Follow Us

Menimba Ilmu Alam di Kawasan Penanaman Cemara Laut dan Mangrove

Agni Malagina - Jumat, 01 Februari 2019 | 07:15
Belajar tidak harus selalu di kelas.
Agoes Rudianto

Belajar tidak harus selalu di kelas.

Fotokita.net - Comel celoteh dua puluh orang siswa kelas empat SD Labuhan bersautan terdengar mendekati kami yang sedang bersantai menikmati semilir air laut pagi hari di kawasan Penanaman Cemara Laut dan Mangrove, Desa Labuhan, Kecamatan Sepulu, Kabupaten Bangkalan. Mereka mengenakan seragam olah raga berwarna merah serta berlarian sambil membawa tanaman bercucuk lunak, semacam rumput yang telah mengering. Warga di Labuhan menyebutnya Jek Lanjek, biasanya digunakan dalam balapan Jek Lanjek jika angin pantai sedang kencang.

Pagi itu mereka mendatangi wilayah penanaman bakau dan cemara laut binaan PT. PERTAMINA HULU ENERGI WEST MADURA OFFSHORE (PHE WMO). Guru pendampingnya, Kafiyati tersenyum lebar sambil melambaikan tangannya pada anak-anak untuk meminta mereka duduk. Sambil menunggu pendamping kegiatan pagi itu, Sahril datang untuk mengajak mereka menanam bakau di Taman Pendidikan Mangrove Desa Labuhan.

Baca Juga : Deretan Foto Udara Ini Bikin Kita Melongo Soal Banjir Makassar

Taman Pendidikan Mangrove Desa Labuhan berdiri pada tahun 2017. Programnya sudah disusun oleh Kelompok Tani Mangrove ‘Cemara Sejahtera’ bersama PHE WMO sejak tahun 2016. Bersamaan dengan itu, PHE WMO sendiri telah membangun beberapa fasilitas, seperti rumah kayu saung untuk aula pertemuan, toilet, perpustakaan, mushala, menara pantau, trekking area, kios pedagang, arboretum mangrove-cemara laut, kios-kios pedagang, kandang kambing, kawasan budidaya kepiting soka, tempat pembibitan, dan pertanian pepaya Callina. Dengan sarana prasarana ini, kelompok yang digawangi oleh Sahril dan Supriyadi (kepala desa Labuhan) bersama rekan-rekannya telah menjalankan kegiatan konservasi lingkungan dan layanan pariwisata secara bersamaan. Kegiatan mereka terus mendapat pendampingan dari PHE WMO.

Belajar langsung di alam
Agoes Rudianto

Belajar langsung di alam

Amarullah, Gresik Field External and Community Development Senior Officer yang turun ke lapangan bersama rekan-rekannya menyebutkan bahwa warga komunitas bakau Labuhan berproses terus dalam rangka penyelamatan kawasan pantai utara Labuhan. “Saya menyaksikan mereka berproses dan pemikiran tentang lingkungan itu berubah. Sejak 2016 itu warga dan PHE berproses. Pemahaman soal pelestarian lingkungan dan kualitas hidup mereka membaik,” ujar pria yang akrab disapa Amar. Saking seringnya bolak-balik dan berinteraksi dengan warga, nama Amar dan beberapa rekannya tampak terpatri dalam benak beberapa warga yang kami temui secara acak. Penanaman bakau Labuhan rupanya berdampak pada peningkatan usaha pembibitan bakau oleh warga setempat maupun PHE WMO.

Salah satu dinding kantor PHE WMO Gresik terdapat rak-rak berisi vas jenjang dengan tanaman bakau semampai bermedia tanam gel. Rupanya mereka memiliki program bertajuk MIO, Mangrove in Office yang mereka kembangkan sejak tahun 2013. Program ini berfungsi sebagai kampanye pembibitan bakau yang dapat dilakukan di area perkantoran dengan perawatan air payau atau air tawar, pupuk cair, dan mudah dikembangkan untuk kemudian bisa dikembalikan ke habitat aslinya. Mereka bahkan mengajukan paten MIO jenis Bruguiera gymnorrhiza (putut) tahun 2016 dan mendapat paten pada tahun 2017 dengan nomor hak paten P 00 2016 07760.

Matahari mulai meninggi, udara panas mulai terasa di kulit. Anak-anak kelas empat SD Labuhan tampak ceria berbaris dan membuat lingkaran besar sambil menyebutkan nama mereka. Kami dan Ibu Guru Kafiyati turut bergandengan tangan dengan mereka. Menggenggam tangan-tangan mungil itu membuat kami bersemangat mengikuti kegiatan mereka bersama Pak Sahril sang ‘local champion’.

Belajar langsung di lapangan
Agoes Rudianto

Belajar langsung di lapangan

Pria kelahiran tahun 1971 itu berdiri di dalam lingkaran dengan senyum mengembang. Ia memberi aba-aba pada anak-anak untuk memperhatikan cara menanam bibit bakau. Keceriaan berlanjut saat Sahril mengajak anak-anak meniti pelantar kayu yang dibangun di kawasan TPM Labuhan. Tak lama bercengkerama, mereka kembali berlarian menuju tempat penanaman bakau.

Dipandu oleh Sahril, mereka mula menancapkan bibit yang mereka pegang. Sang guru menyebutkan bahwa mereka biasanya rutin mengunjungi kawasan TPM. “Biasanya setiap Jumat pagi, anak-anak sekalian olah raga. Kadang satu sekolahan kami ke TPM,” ujar Kafiyati yang mengaku kini sangat jarang mengunjungi pantai timur Labuhan. “Sekarang lebih dekat ke pantai barat, anak-anak bisa bermain dan ikut menanam mangrove juga di sana. Malah hampir setiap pagi kami olah raga di sana,” ujar Kafiyati.

Source : nationalgeographic.co.id

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya

Latest