Follow Us

Patut Dicoba Fotografi Batik Khas Cepu - Blora. Dijamin Bisa Ketagihan

- Selasa, 09 April 2019 | 06:00
Total pembatik di sini adalah 18 orang.
Rosa Panggabean

Total pembatik di sini adalah 18 orang.

Fotokita.net - Di balik motif-motif tidak biasa nan kreatif ini, ada sosok Sulasno. Pria yang bekerja sebagai insinyur mesin di sebuah hotel ternama di Cepu ini menjadi otak dari berbagai motif yang pernah diproduksi Batik Pratiwi Krajan. Sudah ada lebih dari 200 motif yang ia hasilkan, termasuk motif yang sudah dipatenkan di atas dan motif pompa angguk kuno atau "pumpjack" yang juga merupakan tengara nol kilometer 'kota minyak' Cepu.

Sulasno mengaku inspirasi mendesain datang dari kegiatannya berjalan keliling kota, belajar motif batik tradisional, dan pakem-pakemnya. Ia tidak menahan diri dalam mengeksplorasi dan memadupadankan motif tradisional dan baru.

"Batik itu fleksibel," tutur Sulasno saat menceritakan kegiatan favoritnya selama lima tahun belakangan ini. Ia bahkan turut mengikuti pelatihan peningkatan kapasitas bersama kelompok Batik Pratiwi Krajan. Terakhir, bersama para pembatik dan Nunu, mereka sempat belajar tentang desain dan isen-isen atau isian di Museum Batik Jogja.

Nunu sendiri jatuh cinta pada batik saat ia belajar menyanting untuk pertama kalinya pada 2012 silam. Kala itu ia bersama para ibu di desanya diundang mengikuti pelatihan membatik yang diadakan di Kelurahan Ngelo.

Baca Juga : Menimba Ilmu Alam di Kawasan Penanaman Cemara Laut dan Mangrove

“Menyanting itu mirip dengan mengarsir gambar. Kegiatan ini membuat saya fokus sampai lupa dengan waktu.” Nunu sudah membayangkan membatik sebagai kegiatan yang akan ia lakukan untuk mengisi masa pensiunnya. Inilah yang membuat dia semangat mengembangkan kerja kelompok batiknya.

Rosa Panggabean

Tahun pertama kelompok batik yang terletak di RT5/RW1 tidak semulus seperti yang tampak saat ini. Tim awal berlima sempat menyusut menjadi tiga orang lantaran tidak ada pemasukan sama sekali. Sekarang sudah ada 18 orang dengan honor per bulan sekitar Rp500.000 – Rp1.000.000 untuk 36 jam per 6 hari kerja.

Pada awalnya kelompok batik ini hanya untuk ibu-ibu dari Kelurahan Ngelo saja. Namun kini sudah menaungi dua pembatik asal kelurahan sebelah, Karangboyo. Dengan pasar mencakup seluruh Indonesia, omzet Batik Pratiwi Krajan saat ini mencapai sekitar 20 juta per bulan.

Pemasaran batiknya dilakukan secara langsung di lokasi maupun via media sosial, seperti WhatsApp, akun Instagram dan akun personal Facebook. Meski demikian Nunu mengaku belum optimal dalam memasarkan batiknya secara digital melalui media sosial ataupun market place.

Baca Juga : Desa Warna-warni Cantik Ini Bisa Jadi Lokasi Fotografi di Ogan Ilir

Semburat merah muncul tiap kali kuas itu menyapu kain putih. Para pembatik dengan lihai menghindari bagian yang sudah dicanting dengan malam. Mata saya terbelalak ketika melihat motif keseluruhan dari batik yang sedang dicolet—teknik pewarnaan batik dengan kuas—tersebut.

Source : nationalgeographic.co.id

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya

Latest