Follow Us

Pernah Terlibat dalam Pertempuran Sengit, Jenderal TNI Ini Kisahkan Bagaimana Dia Teteskan Air Mata Saat Berjumpa Kembali dengan Bekas Musuhnya

Bayu Dwi Mardana Kusuma - Senin, 07 Oktober 2019 | 07:44
Serangan mematikan Kopassus
Angkasa

Serangan mematikan Kopassus

Fotokita.net - Pada awalnya, sekitar tahun 1960, rezim Orde Lama di bawah pimpinan Presiden Soekarno bersama Presiden Filipina Diosdado Macapagal mengkritik pembentukan Malaysia yang dianggap permainan neo-kolonialisme Inggris.

Saat itu, Macapagal sempat menyarankan pembentukan Maphilindo, sejenis federasi Malaysia, Filipina, dan Indonesia. Sebab, Macapagal menilai ada kesamaan kultural Melayu di tiga negara ini.

Namun, Soekarno lebih memilih berkonfrontasi langsung dalam perang tidak resmi menghadapi Malaysia dan Persemakmuran Inggris. Perang itu berlangsung sengit di rimba Kalimantan, terutama di perbatasan Kalimantan Barat-Kalimantan Timur.

Baca Juga: Mirip Film Captain Phillips, Tim Gabungan Pasukan Elite TNI Ini Bebaskan Pelaut Kita dari Perompak Somalia. Prestasi Itu Sukses Singkirkan Keraguan Media Asing!

Serbuan secara mendadak menjadi ciri khas Kopassus dalam operasi militer.
Angkasa

Serbuan secara mendadak menjadi ciri khas Kopassus dalam operasi militer.

Peristiwa itu direkam oleh Nick van Der Bijl dalam Konfrontasi, War With Indonesia (1963-1966). Nick menilai pasukan relawan, TNI, dan pasukan PGRS-Paraku mampu menghantam pasukan Gurkha dan SAS.

Situasi politik pun berubah, dan menempatkan TNI harus melucuti bekas muridnya. Seusai peristiwa Mangkok Merah akhir tahun 1967 yang merupakan kerusuhan masyarakat Dayak-Tionghoa, Abdullah Mahmud Hendropriyono yang saat itu berpangkat Letnan Satu (Inf) mendapat tugas untuk bergerilya melawan bekas sekutu TNI itu.

Kemudian, terbentuklah Sandi Yudha, satuan intelijen tempur dari Resimen Para Komando Angkatan Darat, yang saat ini dikenal sebagai Komando Pasukan Khusus (Kopassus). Sebagian anggota PGRS-Paraku ini adalah pemuda Tionghoa. Ada pula suku Dayak, Melayu, Jawa dan lain-lain.

Baca Juga: Dengan Wajah Seram, Jenderal TNI yang Pernah Jadi Kesayangan Soeharto Ini Banting Baret Merah Kopassus di Depan Komandannya. Apa Penyebabnya Dia Begitu Murka?

Hendropriyono
kolase Tribun Jambi

Hendropriyono

Perjalanan sosok Abdullah Mahmud Hendropriyono sebagai serdadu tak lepas dari pengalamannya bertahun-tahun di lapangan, termasuk sebagai anggota pasukan elite TNI.

Hendropriyono setidaknya terlibat dalam operasi penumpasan pasukan Gerilya Rakyat Sarawak (PGRS) dan Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (Paraku) yang terbentuk di masa konfrontasi Ganyang Malaysia (1963-1966) oleh intelijen Indonesia pada era Presiden Soekarno.

"Ini kami (TNI) melatih Tentara Nasional Kalimantan Utara dan PGRS di Surabaya, Bogor dan Bandung. Akhirnya setelah pergantian pemerintah, Presiden Soeharto memutuskan berdamai dengan Malaysia dan gerilyawan tersebut diminta meletakkan senjata," kata Hendropriyono, sebagaimana dilansir dari buku Tionghoa Dalam Sejarah Kemiliteran, Sejak Nusantara Sampai Indonesia (2014) karya Iwan Santosa.

"Karena PGRS tidak menyerah, terpaksa kami sebagai guru harus menghadapi murid dengan bertempur di hutan rimba Kalimantan," ujar Hendropriyono.

Tugas pasukan Sandi Yudha ini dalam perang konvensional tak terikat hukum internasional dan hukum humaniter perang. Fokus penugasan dengan mengambil hati lawan.

Baca Juga: Dominasi Alutsista dalam Parade HUT TNI, PT Pindad Buktikan Karya Bangsa yang Bikin Kita Bangga. Salah Satunya, Kendaraan Lapis Baja Ini

Para personil Kopassus saat Operasi Seroja
iiist/ ©2015 buku hari "h": 7 desember 1975

Para personil Kopassus saat Operasi Seroja

Opsi pertempuran dan tindakan keras hanya pilihan terakhir. Hendropriyono memimpin suatu unit berisi delapan orang yang bergerak dalam jumlah kecil. Mereka saat itu berupaya mendekat ke arah gubuk Hassan, seorang komandan PGRS.

Peristiwa itu berlangsung semalaman dan senyap. Salah satu pasukan Sandi Yudha harus membunuh penjaga gubuk yang memegang senjata api dengan sangkur.

Setelah berhasil mendekat, Hendropriyono meminta Hassan menyerah. Namun Hassan pun melawan. Pertempuran jarak dekat satu lawan satu pun terjadi.

Hendropriyono berhasil menaklukkan Hassan, dalam pertempuran jarak dekat, meski paha dan jarinya sempat luka karena serangan sangkur Hassan.

Baca Juga: Lagu Metallica Favorit Jokowi Diputar, Tim Pesawat Aktrobatik Kebanggaan TNI AU Ini Gelar Aksi Cantik di Depan Sang Presiden. Selamat Hari Jadi TNI!

Ilustrasi Pasukan Baret Merah Kopassus
Kompas.com/Eddy Hasby

Ilustrasi Pasukan Baret Merah Kopassus

Hendropriyono dan pasukannya juga berusaha sebisa mungkin membujuk hati musuh agar bersimpati ke Indonesia. Hasilnya, sebuah peristiwa yang mengharukan terjadi pada 2005.

Wong Kee Chok yang pernah menjadi komandan PGRS dan Hendropriyono bertemu. Keduanya pun saling berpelukan, menangis, dan menanyakan kabar masing-masing.

Baca Juga: Jokowi Beri Titah, Akankah TNI Hukum Serdadu yang Diduga Berbuat Rasis Pada Mahasiswa Papua?

Bahkan, saat peluncuran sebuah buku berjudul Operasi Sandi Yudha, Menumpas Gerakan Klandestin (2017) yang ditulis Hendropriyono, seorang komandan PGRS lainnya bernama Bong Kee Siaw disambut hangat Hendropriyono.

"Kita tidak pernah tahu kapan jadi kawan dan situasi berubah lalu jadi lawan. Bertempurlah dengan ksatria. Jangan menyiksa lawan. Itu sifat prajurit Sandi Yudha," ujar Hendropriyono. (Dylan Aprialdo Rachman)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Hendropriyono dalam Operasi Sandi Yudha..."

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya

Latest