Follow Us

Kata Menteri Ini Kebakaran Hutan dan Lahan Disebabkan Oleh Manusia, Mengapa Pemerintah Selalu Gagal Mengantisipasinya?

Bayu Dwi Mardana Kusuma - Kamis, 22 Agustus 2019 | 06:31
Sejumlah petugas pemadan kebakaran PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) berusaha memadamkan kebakaran lahan gambut di Desa Penarikan Kecamatan Langgam Kabupaten Pelalawan, Riau, Minggu (28/7/2019). Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) kebakaran hutan dan lahan hingga Juli 2
ANTARA FOTO

Sejumlah petugas pemadan kebakaran PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) berusaha memadamkan kebakaran lahan gambut di Desa Penarikan Kecamatan Langgam Kabupaten Pelalawan, Riau, Minggu (28/7/2019). Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) kebakaran hutan dan lahan hingga Juli 2

Fotokita.net - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo menjelaskan hot spot kebakaran hutan dan lahan (karhutla) terparah ada di enam provinsi yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan.

Khusus pada tahun ini, kata Doni, Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi penyebab bertambah banyak hot spot, yang rata-rata meningkat 50 persen. Meski begitu, yang terbakar di NTT hanya rumput ilalang saja, sehingga asapnya bisa cepat hilang.

“Dari enam provinsi itu, luas lahan yang terbakar sampai Juli ada 135 ribu hektar, 71 ribu hektarnya di NTT. Hanya karena NTT itu yang terbakar rumput, jadi asapnya sebentar hilang. Yang menjadi masalah, gambut yang terbakar ini. Walaupun cuma 100 hektar, tapi asapnya luar biasa, jadi polutan yang ditimbulkan gambut dahsyat sekali. Inilah yang sangat membahayakan kesehatan,” ujar Doni.

Baca Juga: Kebakaran Hutan di Riau Kian Meluas, Akankah Indonesia Kembali Jadi Pengekspor Asap? Lihat Foto-foto dari Lapangan!

Api berkobar dari kebakaran lahan gambut di Desa Penarikan Kecamatan Langgam Kabupaten Pelalawan, Riau, Minggu (28/7/2019). Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) kebakaran hutan dan lahan hingga Juli 2019 luasnya lebih dari 27 ribu hektare, dan kini masih terus meluas di Kabu
ANTARA FOTO

Api berkobar dari kebakaran lahan gambut di Desa Penarikan Kecamatan Langgam Kabupaten Pelalawan, Riau, Minggu (28/7/2019). Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) kebakaran hutan dan lahan hingga Juli 2019 luasnya lebih dari 27 ribu hektare, dan kini masih terus meluas di Kabu

Ke depan, Doni berharap akan ada sanksi tegas terhadap perusahaan pelaku pembakaran hutan yaitu dengan mencabut izin usahanya, agar pembakaran hutan tidak terus berulang. Ia juga mengimbau tokoh-tokoh masyarakat di masing-masing daerah untuk mengajak dan mengedukasi masyarakat dan petani, agar mencari cara lain untuk bisa bertani. Ia mengingatkan pembakaran lahan gambut misalnya, sangat sulit dipadamkan dan asapnya berbahaya bagi kesehatan.

“Saya harap ada sanksi yang tegas, seperti mencabut izin. Karena saya katakan ini ancaman permanen. Masa setiap tahun kita begini terus, biaya keluar, tenaga habis, waktu tersita, Presiden sampai berulang kali turun tangan. Kan malu kita, masa tiap tahun begini Presiden turun tangan terus, masa kita tidak bisa selesaikan. Dari semua persoalan ini, yang paling penting bagaimana kita bersama-sama, tidak bisa pemerintah pusat saja. Pemda, semua komponen termasuk ulamanya, budayawannya, relawannya, LSM-nya, semua bergerak bersama-sama untuk menyuarakan kepada banyak pihak janganlah membakar, karena apabila dibakar apalagi lahan gambut, memadamkanya sangat-sangat susah,” jelasnya.

