Follow Us

Pahlawan Tanpa Tanda Jasa, Begini Kisah Heroik 2 Warga Papua Bertaruh Nyawa Demi Selamatkan Pengungsi dari Amukan Perusuh di Wamena

Bayu Dwi Mardana Kusuma - Kamis, 07 November 2019 | 10:09
Suasana ruangan Kantor Bupati Jayawijaya yang terbakar saat aksi unjuk rasa di Wamena, Jayawijaya, Papua, Kamis (26/9).
ANTARA/IWAN ADISAPUTRA via BBC Indonesia

Suasana ruangan Kantor Bupati Jayawijaya yang terbakar saat aksi unjuk rasa di Wamena, Jayawijaya, Papua, Kamis (26/9).

Saya sangat terharu dengan jawabannya. Saya pun memeluk Iksan untuk menguatkannya. Ayah dari lima anak itu sungguh terpukul dengan kejadian di Wamena. Selama beberapa waktu kemudian, saya masih terus berada di Pangkalan Udara Silas Papare, Jayapura, dan sejumlah lokasi pengungsian.

Pada 2 Oktober 2019, sekitar pukul 11.00 WIT, saya menuju Wamena untuk meliput situasi keamanan dan aktivitas warga pascakerusuhan.

Di sana, saya menyewa mobil milik salah satu pengungsi bernama Yudhi. Ia tetap bertahan di Wamena, sedangkan istri dan anaknya sudah lebih dulu pulang ke kampung halaman mereka di Jawa Timur.

Pengungsi korban konflik di Wamena beristirahat setibanya di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (3/10/2019). Sebanyak 51 korban konflik di Wamena tersebut dievakuasi dengan menggunakan pesawat hercules C130 milik TNI Angkatan Udara.
ANTARA FOTO

Pengungsi korban konflik di Wamena beristirahat setibanya di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (3/10/2019). Sebanyak 51 korban konflik di Wamena tersebut dievakuasi dengan menggunakan pesawat hercules C130 milik TNI Angkatan Udara.

Saya kemudian menuju Detasemen Pangkalan TNI Angkatan Udara Wamena. Saat itu tampak ribuan warga antre untuk menaiki Hercules menuju Jayapura, Biak Numfor, dan Timika.

Saya segera mendokumentasikan gambar eksodus warga. Saya juga mewawancarai warga dan Komandan Detasemen Pangkalan Udara Wamena Mayor Arief Sujatmiko. Ia mengatakan, pihaknya berupaya semaksimal mungkin untuk menerbangkan warga karena banyak yang mengalami trauma berat pascakerusuhan.

Hari berikutnya, pada 3 Oktober 2019, saya mengecek kondisi pengungsi yang berada di Markas Polres Jayawijaya. Para pengungsi memperoleh makanan rutin sehari tiga kali. Hanya saja, tempat mereka beristirahat kurang memadai karena hanya beralaskan tikar atau karpet di atas lantai yang dingin.

Cuaca di Wamena pada malam hari sangat dingin karena lokasinya yang berada di ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut. Pada dini hari, suhu bisa jatuh hingga di bawah 20 derajat celsius. Meskipun tidur di tempat yang kurang memadai, para pengungsi tetap merasa bersyukur karena berhasil selamat dari insiden yang mengerikan.

Salah satunya adalah Mak’iel yang mengungsi bersama istrinya, Atik, dan kedua anaknya, Ulil Albaq (2) dan Syaiful, yang masih berusia 7 bulan. Mereka beserta 3.000 warga lain bertahan di Markas Polres Jayawijaya pascakerusuhan.

Baca Juga: Cerita di Balik Kerusuhan Wamena, Apakah Para Perusuh Sadar Ada Kerugian Terbesar Setelah Aksi Anarkis Itu? Begini Sosok Malaikat Kesehatan Orang Papua yang Jadi Korban Meninggal dalam Kerusuhan

Pengungsi korban konflik di Wamena turun dari pesawat setibanya di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (3/10/2019). Sebanyak 51 korban konflik di Wamena tersebut dievakuasi dengan menggunakan pesawat hercules C130 milik TNI Angkatan Udara.
ANTARA FOTO

Pengungsi korban konflik di Wamena turun dari pesawat setibanya di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (3/10/2019). Sebanyak 51 korban konflik di Wamena tersebut dievakuasi dengan menggunakan pesawat hercules C130 milik TNI Angkatan Udara.

Pria berusia 36 tahun ini mengaku bahwa dirinya bersama ratusan orang berhasil selamat dari kerusuhan berkat bantuan seorang tokoh masyarakat, Titus Kogoya, dan keluarganya dari Kampung Mawampi, Distrik Wesaput, Wamena.

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya

Latest