Ia menuturkan, penurunan debit air tak hanya karena faktor kemarau yang berkepanjangan. Ada pula faktor perambahan hutan di sekitar mata air sehingga memengaruhi berkurangnya debit.
Dari hasil temuan PDAM Jayapura, hingga tahun ini, lanjut Entis, terdapat pembukaan ladang di sekitar mata air dengan cara menebang dan membakar hutan.
”Peranan akar pada pohon sangat penting sebagai cadangan air permukaan. Selama ini PDAM Jayapura sangat mengandalkan air permukaan,” katanya.
Ia berharap masyarakat bersama tokoh adat membantu pemerintah daerah untuk menjaga kelestarian hutan. Hal ini demi menjaga agar krisis air di Jayapura tidak semakin parah.
Kepala Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BBMKG) Wilayah V Jayapura Petrus Demon Sili mengimbau masyarakat agar lebih hemat menggunakan air saat musim kemarau yang diperkirakan masih berlangsung hingga Oktober.
Masyarakat juga diminta tidak membuka ladang dengan cara membakar lahan. BBMKG Wilayah V Jayapura mendata hotspot atau titik panas di Papua terus bertambah selama dua hari terakhir. Sebanyak 38 titik panas terpantau hingga Selasa ini yang tersebar di tiga kabupaten, yakni Merauke (32 titik), Mappi (5 titik), dan Tolikara (1 titik).
Baca Juga: Siapakah Benny Wenda, Orang Papua yang Disebut Moeldoko Sebagai Dalang Kerusuhan di Bumi Cendrawasih