Fotokita.net - Aksi blusukan malah bikin tunawisma tambah banyak, Mensos Risma diminta lakukan ini agar tak dituding pencitraan.
Aksi blusukan Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini jadi perbincangan publik akhir-akhir ini.
Tak tanggung-tanggung, turut Risma menawarkan rumah ke tunawisma saat Risma blusukan ke beberapa lokasi.
Hari pertama berdinas, Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini blusukan, pada Senin (28/12/2020).
Diketahui, Tri Rismaharini blusukan dan menemui seorang pemulung di sekitar kawasan aliran Sungai Ciliwung, tepat di belakang Kantor Kementerian Sosial (Kemensos).
Saat itu Tri Rismaharini atau akrab disapa Risma berbincang dengan pemulung yang ketika itu tengah membawa gerobak bersama istrinya.
Sejak blusukan Risma ramai diperbincangkan publik, kini tunawisma di Jakarta Pusat mulai marak ditemui, Rabu (6/1/2020).
Setelah aksi blusukan Mensos Risma blusukan menemui tunawisma di beberapa ruas jalan di Jakarta, beberapa tunawisma mulai marak terlihat di jalanan Ibu Kota.
Pantauan Wartakotalive.com, di Jalan Salemba hingga jalan Kramat Raya, Senen, Jakarta Pusat, beberapa gerobak berhenti di pinggir jalan.
Ada pula tunawisma yang hanya duduk sambil membawa karung.
Meski tidak bergerombol, para tunawisma muda ditemukan di sejumlah ruas jalan tersebut.
Beberapa dari mereka ada membawa gerobak dengan muatan kardus-kardus di dalam gerobak itu.
Tak hanya di ruas jalan Kramat Raya dan Salemba, para tunawisma juga terlihat di sekitar Gereja Katedral, Sawah Besar.
Ada sekitaran lima orang tunawisma yang duduk di trotoar, ada beberapa dari mereka juga membawa gerobak.
Menyikapi hal itu, Kepala Suku Dinas Sosial (Kasudinsos) Jakarta Pusat, Ngapuli Parangin-angin tak menampik soal keberadaan tunawisma di Jakarta Pusat.
Ia bahkan membenarkan jika kini fenomena tunawisma di Jakarta Pusat mulai marak beberapa akhir minggu ini.
"Kita tidak tahu ada apa ini, tiba-tiba banyak kan. Jadi tanda tanya juga. Jadi pertanyaan juga," ungkapnya Ngapuli Parangin-angin, Rabu (6/1/2021).
Ngapuli tak bisa menuding maraknya fenomena tunawisma, dampak dari blusukan Mensos Risma.
Apalagi dalam blusukan itu Risma menjanjikan tempat penampungan bagi para tunawisma.
"Ini agak curiga apakah informasi seperti itu orang yang dari luar Jakarta pada datang ke Jakarta sama kayak Lebaran," katanya.
Baca Juga: Ikuti Perintah Megawati, Begini Nasib Bansos Covid-19 Usai Risma Ditunjuk Jadi Menteri Sosial
Meski begitu, Sudin Sosial Jakarta Pusat kini tengah berkoordinasi dengan Satpol PP.
Koordinasi itu untuk melakukan penyisiran wilayah secara rutin.
Bahkan tadi malam pihaknya juga melakukan penjangkauan terhadap 29 Tunawisma.
Hari pertama berdinas sebagai Menteri Sosial, Tri Rismahirini alias Risma menemui seorang pemulung di kawasan aliran Sungai Ciliwung, belakang kantor Kementerian Sosial.
Ngapuli, tak dapat memastikan apakah para Tunawisma tersbeut datang dari luar Jakarta atau telah dikoordinir oleh oknum.
Saat ini pihaknya masih melakukan assesment kepada para Tunawisma yang sempat dijangkau tadi malam.
"Saya ngak berani ngomong sebelum lakukan assesment. Karena kita masih telusuri nanti hasil assesmentnya pasti ke baca, kenapa mereka dan ada apa. Saat ini belum bisa simpulkan," ucapnya.
Sementara itu, kata kunci"Bu Risma" menjadi topik pembicaraan dan trending di Twitter Indonesia pada Rabu (6/1/2021).
Setidaknya hingga Rabu siang pukul 14.00 WIB, sudah ada lebih dari 13,8 ribu cuitan yang menggunakan "Bu Risma" dalam unggahannya.
Pembicaraan ini ternyata membahas soal pro-kontra blusukan yang dilakukan mantan Wali Kota Surabaya dua periode, Tri Rismaharini, yang kini menjabat sebagai Menteri Sosial.
Diketahui, semenjak dilantik menjadi menteri kabinet, Risma memang sudah beberapa kali melakukan blusukan di seputar wilayah DKI Jakarta.
Dituding berlebihan
Namun, Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta Mujiyono menilai aksi blusukan yang dilakukan oleh Risma sebagai sesuatu yang berlebihan.
"Jangan lebay aja, dikemas berlebihan norak jadinya. Yang dilakukan bu Risma termasuk kategori berlebihan," ujar Mujiyono saat dihubungi, Selasa (5/1/2021).
Sementara itu Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto membela blusukan yang dilakukan kader partainya itu.
Menurut Hasto blusukan yang dilakukan Risma menunjukkan kepemimpinan yang merakyat.
"Bu Risma juga kan belum lama dilantik, jadi karakter kepemimpinan Bu Risma setiap kunjungan ke daerah itu turun dan menyapa rakyat khususnya mereka yang miskin yang terpinggirkan yang diperlakukan tidak adil," kata Hasto.