Baca Juga: Iklim yang Berubah, Apakah Kita Mau Berpangku Tangan Setiap Hadapi Kemarau, Kekeringan, dan Kebakaran Hutan?

Pengguna jalan menggunakan masker yang dibagikan petugas kesehatan dari Puskesmas Cot Simeureung, Kecamatan Samatiga dan Layung, Kecamatan Bubon, Kabupaten Aceh Barat, menyusul kabut asap kebakaran hutan dan lahan gambut yang sangat pekat, Kamis (1/8/2019). Selain kepada pengguna jalan, masker juga
KOMPAS.com/RAJA UMAR

Pengguna jalan menggunakan masker yang dibagikan petugas kesehatan dari Puskesmas Cot Simeureung, Kecamatan Samatiga dan Layung, Kecamatan Bubon, Kabupaten Aceh Barat, menyusul kabut asap kebakaran hutan dan lahan gambut yang sangat pekat, Kamis (1/8/2019). Selain kepada pengguna jalan, masker juga

Ia juga berharap ada upaya dari Badan Pengkajian dan Penerapan teknologi (BPPT) untuk menemukan solusi berupa teknologi pembukaan lahan pertanian atau perkebunan tanpa karhutla. Menurutnya cara tersebut nantinya dapat mengurangi karhutla di masa depan.

Berdasarkan data yang ada jumlah titik api (hot spot) kebakaran hutan dan lahan (karhutla) pada tahun ini lebih banyak dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Namun memang jumlahnya masih rendah dibandingkan dengan tahun 2015. Meski begitu, Menkopolhukam Wiranto tidak merinci jumlah hot spot yang bertambah tersebut.

“Kebakaran hutan itu, sebagian atau persentase terbesarnya karena ulah manusia. Ladang berpindah, membuka lahan dengan membakar hutan untuk bercocok tanam menghadapi musim hujan dan sebagainya ternyata itu memang bagian terbesar kenapa terjadi kebakaran hutan di beberapa wilayah,” ungkap Wiranto.

Baca Juga: Gunung Ciremai Kebakaran, Foto-foto Warganet Bawa Kita Lihat Ciremai Lebih Dekat

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto mengungkapkan 99 persen penyebab kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia adalah karena ulah manusia.

Dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Karhutla 2019 di kantor Kemenkopolhukam di Jakarta, Rabu (21/8/2019), Wiranto menjelaskan masih banyak anggota masyarakat yang menggunakan cara-cara tradisional untuk membuka lahan pertanian dan perkebunan. Salah satunya adalah dengan membakar lahan.

Sejumlah petugas pemadam kebakaran PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) berusaha memadamkan kebakaran lahan gambut di Desa Penarikan Kecamatan Langgam Kabupaten Pelalawan, Riau, Minggu (28/7/2019). Upaya Satgas Karhutla Riau untuk memadamkan kebakaran hutan dan lahan tidak bisa optimal akibat angin
ANTARA FOTO

Sejumlah petugas pemadam kebakaran PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) berusaha memadamkan kebakaran lahan gambut di Desa Penarikan Kecamatan Langgam Kabupaten Pelalawan, Riau, Minggu (28/7/2019). Upaya Satgas Karhutla Riau untuk memadamkan kebakaran hutan dan lahan tidak bisa optimal akibat angin

Guna mengatasi masalah karhutla 2019, pemerintah mempunyai beberapa cara. Wiranto menjelaskan cara yang pertama, yang paling efektif untuk memadamkan karhutla, adalah dengan hujan. Diakuinya, pada Agustus dan September, yang merupakan puncak musim kemarau, akan sulit untuk mendapatkan hujan.

Karena itu pihaknya akan bekerjasama dengan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk membuat hujan buatan. Selain itu, pemerintah juga mempersiapkan water bombing apabila hujan buatan tidak berhasil memadamkan api.

Di lapangan, kata Wiranto, setidaknya sudah ada 37 pesawat helikopter untuk mengangkut personel dan juga water bombing.

