Fotokita.net - Tragedi Ciracas kok terulang lagi? Jenderal purnawiran TNI ini malah beri jawaban menohok: TNI banyak tantangan, Polri banyak tentengan.
Lebih jauh jenderal purnawirawan TNI AD itu menjelaskan alasan itu dengan panjang lebar.
Sebelum penjelasan sang jenderal, Guru Besar Ilmu Politik Univeritas Pertahanan Indonesia, Prof. Salim Said lebih dulu memberikan tanggapan terhadap penyerangan sejumlah oknum TNI di markas kepolisian, yakni Mapolsek Ciracas, Jakarta Timur.
Dilansir TribunWow.com, Salim Said menilai dan mengakui bahwa hubungan antara tentara dengan polisi sangat rawan bergesekan.
Menurutnya, satu di antara alasannya karena faktor kecemburuan antara dua instansi negara tersebut, khususnya dari TNI kepada Polri.
Hal itu diungkapkannya dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC), Selasa (1/9/2020).
Dalam kesempatan itu, Salim Said mengungkapkan bahwa saat ini tentara sudah kehilangan fungsi ke dalam atau berhubungan dengan masyarakat.
Fungsi tersebut saat ini sudah diambil alih sepenuhnya oleh kepolisian.
Ia mengaku sudah banyak mengenal dan memahami apa yang dirasakan oleh para prajurit tentara, lantaran mereka yang menjadi mahasiswanya di Universitas Pertahanan.
"Saya melihat di situ ada masalah bagaimana itu diatasi, di dua faktor. Faktor kesejahteraan yang bersumber pada keterlibatan polisi ke dalam masyarakat, sementara tentara tidak lagi terlibat di situ," ujar Salim Said.
Menurutnya, kondisi tersebut secara tidak langsung akan berpengaruh pada psikologi para tentara.
Bahkan ia mengaku pernah mendapatkan pertanyaan besar dan begitu dalam dari seorang prajurit yang juga merupakan mahasiswanya.
Dikatakannya mereka seakan menganggap bahwa NKRI bukan lagi Negara Kesatuan Republik Indonesia melainkan justru Negara Kepolisian Republik Indonesia.
"Kemudian adalah psikologi, mereka mengeluh 'Coba prof jelaskan bagaimana sekarang ini kok NKRI bukan Negara Kesatuan Republik Indonesia, tapi kata mereka Negara Kepolisian Republik Indonesia'. Saya tidak bisa jelaskan, itu kan keputusan pemerintah," kata Salim Said.
"Apakah seorang jenderal jadi duta besar, seorang jendral jadi menteri, apakah jenderal polisi atau tentara itu keputusan politik presiden, saya tidak bisa menjelaskan," terangnya.
Lebih lanjut, Salim Said mempertanyakan apakah kemungkinan kondisi yang sedang dihadapi oleh tentara dan polisi hanya terjadi di kalangan bawah saja.
Karena menurutnya, kondisi berbanding terbalik dengan para petinggi TNI maupun Polri yang terlihat begitu damai dan harmonis.
"Beribu poster dipasang, gambarnya bagus-bagus, tapi di bawah persepsinya lain terhadap keadaan dan itu mudah sekali dipicu jadi persoalan hubungan antara polisi dan tentara," ungkapnya.
"Jadi masalah yang kita hadapi cuman satu, bagaimana kita mengatasi supaya tidak terjadi sesuatu yang ironis, pimpinan peluk-pelukan, tapi anak buah tembak-tembakan," ucap Salim Said.
"Ini kan ironis sekali," pungkasnya.
Mantan Danpuspom ABRI Mayjen TNI (Purn) Syamsu Djalal memberikan tanggapan terkait peristiwa penyerangan di Mapolsek Ciracas, Jakarta Timur beberapa waktu lalu.
Namun yang menjadi sorotan adalah adanya keterlibatan sejumlah oknum dari TNI dalam penyerangan tersebut.
Dilansir TribunWow.com, Syamsu Djalal mengatakan bahwa insiden di Ciracas membuktikan ada hubungan yang tidak baik antara TNI dengan Polri.
Dirinya menilai kondisi tersebut memang sudah terjadi sejak dipecahnya Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) menjadi TNI dan Polri.
Hal itu diungkapkannya dalam acara Indonesia Lawyers Club, Selasa (1/9/2020).
Menurutnya terdapat kesenjangan yang terjadi antara TNI dengan Polri.
Syamsu Djalal memberikan sindiran pedas kepada kepolisian yang dinilai kesejahteraannya lebih diperhatikan oleh pemerintah dibandingkan dengan TNI.
"Tragedi Ciracas kok terulang lagi? Ya saya terus terang saja, semenjak ABRI dipecah jadi TNI dan Polri. TNI banyak tantangan, Polri banyak tentengan," ujar Syamsu Djalal.
"Ditanya saja ke masyarakat, makanya ada apa sebenarnya" imbuhnya.
"Sebenarnya ini bukan hanya TNI dan Polri aja, tiga mitra ini, TNI, Polri, masyarakat," jelasnya.
Dalam kesempatan itu, ia mengaku sebenarnya tidak ingin berbicara panjang lebar terkait persoalan TNI dengan Polri.
Termasuk pada kesempatan-kesempatan sebelumnya yang mengaku lebih memilih diam.
Menurutnya alasannya karena merasa takut jika malah dituduh macam-macam, termasuk adanya makar.
"Saya jarang bicara takut saya nanti dituduh makar saya, atau macam-macam lah," kata Syamsu Djalal.
Syamsu Djalal kemudian menyinggung soal anggapan-anggapan dari masyarakat yang disematkan kepada kepolisian.
"Polisi tidur saja sudah merepotkan apalagi polisi bangun. Mohon maaf ini. Ini fakta kan," ujarnya.
Lebih lanjut, dirinya menyimpulkan bahwa kesalahan yang dilakukan oleh para prajurit, baik dari TNI maupun Polri, tidak sepenuhnya kesalahan pribadi.
Dikatakannya, kesalahan yang dilakukan oleh para prajurit atau anak buah menjadi tanggung jawab dari komandannya dalam mendidik dan membina.
"Enggak ada anak buah yang salah 100 persen, yang salah pimpinannya," terang Syamsu Djalal.
"Jadi memang prajurit itu perlu pembinaan, dia tanggung jawab komandan."
Syamsu Djalal pun membandingkan kesalahan yang pernah ia ditemukan ketika masih menjadi Danpuspom ABRI.
Menurutnya, yang banyak melakukan tindak pidana justru dari kepolisian.
Baca Juga: Polsek Ciracas Kembali Diserang Massa, Begini Dugaan Penyebabnya, Sama dengan Kejadian 2 Tahun Lalu?
"Makanya saya sebagai Danpuspom ABRI dulu, Polri banyak saya periksa dulu kan, yang banyak melakukan pelanggaran (di antara) darat (AD), laut (AL), udara (AU), itu adalah Polisi," ungkapnya.
"Polri yang banyak melakukan tindak pidana."
"Kalau kita periksa itu cepat dipindahkan dimutasikan, jadi yang melindungi anak buahnya kebanyakan itu polisi," pungkasnya.
Lihat videonya di sini.
(TribunWow.com)