Kata warganet
Selain itu, netizen pun ramai membicarakannya di lini masa media sosial, ada yang pro,ada juga kontra.
Tanggapan pro Risma salah satunya ditunjukkan oleh akun @matheo_ardhitio.
"Baru jg 2 minggu udah dinyinyirin harusnya seluruh Indonesia. Tp kalau pun kmrn BU Risma langsung ninjau perbatasan, NTT, atau Papua, pasti dinynyirin lg: baru menjabat udah keliling jalan2. Emang sih sebagian org itu cm bs melihat keburukan," tulis dia.
Sementara salah satu tanggapan bernilai kontra disampaikan oleh akun @sihezan.
"Mungkin Bu Risma masih terbawa ritme waktu masih jadi walikota yang keliling kota dan bagi bagi nasi kotak. Sementara sekarang udah jadi menteri yang skalanya nasional. Biarlah yang keliling kota itu walikota atau gubernur biar lahan pencitraannya jangan dimakan juga," tulisnya.
Gaya kepemimpinan
Pakar politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno menilai apa yang dilakukan Risma sebagai sesuatu yang memang sesuai dengan gaya kepemimpinannya selama ini.
Adi menolak jika Risma sedang melakukan pencitraan di DKI Jakarta dengan aksi blusukannya itu.
"Harus dipahami style Bu Risma dari Surabaya memang blusukan, jadi kalau sekarang blusukan ya saya kira itu bawaan dari kepemimpinan Bu Risma," sebut Adi saat dihubungi via telepon, Rabu (6/1/2021).
Namun, Adi yang juga Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia menilai jika ada sangkaan pencitraan terhadap aksi blusukan politisi adalah hal yang wajar.
Hal itu dikarenakan selama ini banyak tokoh politik atau pejabat publik yang melakukan hal yang sama, namun tidak muncul hasil konkret atas aksi blusukannya itu.
"Karena sering kali hanya sesaat, di blow up di media, setelah itu tidak ada orang yang membicarakannya lagi," ungkap Adi.
Magnet publik
Di sisi lain, ia juga menganggap sosok Mensos yang satu ini memang sudah lama menjadi magnet di masyarakat.
Banyak hal yang ia kerjakan mampu menarik perhatian baik media maupun publik.
"Terlepas dari apapun Bu Risma memang sudah terlanjur menjadi pembicaraan," sebut Adi.
Saat Risma menjabat Wali Kota Surabaya, ia pernah marah dan menangis saat Taman Bungkul rusak pasca digelarnya sebuah even produk.
Baca Juga: Terekam Jelas di Kamera CCTV, Ini Alasan Polisi Diam Saja Saat Karyawan Hotel Dipukuli 7 Tamu Mabuk
Risma juga tampil di barisan depan memperbaiki jalan di sekitar Gubeng yang amblas beberapa waktu lalu, padahal kondisinya tengah sakit dan duduk di atas kursi roda.
Di momentum lain, Risma yang bersujud di hadapan sejumlah dokter saat kasus Covid-19 di Surabaya melonjak juga viral.
Agar tidak disebut pencitraan
Adi menyebut ada beberapa hal kunci yang bisa menjadikan aksi-aksi para pejabat atau politisi, termasuk Risma, tidak lagi disebut pencitraan.
Melakukan aksi yang terukur
Menurut Adi, ketika pejabat melakukan blusukan harus terukur. Artinya dengan blusukan, seperti yang dilakukan Risma, minimal mendata, mendeteksi kelompok-kelompok miskin, pengangguran, dan diambil tindakan.
Setelah data dan informasi terkumpul, pejabat publik bisa menganalisis dan menentukan kebijakan yang tepat untuk mengatasi kondisi yang ada.
Dengan begitu, blusukan yang dilakukan bisa menghasilkan sesuatu yang manfaatnya dirasakan oleh publik.
Jika tidak ada langkah konkret yang dihasilkan pasca melakukan aksi blusukan atau sejenisnya, maka pasti aksi tersebut hanya akan berakhir dengan tudingan pencitraan.
"Jangan sekedar blusukan, jadi harus ada solusi. Minimal orang nganggur sudah enggak nganggur, orang miskin bisa dikurangi," ujar dia.
Memperluas jangkauan wilayah blusukan
Agar tidak dituding pencitraan di DKI Jakarta, Risma perlu blusukan tidak hanya di sekitar Jakarta, tapi juga di titik-titik terluar di Indonesia.
Ini wajar mengingat posisinya saat ini sudah bukan lagi sebagai pemimpin tertinggi suatu kota, namun seorang menteri di kabinet pemerintahan pusat.
"Bu Risma akan terus dibilang pencitraan kalau ngomong dengan dengan pemulung, kelompok miskin kota ini di Thamrin, di Jakarta. Kalau mau blusukan di seluruh Indonesia, jadi blusukannya harus diperluas, jangan hanya di Jakarta," jelas Adi.
Ia mencontohkan beberapa wilayah seperti Papua dan Nusa Tenggara Timur yang selama ini memiliki kondisi cukup tertinggal jika dibanding wilayah lain di Tanah Air.
Baca Juga: Tahun Sudah Berganti, Iuran Kelas 3 Resmi Naik, Ini Rincian Tarif BPJS Kesehatan di 2021
Selain kondisinya tertinggal, di wilayah-wilayah itu juga pemberitaan media tidak seramai di kota-kota besar apalagi Jakarta.
"Bu Risma akan terus disebut sebagai pencitraan selama tidak ada langkah-langkah konkrit setelah blusukannya itu," ujar Adi.
(Sumber: Wartakotalive.com/Kompas.com)