Nelayan Indonesia Disandera Teroris Filipina Selatan, Bekas Anak Buah Prabowo di Kopassus Sebut Sang Menhan Punya Kesempatan untuk Unjuk Gigi: 'Cuma Butuh 10 Menit'

Kamis, 19 Desember 2019 | 09:31
Twitter/@Prabowo

Mobil Toyota Alphard milik Prabowo Subianto digunakan saat Kunjungan Kerja di Mabes TNI

Fotokita.net-Menko Polhukam Mahfud MD menyebut pemerintah masih bernegosiasi untuk membebaskan tiga nelayan yang disandera kelompok Abu Sayyaf di Filipina Selatan. Mahfud mengatakan, sampai saat ini kelompok Abu Sayyaf masih menutup diri.

Kendati demikian, ia memastikan pemerintah tak akan begitu saja menuruti kelompok Abu Sayyaf yang meminta tebusan sekitar Rp 8,3 miliar.

"Ya kan minta tebusannya Rp 8,3 miliar kan, tapi kalau kita nuruti tebusan terus, masa kalah sama perampok," kata Mahfud di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (9/12/2019).

Penyanderaan tiga nelayan WNI oleh kelompok Abu Sayyaf diketahui lewat sebuah video di Facebook. Dalam video itu, para nelayan mengirim pesan agar Jokowi membebaskan mereka dengan membayar tebusan.

Tiga WNI itu adalah Maharudin Lunani (48), Muhammad Farhan (27), dan Samiun Maneu (27). Ketiganya diculik kelompok teroris saat sedang melaut dan memancing udang di Pulau Tambisan, Lahad Datu, Sabah, pada 24 September 2019.

Baca Juga: Tersingkir Saat BJ Habibie Berkuasa Gara-gara Diduga Lakukan Kudeta, Rupanya Prabowo Subianto Diselamatkan Mantan Presiden Kita dari Kondisi Miris Ini

Sejak bulan September 2019 lalu, 3 orang nelayan asal Indonesia dikabarkan telah diculik oleh kelompok Abu Sayyaf.

Kelompok tersebut menculik ketiga nelayan Indonesia ini di perairan Malaysia.

Pemerintah Indonesia pun hingga kini masih berusaha membebaskan ketiga nelayan tersebut.

Ketiga pelayan ini adalahMaharudin Lunani (48), anaknya Muhammad Farhan (27), dan kru kapal Samiun Maneu (27).

Baca Juga: Ledakan di Monas Terjadi Cuma Beberapa Jengkal dari Kantornya, Begini Komentar Menhan Prabowo Atas Peristiwa yang Lukai 2 Anggota TNI Itu

Mereka disandera saat mencari ikan di wilayah perairan Malaysia.

Eks anggota Tim Mawar Kopassus, Fauka Noor Farid mengatakan ada dua cara pembebasan nelayan yang bisa ditempuh pemerintah.

"Ada dua kategori berbicara pembebasan, pertama tindakan persuasif, kedua melakukan tindakan reperesif. Berbicara persuasif berarti ada beberapa hal, yaitu kita berbicara negoisasi," kata Fauka di Pasar Rebo, Rabu (18/12/2019).

Pembebasan dengan cara persuasif lebih sulit, terlebih pemerintah Indonesia menolak membayar tembusan sebesar Rp 8,3 miliar yang diminta.

Kompas.com

3 Nelayan Indonesia Jadi Tawanan Abu Syyaf, Eks Tim Mawar Kopasus Sebut Peran Penting Prabowo: Ini Sesuatu yang Sulit Tapi Bisa Dilakukan

Namun pembebasan secara persuasif dinilai Fauka masih memungkinkan, tergantung pada sosok yang melakukan negoisasi dengan kelompok Abu Sayyaf.

Peran Penting Prabowo dan Budi Gunawan

Dalam pembebasan sandera, menurutnya Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Kepala Badan Intelejen Negara (BIN) Budi Gunawan berperan penting.

"Ini sesuatu yang sangat sulit tapi bisa dilakukan, tergantung peran daripada orang yang diberikan mandat untuk negoisasi. Utama adalah Menhan dan Kepala BIN," ujarnya.

Mantan anggota Tim Mawar Kopassus ini menyebut kiprah Budi selama tiga tahun memimpin BIN terbilang moncer.

Pun Prabowo yang merupakan bekas komandan Kopassus sehingga paham persoalan intelejen dan memiliki pengalaman pembebasan sandera.

