Menurut data kepolisian, dari 700 mahasiswa yang kembali, yang terbanyak berasal dari Manado, Sulwesi Utara sekitar 300 orang.
Rektor Universitas Cendrawasih ( Uncen) Apolo Safanpo mengatakan para mahasiswa yang sudah kembali di Papua dipastikan telah meninggalkan proses pendidikan secara periodik.
Ia mengingatkan, tidak mudah memindahkan ratusan mahasiswa ke kampus-kampus yang ada di Papua karena ada beberapa hal yang harus dipenuhi.

Mahasiswa Papua bersama Lenis Kogoya bertemu Risma di Surabaya.
"Di sini belum tentu juga mereka bisa diterima. Pertama karena daya tampung perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang ada di Tanah Papua itu sangat terbatas. Hal ini bisa dibuktikan di Uncen pada 2019 ada 12.800 calon mahasiswa yang melamar dan mengikuti tes dan seleksi, yang bisa kita tampung itu hanya 6.000 saja, walau daya tampung kami hanya 4.000," tuturnya.
Alasan lain, terang Apolo, jurusan atau program studi dari kampus asal mereka di luar Papua belum tentua sama atau tersedia di kampus-kampus yang ada di Papua. Walaupun ada program studi yang sama, tapi untuk pindah antar-universitas, harus memenuhi beberapa persyaratan teknis terkait akreditasi.
Selain itu, tahun angkatannya harus sesuai agar bisa mendapat izin akses dari Pusdapim Kemenristekdikti untuk bisa mengambil data mereka ke dalam data Uncen.
"Yang terakhir, anak-anak kita yang berkuliah di perguruan tinggi swasta di luar Papua, itu sesuai dengan aturan perundang-undangan, tidak bisa masuk di perguruan tinggi negeri," kata Apolo.
Pada 21 Agustus 2019, Majelis Rakyat Papua (MRP) sempat mengeluarkan maklumat yang berisi tentang mahasiswa Papua yang tidak merasa nyaman dan tidak ada perlindungan untuk pulang ke kampung halaman.

Sejumlah mahasiswa Papua di Jakarta yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Anti Rasisme, Kapitalisme, Kolonialisme, dan Militerisme, menggelar aksi unjuk rasa di seberang Gedung Kementerian Dalam Negeri, Jalan Medan Merdeka Utara, Kamis (22/8/2019). Mahasiswa Papua meminta Presiden Joko Widodo memas