"Tarik selangnya, tarik," teriak salah satu tentara yang suaranya berkejaran dengan bising mesin pompa.
Sola mengambil posisi terdepan. Ia memegang nozzle alias mulut pipa dan mengarahkannya ke area yang ditarget.
"Kita pakai nozzle yang satu arah, alasannya karena efektif di lahan gambut," tuturnya sambil sesekali membenamkan ujung nozzle ke dalam gambut, membiarkan air menerobos sela-sela akar yang saling melilit.
"Kita melakukan pembuburan, di mana pembuburan itu dilakukan untuk mengambil bara yang di bawah. Jadi kita mematikan bara yang di bawah."

Dengan mengenakan pakaian pemadam kebakaran lengkap, relawan perempuan ini mencoba memadamkan api yang melalap lahan gambut.
Ini adalah tahun ketiga Sola menjadi relawan Tim Cegah Api. Sebelumnya, pada tahun 2017, ia terjun di kampung halamannya, Ketapang, Kalimantan Barat. Tahun 2018, ia terbang ke Pontianak untuk membantu pemadaman.
Bagi Sola, karhutla tahun 2015 merupakan titik baliknya. Pada saat itu, ia menyaksikan teman dan atasannya menderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang begitu parah akibat menghirup kabut asap.
"Temanku ini, pada saat kita mau masuk kerja, dia batuk. Tiba-tiba muntah darah," kata Sola mengingat-ingat peristiwa itu.

Sekelompok anak muda Palangkaraya turun ke jalan menuntut keadilan iklim Kalimantan dalam Climate Strike (20/09)
"Kita bawa ke rumah sakit, kata dokter itu ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) akut. Sejak itu, ia diliburkan sama perusahaannya."