
Catatan bangsa asing menyebut banyak pagoda di sungai kota Sriwijaya seperti Pulo Kemaro ini. Lebih
Secara sistem keagamaan, Kerajaan Sriwijaya disebut memiliki tingkat toleransi yang tinggi dengan adanya perbedaan. Justru, korupsi yang meruntuhkan kerajaan yang berdiri selama 600 tahun ini.
Sistem pajak pun telah berjalan pada masa itu. “Penguasa Sriwijaya meminta 20.000 dinar sebelum memberikan izin kepada kapal dagang Arab atau Persia untuk melanjutkan pelayaran ke Tiongkok”, tulis Buzurg Bin Shahriyar Al-Ramhurmuzi dalam Jurnal Pelayarannya: Aja’ib Al-Hind. Buzurg adalah seorang muslim yang membukukan kisah pelayaran dari para saudagar muslim.
Sistem politik dari Kerajaan Sriwijaya yaitu mendatangkan dan membagi-bagikan kembali rezeki. Oleh karenanya, memungkinkan Sriwijaya untuk bertahan selama lebih dari lima abad menurut pernyataan Herman Kulke, seorang ahli sejarah untuk Asia Tenggara dan Selatan yang berasal dari Jerman.

Kapur barus merupakan produk yang melegenda jauh sebelum masa Sriwijaya. Ilustrasi oleh Fredy Susant
Bambang Budi Utomo, seorang arkeolog, mengamati adanya korupsi menyebabkan sistem membagi-bagikan rezeki itu rusak. O. W. Wolters dalam bukunya The Fall of Sriwijaya menyebut soal korupsi itu sebagai tanda-tanda pembusukan di dalam kedatuan. Kedatuan adalah sebutan sistem monarki pemimpin dengan sebutan datu.
Peninggalan ilmu, artefak, dan kekayaan rempah dari masa lalu dapat dilihat di pameran "Kedatuan Sriwijaya, The Great Maritime Empire" bertempat di Museum Nasional. Pameran yang berlangsung sejak 4 November hingga 28 November 2017 ini memamerkan peradaban seribu tahun yang lalu.
Baca Juga: Kisah Pilu di Balik Sebuah Foto, Pasangan Kekasih Ini Dapatkan Simpati dari Warganet
Kejayaan Sriwijaya sebagai kerajaan maritim dapat dicontoh oleh Indonesia demikian pula kehidupan toleransi antar agama. Tapi, Indonesia perlu turut berkaca pula dari sebuah kerajaan besar yang runtuh karena korupsi.