Baca Juga: Foto-foto Unik Dunia, Mana yang Jadi Favorit Kita? Kebakaran Hutan Jambi, Hukum Cambuk Aceh, Bentrok Yerusalem Atau Danau Cinta di Tengah Gurun?

Kondisi ruas Jalan Banda Aceh - Meulaboh di kawasan Kecamatan Samatiga, Aceh Barat, yang diselimuti kabut asap akibat kebaran lahan dan hutan gambut, Selasa (30/07/2019). Sebanyak lima siswa MTsN 1 Aceh Barat mengalami pingsan dan sesak napas akibat kabut asap kebakaran hutan dan lahan gambut.
KOMPAS.com/RAJA UMAR

Kondisi ruas Jalan Banda Aceh - Meulaboh di kawasan Kecamatan Samatiga, Aceh Barat, yang diselimuti kabut asap akibat kebaran lahan dan hutan gambut, Selasa (30/07/2019). Sebanyak lima siswa MTsN 1 Aceh Barat mengalami pingsan dan sesak napas akibat kabut asap kebakaran hutan dan lahan gambut.

Cara yang kedua, yang menurut Wiranto sangat penting adalah edukasi dan mengajak petani atau masyarakat untuk tidak membuka lahan dengan cara membakar lahan. Selama ini, sanksi hukum kepada para pembakar hutan dan lahan cenderung ringan, sehingga tidak memberikan efek jera. Oleh karena itu ia mengajak perusahaan atau korporasi untuk membantu masyarakat atau petani di daerah untuk meminjamkan alat-alat besarnya agar bisa membuka lahan pertanian tanpa membakar lahan.

Baca Juga: Enam Provinsi Darurat Kebakaran Hutan, Akankah Indonesia Kembali Ekspor Asap?

“Tadi disimpulkan bahwa korporasi ini kan punya traktor dan eskavator yang besar. Itu bisa diperbantukan ke masyarakat untuk tidak membakar hutan, tapi membersihkan lahan pakai alat-alat berat, ini akan kita laksanakan seperti itu,” jelasnya.

Selain itu, pemerintah juga akan kembali lebih menggalakkan dan mengaktifkan pasukan kebakaran hutan (Manggala Agni), serta melakukan koordinasi antara Manggala Agni, Pemda, TNI dan juga Polri untuk tetap bersiaga memadamkan api yang sulit dipadamkan.

Sejumlah personel TNI Koramil 09 Langgam bersama pemadam kebakaran PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) berusaha memadamkan kebakaran lahan gambut di Desa Penarikan Kecamatan Langgam Kabupaten Pelalawan, Riau, Minggu (28/7/2019). Upaya Satgas Karhutla Riau untuk memadamkan kebakaran hutan dan lahan
ANTARA FOTO

Sejumlah personel TNI Koramil 09 Langgam bersama pemadam kebakaran PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) berusaha memadamkan kebakaran lahan gambut di Desa Penarikan Kecamatan Langgam Kabupaten Pelalawan, Riau, Minggu (28/7/2019). Upaya Satgas Karhutla Riau untuk memadamkan kebakaran hutan dan lahan

Untuk penanggulangan karhutla 2019, Wiranto menyatakan dananya berasal dari dana tanggap darurat yang bisa dengan cepat dicairkan, mengingat ada ribuan personel yang dikerahkan untuk memadamkan kebakaran di banyak titik api yang tersebar di beberapa provinsi. [VOA Indonesia/gi/uh]

Foto udara kebakaran hutan di samping perkebunan kelapa sawit di kabupaten Kumpeh Ulu di Muaro Jambi, provinsi Jambi.
Antara Foto/Reuters/VOA Indonesia

Foto udara kebakaran hutan di samping perkebunan kelapa sawit di kabupaten Kumpeh Ulu di Muaro Jambi, provinsi Jambi.

Source : VOA Indonesia

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya

Latest