya mitigasi, BMKG mengimbau masyarakat mewujudkan bangunan rumah tahan gempa dan memahami apa saja yang harus dilakukan saat gempa terjadi.