Indonesia Bangga Masuk Kategori Negara Berpenghasilan Menengah Ke Atas, Warga di Daerah Ini Beli Mi Instan dengan 2 Gram Emas: 'Tuhan Berikan Hasil Emas Bagi Kami'

Sabtu, 04 Juli 2020 | 17:08
ANTARA/Musa Abubar

Wilayah Maining 33 salah satu lokasi tambang rakyat di Korowai, Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua.

Fotokita.net -Beberapa waktu lalu Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian kembali mengeluarkan pernyataan terkait isu pemekaran provinsi di Papua.

Iya menegaskan bila sejauh ini pemerintah baru dalam tahap menampung aspirasi masyarakat.

"Pemekaran belum ada rencana, kita baru menerima aspirasi dari Pengunungan Tengah, dari Papua Tengah sudah masuk," ujarnya di Jayapura, Minggu (1/12/2019).

Baca Juga: Suasana Sidang Sontak Bergemuruh, Begini Respon Anak Hakim PN Medan Saat Ketua Majelis Hakim Ketok Palu Vonis Hukuman Mati Buat Ibu Sambungnya

Khusus Papua Selatan yang sempat disebut Tito paling siap dimekarkan, justru hingga kini pengajuan secara tertulis belum diterimanya.

"Papua Selatan baru lisan tapi belum tertulis, kita ingin melihat kajian tertulis," cetus dia.

Isu pemekaran provinsi di Papua masih terus menimbulkan pro dan kontra.

Baca Juga: Lagi-lagi Kalahkan Malaysia dengan Telak, Anak Buah Jokowi Kaget Saat Bank Dunia Naikkan Status Indonesia Jadi Negara Menengah ke Atas di Tengah Wabah Corona, Begini Faktanya

Wilayah Papua selalu menarik perhatian. Maklum saat ini dua provinsi yang ada, Papua dan Papua Barat, masih sangat dirasakan kurang untuk menampung aspirasi warga dan membangun wilayah di Pulau Nugini itu.

Bentang alam Papua yang dikelilingi gunung dan belantara membuat warga kesulitan dalam mendapatkan kebutuhan pokoknya. Kalaupun ada, harganya selangit hingga bikin geleng-geleng kepala orang Jakarta.

Keinginan Bupati Pegunungan Bintang Costan Oktemka agar daerahnya bergabung dengan provinsi Papua Selatan sebagai provinsi baru pun mendapat tanggapan beragam.

Namun Costan memastikan keinginan tersebut belum berubah karena meski kabupatennya berada di kawasan pegunungan, namun akses transportasinya lebih dekat ke wilayah Selatan Papua.

"Ada pihak-pihak yang menolak Pegunungan Bintang masuk Provinsi Papua Selatan. Kami juga butuh percepatan pembangunan seperti daerah lain," kata dia melalui sambungan telepon, Selasa (3/12/2019).

Baca Juga: Istri Hakim PN Medan Menangis Saat Bacakan Pembelaan, Majelis Hakim yang Tampak Emosi Akhirnya Jatuhkan Vonis Mati Buat Zuraida Hanum, Otak Pembunuhan Suaminya Sendiri

Ia memaklumi bila ada pihak lain yang menganggap keinginannya masuk ke Papua Selatan adalah hal yang keliru dari aspek budaya.

Pegunungan Bintang dianggap masuk ke dalam wilayah adat Lapago yang dalam usulan pemekaran masuk ke dalam Provinsi Pegunungan Tengah.

Baca Juga: Pasukan TNI Berhasil Gagalkan Kontak Senjata Lebanon dan Israel, Tokoh Legendaris Hizbullah Ini Diyakini Bisa Lenyapkan Kekuatan Zionis dari Muka Bumi, Rupanya Dia Begitu Benci Gegara Hal Ini

(dok. Pendam XVII/Cenderawasih)
(dok. Pendam XVII/Cenderawasih)

Titik jatuhnya Helikopter MI-17 milik TNI AD yang hilang kontak di Pegunungan Bintang, Papua, Senin (10/02/2020).

"Kami memang kebetulan berada di pegunungan ada kesamaan, tetapi kami juga punya kesamaan dengan saudara kami di bagian selatan," kata dia.

"Saya pikir ini bukan masalah kesamaan tetapi ini tentang percepatan pembangunan, aksesibilitas."

Baca Juga: Dulu Punya Prestasi Mentereng Hingga Fotonya Jadi Viral, Mantan Menteri Jokowi Ini Jadi Petani Sayur di Antara Hutan Beton Jakarta, Sebentar Lagi Duduki Posisi Bergengsi di Perusahaan Mutinasional

Costan juga mengakui ada penolakan dari beberapa tokoh yang ada di Papua Selatan, namun ia mengingatkan bila untuk mengusulkan pemekaran sebuah provinsi, minimal dibutuhkan lima kabupaten/kota.

Di luar Pegunungan Bintang, wilayah yang masuk rencana pemekaran Papua Selatan adalah Kabupaten Merauke, Asmat, Mappi dan Boven Digoel.

