Follow Us

Lika-liku Nelayan Maluku Utara yang Tangkap Ikan dengan Tradisi

- Jumat, 22 Februari 2019 | 23:50
Lika-liku Nelayan Maluku Utara yang Tangkap Ikan dengan Tradisi
Feri Latief

Fotokita.net - Fotografer Feri Latief mengisahkan petualanganya di Maluku Utara. Ia bergabung dengan warga nelayan untuk menangkap ikan dengan tradisi.

Lewat lensanya, ia melaporkan hasil pandangan matanya.

Berikut petikannya:

Pukul 03.00 WIT, saya dibangunkan oleh Ridwan Sarian (29), nelayan yang rumahnya saya tinggali di Pulau Makian (baca: Makeang), Maluku Utara.

“Jadi ikut pajeko?” Tanya Ridwan sambil membangunkan saya. Seketika saya terbangun dan bergegas untuk cuci muka, sebelum berangkat ke pantai Rabutdayo, di mana perahu pajeko yang ingin saya naiki sedang disiapkan. Perahu akan menyisir laut sekitar pulau untuk menangkap ikan.

Baca Juga : Foto Masjid Hancur Ini Bikin Kita Kutuk Perang Saudara di Suriah

Bangun pada pukul 03.00 bukanlah hal yang baru bagi nelayan pajeko. Walau tidak dilakukan setiap hari, namun mereka terbiasa ketika musim menangkap ikan—tiga kali setahun—datang, yakni pada bulan Agustus hingga Oktober.

Sebenarnya pajeko adalah nama perahu nelayan Indonesia timur. Namun kemudian nama Pajeko juga digunakan untuk menyebut kegiatan nelayan menangkap ikan dengan perahu tersebut.

Feri Latief

Perahu dengan panjang 18 meter dan lebar 4 meter ini digerakan dengan empat motor tempel di buritan. Perahu yang cukup besar dan dapat memuat 17 hingga 20 orang, termasuk saya di dalamnya yang penasaran dengan cara menangkap ikan di pajeko.

Rupanya pajeko berlayar tidak sendiri. Sebuah perahu cepat berukuran kecil mengiringi pajeko sambil menarik rompong, yaitu sejenis rakit kecil yang digunakan nelayan untuk mengamati ikan.

Baca Juga : Tradisi Indonesia yang Terus Bertahan dalam Era Industri 4.0

Tak lama kemudian sekitar pukul 04.00 WIT kami sudah sampai di lokasi penangkapan. Perahu cepat menarik rompong yang diatasnya sudah terdapat seorang nelayan untuk mengamati pergerakan ikan di bawah. Tidak hanya mengamati, nelayan ini juga akan memberi arahan kepada awak pajeko dan perahu cepat.

Feri Latief

Lampu senter di atas rompong pun dinyalakan, tujuannya adalah untuk menarik perhatian ikan. Sambil menunggu, pajeko dan perahu cepat pun mengamati dari jauh dengan mesin kapal dalam keadaan mati. Mereka menunggu aba-aba dari nelayan yang berada di rompong.

Proses menunggu ini terasa lama. Sudah lebih dari satu jam kami menunggu sambil terombang-ambing. Suasa saat itu sangat sunyi, bahkan hampir semua orang saat itu tertidur. Sesekali suara ngorok terdengar.

Baca Juga : Deretan Foto Orang Rimba Ini yang Mengetuk Hati Calon Presiden Kita

Kemudian nelayan rompong berteriak, “Jaga!”. Semua awak kapal pun saling membangunkan. Mesin kapal dengan segera dihidupkan. Pajeko bergerak mengelilingi rompong sambil melepas jaring. Gerakan kapan yang melingkar ini kemudian menjebak ikan agar tidak mudah untuk lari.

Feri Latief

Sejalan dengan pajeko, kapal kecil kemudian menarik tambang untuk mengerucutkan dasar jala hingga terikat. Ikan yang terjebak tadi pun sudah tidak dapat lagi melarikan diri.

Jala ditarik secara bersama-sama. Banyaknya ikan membuat semua awak kapal saling membantu menaruk jala. Ikan yang terkumpul di tengah jala semakin lama semakin terlihat. Awak kapal yang lain langsung mengeluarkan jaring serok untuk mengambil ikan yang sudah terkumpul.

Baca Juga : Lihat Foto-foto Malam Munajat 212 Agar Pemilu Berjalan Damai

Ikan yang sudah tertangkap pun dipindahkan ke perahu kecil untuk segera dijual ke Pulau Halmahera. Sebagian ikan ditinggal di pajeko, untuk dibagikan kepada awak kapal sebagai upah harian mereka.

Feri Latief

Feri Latief

Lantas, ikan apa saja yang berhasil mereka tangkap? Tongkol atau Komo dalam bahasa lokal, Sihiri, dan Kembung mengisi jaring mereka. Semua awak kapal mendapat bagian yang sama. Setelah itu pajeko langsung bertolak untuk pulang.

Ketika merapat di Rabutdayo, waktu menunjukan pukul 7:00 WIT. Artinya keseluruhan proses ini hanya memakan waktu tiga setengah jam. Para nelayan hanya sekali melepas jala, setelah itu pulang.

Baca Juga : Foto-foto Ini Paparkan Kisah Sukes Desa Doudo Terlepas dari Kekeringan

Hasil hari itu lumayan banyak dan menjanjikan. Satu ton ikan berhasil ditangkap. Kalau dipilah ke dalam keranjang, tangkapan hari itu mencapai delapan hingga sepuluh keranjang. Satu keranjang akan dibeli oleh pengepul dengan harga satu juta rupiah.

Feri Latief

Feri Latief

Mama pedagang ikan sudah menunggu untuk membeli ikan milik awak kapal. Hari ini mereka menjual enam ekor ikan dengan harga Rp10.000. Kalau ikan dagangan sedang banyak, harga yang sama dapat menebus 12 ekor ikan. Setiap nelayan pada akhirnya mendapat Rp100.000 hingga Rp200.000.

Pedagang ikan kemudian menjual ikan tadi ke kampung-kampung sekitar dengan harga dua kali lipat. Transaksi seperti itu terus berlangsung setiap hari dalam musim menangkap ikan.

Ridwan mengungkapkan bahwa tidak jarang mereka pulang dengan sedikit ikan, atautanpa hasil sama sekali. Namun kondisi yang berlawanan juga dapat terjadi. “Kita pernah dapat sampai 14 ton,” ucap Ridwan dengan bangga.

Baca Juga : Bikin Hasil Keren Seperti Kamera DSLR, Begini Tips Motret Pakai Hape

Sudah seharusnya Ridwan bangga, sebagai bangsa bahari, kita memang harus berbangga atas kekayaan laut kita. Tentu bangga saja tidak cukup, menjaga dan melestarikannya juga menjadi hal yang penting.

Feri Latief

Feri Latief

Penulis dan Fotografer: Feri Latief

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya

Latest