Follow Us

Temukan Kadar Racun Kimia Berbahaya Tertinggi di Dunia, Media Terkemuka Amerika Itu Tiba-tiba Soroti Kondisi Lingkungan Desa Padat di Sidoarjo Ini. Dari Sinilah Cerita Bermula

Bayu Dwi Mardana Kusuma - Minggu, 17 November 2019 | 10:23
Sampah plastik
Nationalgeographic.grid.id

Sampah plastik

Dilaporkan New York Times, racun itu bermula ketika negara-negara Barat melakukan upaya penyortiran sampah untuk didaur ulang.

Kebanyakan sampah itu kemudian dikirim ke luar negeri, termasuk ke Indonesia, di mana dikombinasikan dengan sampah lokal untuk diolah. Namun, ada sampah yang tidak bisa didaur ulang, dan berakhir menjadi bahan bakar di pabrik tahu di Tropodo, desa di timur Pulau Jawa.

Warga menyortir sampah plastik di Desa Bangun, Mojokerto, Jawa Timur, Senin (22/7/2019). Kala masyarakat dunia berlomba-lomba memerangi plastik bekas, namun tidak bagi masyarakat Bangun yang melihat sampah plastik layaknya uang.
AFP

Warga menyortir sampah plastik di Desa Bangun, Mojokerto, Jawa Timur, Senin (22/7/2019). Kala masyarakat dunia berlomba-lomba memerangi plastik bekas, namun tidak bagi masyarakat Bangun yang melihat sampah plastik layaknya uang.

"Benda ini dikumpulkan dari AS dan negara lain, dan kemudian dijadikan sumber pengapian pabrik," kata Yuyun Ismawati dari Nexus3 Foundation.

Yuyun mengatakan, pengolah limbah tak bertanggung jawab memilih membuangnya di negara berkembang dengan memalsukan dokumennya. Dalam dokumen, oknum itu menuliskan hanya ada 50 persen limbah plastik di dalamnya.

Adapun perusahaan lokal mengeruk untung dengan menerimanya. Kebanyakan dari plastik yang dikirim itu adalah berkualitas rendah, tidak diinginkan, dan Indonesia tidak bisa mendaur ulangnya.

Setelah memilah beberapa bahan untuk didaur ulang, barulah sisanya kemudian dibawa ke Bangun, desa di mana pemulungnya bakal mencari apa yang masih berharga.

Baca Juga: Potret Sampah Plastik Di Indonesia, Dari Impor Sampah Hingga Dana Hibah

Di Bangun, tumpukan sampah, dengan ada yang setinggi empat meter, memenuhi area itu. Sekitar 2.400 orang tinggal di sana, dengan setiap keluarga terlibat dalam bisnis pengolahan tersebut.

Tujuan akhir dari sampah itu adalah Tropodo. Setiap hari, sebuah truk mengangkut kertas dan plastik, dan menurunkan muatannya di pabrik tahu.

Menurut sopir truk yang bernama Fadil, dia sudah mengantarkan muatan plastik dan kertas ke industri tahu selama 20 tahun terakhir.

"Orang-orang butuh mengisi bahan bakar bagi industri tahu mereka," tutur pria berusia 38 tahun tersebut kepada New York Times.

Editor : Fotokita

Baca Lainnya

Latest