Rezim Orde Baru melabeli Henk Ngantung sebagai pengikut Partai Komunis Indonesia (PKI). Label itu jadi semacam wabah sampar yang diceritakan filsuf Prancis-Aljazair Albert Camus.
Cap “pengikut PKI” mampir begitu saja tanpa sebab, melekat tanpa dapat disembuhkan, dan membunuh korbannya yang tak tahu apa-apa.
Dalam kasus cap PKI terhadap Henk, pria kelahiran Manado, 1 Maret 1921, itu tak pernah disidang dan diberi kesempatan untuk membela diri.
Baca Juga: Pemprov DKI Luncurkan e-Uji Emisi. Mampukah Tekan Polusi Udara Jakarta? Foto-Foto Ini Buktinya
Cap PKI merontokkan karier Henk. Istri Henk, Hetty Evelyn Ngantung Mamesah, mengenang betapa karier suaminya mendadak punah medio 1965, era saat rezim Orde Baru membantai ratusan ribu hingga jutaan orang yang dituduh komunis.
“Pagi-pagi di depan rumah kami di Tanah Abang II banyak RPKAD (Resimen Para Komando Angkatan Darat) sedang mengepung tangsi Tjakrabirawa. Kami tidak tahu apa yang terjadi. Kehidupan kami selanjutnya menjadi susah hingga harus jual rumah,” kata Evelyn dalam berita harian Kompas pada 9 Juni 2006.
![Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama saat menerima istri Henk Ngantung di Balai Kota, 23 April 2013. ---------------------------- Original Message ---------------------------- Subject: Foto Wagub menerima Ibu Ngantung (Mantan Gub)] dokumentasi pemprov dki jakarta From: yasdi@mediaindonesia.](https://cdn.grid.id/photo/noimg.png)
Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama saat menerima istri Henk Ngantung di Balai Kota, 23 April 2013. ---------------------------- Original Message ---------------------------- Subject: Foto Wagub menerima Ibu Ngantung (Mantan Gub)] dokumentasi pemprov dki jakarta From: yasdi@mediaindonesia.
Tragedi yang menimpa kehidupan Henk dan istri bermula pada sekitar Gerakan 30 September (G30S) 1965. Peristiwa itu juga yang memaksa Henk dan Evelyn melegeo rumah mereka di kawasan cukup elite, Jalan Tanah Abang II, Jakarta.
“Kami jual rumah itu karena tidak punya uang lagi. Kan sejak Pak Henk dicopot sebagai gubernur tahun 1965, Pak Henk tidak diberi pensiun. Sampai akhirnya tahun 1980, baru diberi uang pensiun oleh pemerintah,” ujar Evelyn (harian Kompasedisi 14 Oktober 2012).
Uang hasil penjualan rumah di Jalan Tanah Abang II itu digunakan untuk membeli rumah di permukiman padat penduduk di pinggir Jalan Dewi Sartika, Jakarta Timur, seharga Rp 5,5 juta.
Sejak 12 Desember 1991, Evelyn Ngantung Mamesah tetap tinggal di rumah mereka di gang sempit Jalan Dewi Sartika. Henk telah tutup usia saat it. Istri mantan gubernur Jakarta itu mesti tidur di kolong atap rumah yang hampir seluruhnya bocor. “Saya bertahan di rumah ini karena penuh kenangan dengan Pak Henk,” tutur Evelyn (Kompas 14 Oktober 2012).
Banyak ruangan di rumah itu yang tak bisa lagi dipakai. Beberapa foto dan lukisan (Henk seorang pelukis) akhirnya hanya ditaruh di kursi karena tidak aman jika dipajang di dinding.