Baca Juga: Kabar Baik Buat Abdi Negara, Anak Buah Jokowi Umumkan Besaran Gaji ke-13 untuk PNS Golongan I Sampai IV, Lantas Kapan Cairnya?

"Kehadiran Pegunungan Bintang sangat penting bagi pembentukan Provinsi Papua Selatan karena sesuai aturan kalau hanya 4 kabupaten tidak cukup sehingga Pegunungan Bintang merupakan solusinya," tutur Costan.

Dari sisi aksesbilitas itulah yang membuat ia ingin bergabung ke Papua Selatan karena faktor tersebut yang bisa membawa percepatan pembangunan bagi Pegunungan Bintang.

"Kami butuh provinsi ini untuk mempercepat pembangunan di daerah kami karena aksesnya lebih mudah di banding ke wilayah Papua di bagian lain," kata dia.

Costan juga mengaku telah berkomunikasi dan bersepakat dengan 4 bupati lain di wilayah selatan.

Dalam kesepakatan tersebut, mereka membentuk tim yang akan mengkaji dan mengusulkan pemekaran Provinsi Papua Selatan.

Baca Juga: Terima Laporan Penyebab Tingginya Kasus Corona di Jawa Timur, Jokowi Peringkatkan Khofifah, Tapi Presiden Kepergok Kenakan Alat Ini Saat Blusukan ke Pasar Banyuwangi

Masyarakat suku Korowai sangat bergantung pada penambangan emas tradisional yang berada di wilayah Korowai, Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua.

Meski berada di Kabupaten Pegunungan Bintang, wilayah Korowai diapit empat kabupaten lain, yakni Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Asmat, Kabupaten Boven Digoel, dan Kabupaten Mappi.

Namun, akses transportasi ke wilayah terisolasi itu sangat terbatas. Pilihan tercepat menggunakan helikopter dari Kabupaten Boven Digoel.

Butuh waktu sekitar satu jam penerbangan mencapai wilayah itu.

Baca Juga: Bikin Kaget! Warga di Daerah Ini Biasa Beli Mi Instan dengan Emas, Ternyata Begini Cerita Sebenarnya

Atau, warga bisa menggunakan logboat dari Boven Digoel selama satu hari perjalanan.

Kemudian, dilanjutkan berjalan kaki selama dua hari perjalanan menuju kawasan penambangan rakyat Korowai.

Lokasi yang terisolasi membuat harga bahan pokok di kawasan itu cukup mahal. Di kawasan tambang emas tradisional di Korowai, tepatnya di Mining 33, Distrik Kawinggon, Pegunungan Bintang, harga satu karung beras berukuran 10 kilogram mencapai Rp 2 juta.

"Beras 10 kilogram itu emas empat gram. Kalau dibeli dengan uang, satu karung itu harganya Rp 2 juta," kata salah satu pengelola Koperasi Kawe Senggaup Mining Hengki Yaluwo di Korowai, seperti dikutip Antara, Rabu (1/7/2020).

Hengki menyebutkan, harga beras tersebut hampir sama di puluhan lokasi tambang rakyat lainnya di wilayah Korowai.

Baca Juga: Wilayah Tinggalnya Dikelilingi Pepohonan Lebat dan Gunung, Ternyata Warga Daerah Ini Beli Mi Instan dengan Emas: 'Bertahun-tahun Pemerintah Tak Pernah Membangun'

Tak cuma beras yang mahal, harga mi instan dan bahan pokok lainnya juga tinggi. Satu kardus mi instan dijual seharga Rp 1 juta.

"Mi instan satu karton kalau ditukar dengan emas itu, dua gram, satu karton Rp 1 juta, satu bungkus Rp 25.000," kata Hengki.

Sementara itu, ikan kaleng berukuran besar dijual seharga Rp 150.000. Harga kebutuhan lain juga tinggi.

Hengki mencontohkan ponsel yang dibanderol per gram emas. Menurut dia, ponsel tergantung merek dijual seharga 10 gram sampai 25 gram emas.

Wilayah Korowai, Kabupaten Pegunungan Bintang, masih terisolasi dan tertinggal. Kawasan itu tak tersentuh pembangunan pemerintah.

Salah satu pemilik Dusun Kali Dairam Korowai di Mining 33, Ben Yarik, mengatakan, suku Korowai merupakan penghuni asli kawasan itu.

Baca Juga: Lagi-lagi Kalahkan Malaysia dengan Telak, Anak Buah Jokowi Kaget Saat Bank Dunia Naikkan Status Indonesia Jadi Negara Menengah ke Atas di Tengah Wabah Corona, Begini Faktanya

"Bertahun-tahun pemerintah tidak pernah membangun Korowai, Tuhan yang memberikan hasil emas bagi kami, sehingga kami bisa menambang dan membantu kami," kata Ben.

Ben mengatakan, tambang emas tradisional merupakan salah satu mata pencarian masyarakat setempat.

Ia berharap pemerintah tak menutup penambangan tradisional itu. Sebab, kawasan tambang tradisional itu menghidupi ekonomi masyarakat sekitar.

"Kasihan ini, banyak masyarakat tidak lagi diperhatikan dan terus tertinggal. Selagi masih ada emas yang menjamin," ujarnya.

(Kompas.com)

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma