Lilis Alice, seorang warga Palangka Raya, mengaku terpaksa bolak-balik ke rumah sakit karena sakit tenggorokan. Dokter mengatakan, sakitnya itu karena menghirup asap.
"Masyarakat kan keluhan di sini mata pedas, tenggorokan sakit, badan terasa nggak enak. Kalau saya ke dokter dua kali. Sempat sembuh, tapi kena lagi," tukasnya.
"Ini kayaknya sama seperti tahun 2015."
Baca Juga: Di Banyuasin Bayi Umur 4 Bulan Meninggal Dunia, Benarkah Kabut Asap Mulai Makan Korban Jiwa?

Walau polusi udara yang menyelubungi Palangkaraya mencapai puluhan kali lipat dari batas normal, sebagian warga tampak tidak memakai masker dan merokok sembari mengendarai motor.
Senada dengan Lilis, warga Pekanbaru, Ilham juga mengatakan begitu. Menurutnya buruknya udara menyerupai kondisi empat tahun silam; udara menguning dan bau asap pekat.
"Aroma (asap) sudah tajam tercium. Tajam banget. Sama kayak tahun 2015," ujarnya geram saat dihubungi BBC News Indonesia.
"Jadi istriku, nggak pernah kena iritasi sama asap selama ini. Tapi di kulit mukanya merah-merah dan bentol juga mengelupas. Saat dibawa ke IGD, ternyata penyebabnya iritasi asap," jelas Ilham kepada BBC News Indonesia.

Siswa sekolah di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, memakai masker meskipun masker yang mereka gunakan tidak mempan untuk melindungi saluran pernapasan dari kabut asap yang melanda pada Sabtu (14/09) lalu.
Asap karhutla dikhawatirkan bakal menimbulkan penyakit baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Pada 2016, kajian para ahli di Universitas Harvard dan Columbia di Amerika Serikat menyebutkan bahwa kabut asap yang berasal dari pembakaran lahan dan hutan di Indonesia pada tahun sebelumnya mungkin saja telah menyebabkan 100.000 kematian prematur.