Follow Us

Hukuman Kebiri Kimia Belum Bisa Dieksekusi. Apakah Penolakan Ikatan Dokter Jadi Ganjalan Utama?

Bayu Dwi Mardana Kusuma - Rabu, 28 Agustus 2019 | 07:07
Pria asal Mojokerto harus menerima hukuman kebiri kimia setelah perkosa 9 anak
Pixabay

Pria asal Mojokerto harus menerima hukuman kebiri kimia setelah perkosa 9 anak

Di persidangan diketahui, pelaku melakukan aksinya sejak 2015 dengan modus sepulang kerja mencari "mangsa" lalu memerkosa korban di tempat sepi. Dalam dakwaan disebut jumlah korban pelaku, berjumlah sembilan anak.

Pada 18 Juli, Hakim Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto pun memutus bersalah Aris melanggar Pasal 76 D juncto Pasal 81 ayat (2) UU RI nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak dengan hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp100 juta serta pidana tambahan berupa pidana kebiri kimia.

Pidana kurungan tersebut, menurut Kasi Intel Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto, Nugroho Wisnu, sesungguhnya lebih ringan dari tuntutan semula yakni 17 tahun.

"Pada putusan pertama di Pengadilan Negeri Mojokerto, terdakwa ajukan banding. Setelah banding diputus di Pengadian Tinggi Surabaya menguatkan PN. Setelah putusan di PT, terdakwa tidak lagi ajukan upaya hukum. Jadi sudah incraht atau memiliki kekuatan hukum tetap," kata Nugroho Wisnu.

Baca Juga: Mengapa Taman Kajoe Jadi Tempat Favorit Artis Gelar Pesta Pernikahan di Jakarta? Yuk, Lihat Foto-Fotonya!

Sementara itu, Juru bicara Kejaksaan Agung, Mukri, menyebut vonis kebiri kimia Aris menjadi yang pertama kali dijatuhkan oleh hakim sejak dilegalkan Presiden Joko Widodo lewat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.

Mukri mengatakan karena vonis Hakim Pengadilan Negeri Mojokerto tersebut wajib dijalankan, maka Kejaksaan akan segera menyusun petunjuk teknisnya termasuk memutuskan siapa tenaga medis yang akan melakukan hukuman kebiri kimia dengan berkoordinasi dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Koordinasi diperlukan lantaran IDI masih menyatakan menolak terlibat sebagai eksekutor karena bertentangan dengan Sumpah Dokter dan Kode Etik Kedokteran Indonesia.

"Intinya dalam hal ini, kalaupun ada statement IDI (menolak), kita akan jelaskan. Nanti kita koordinasikan lebih lanjut. Kalau mereka tidak bisa, kita gunakan tenaga kesehatan lain," ujar Mukri kepada BBC Indonesia, Senin (26/8).

"Kan di situ (Perppu) nggak disebut eksekusi menggunakan IDI," tukasnya. (BBC Indonesia)

Source : BBC Indonesia

Editor : Fotokita

Baca Lainnya

Latest