Baca Juga: Pidato dari Tanah Suci untuk Reuni 212, Habib Rizieq Shihab Paparkan 2 Bukti Baru Soal Pencekalan Dirinya. Sementara Itu, Menhan Prabowo Cuma Berkomentar Pendek Begini

"Pak Prabowo, kita sudah tahu beliau ini adalah pakar pembebasan sandera. Kopassus, kemampuan Intelejen ada dan pengalaman daripada operasi itu sendiri beliau sudah jelas," tuturnya.

Fauka mencontohkan peran Prabowo dalam memimpin operasi pembebasan peneliti dari dari Ekspedisi Lorentz 95 di pegunungan Mapenduma, Jayawijaya.

Dalam hal pembebasan secara represif, dia juga menyebut sosok Prabowo dan Budi berperan penting membebaskan ketiga sandera.

"Berbicara tentang represif ada dua hal yang harus bisa kita lakukan, melibatkan Intelejen dan pasukan pemukul. Karena pasukan pemukul tanpa intilejen tidak mungkin dia bisa bergerak," lanjut Fauka.

Pasalnya pasukan pemukul yang bertugas membebaskan sandera butuh informasi terkait kelompok yang menawan sandera.

Baca Juga: Gagal Dibekuk oleh Prabowo Subianto, Presiden Fretilin Timor Timur Lumpuh Karena Timah Panas Prajurit ABRI Itu. Begini Cerita Heroik Ini Bermula

Informasi yang berasal dari intelejen, dalam hal ini BIN pimpinan Budi Gunawan menentukan keberhasilan tim pemukul.

Fauka yakin Budi telah mengutus jajarannya ke Filipina untuk mencari segala informasi terkait kelompok milisi Abu Sayyaf.

"Karena perintah pak Jokowi sudah jelas, bebaskan tawanan dengan aman. Jadi dua hal ini, saya pikir tidak perlu diragukan lagi bagaimana peran daripada pak Prabowo dan pak BG," sambung dia.

Sementara peran Prabowo sebagai Menteri Pertahanan memungkinkan dia memilih pasukan pemukul yang sesuai berdasarkan informasi yang diberikan BIN.

Pengalaman terlibat dalam pembebasan sandera selama tergabung di korps baret merah dinilai Fauka membuat Prabowo memiliki pertimbangan yang tepat.

"Saya percaya pak Prabowo dan pak Budi Gunawan bisa melaksanakan tugas dengan sukses. Berdasarkan pengalaman yang sudah pernah mereka lakukan," kata Fauka.

Baca Juga: Sempat Berdebat Sengit Soal Anggaran, Prabowo Subianto Unjuk Gigi di Depan Wakil Rakyat Kita. Sebagai Menteri Pertahanan Prabowo Bisa Minta Seluruh Rakyat Ikut Perang

Kopassus Hanya Butuh 10 Menit

Pengamat intelejen sekaligus mantan anggota Komando Pasukan Khusus (Kopassus), Fauka Noor Farid mengatakan Kopassus dipastikan siap bila ditugaskan membebaskan tawanan.

"Kalau tim Kopassus kita pasti sudah sangat siap. Indonesia kan sudah terkenal dengan perang geriliya, ini yang dilakukan kelompok Abu Sayyaf juga sama," kata Fauka di Pasar Rebo, Jakarta Timur, Rabu (18/12/2019).

Tak hanya terlatih dalam perang geriliya, korps baret merah dinilai mampu membebaskan ketiga sandera dalam keadaan selamat.

Fauka menuturkan kiprah Kopassus dalam tugas pembebasan sandera di berbagai medan tak perlu diragukan karena sudah terbukti.

Baca Juga: Belum Lagi Genap Sebulan Menjabat, Menteri KKP Edhy Prabowo Pastikan Ubah Kebijakan Penting Susi Pudjiastuti yang Pernah Tuai Puja-puji Dunia

TRIBUNJAKARTA.COM/BIMA PUTRA
TRIBUNJAKARTA.COM/BIMA PUTRA

Mantan anggota Kopassus Fauka Noor Farid saat memberi keterangan di Pasar Rebo, Jakarta Timur, Rabu (18/12/2019).

"Di kondisi sesulit apa pun, contoh Mapenduma, itu sulitnya bagaimana. Tapi Kopassus mampu untuk membebaskan. Meskipun ada korban, tapi kecil," ujarnya.

Perihal waktu pembebasan, eks anggota Tim Mawar ini menyebut waktu yang dibutuhkan anggota Kopassus untuk pembebasan tak sampai 10 menit.

Keyakinannya didasari gembelengan keras selama tergabung dalam Kopassus yang memang dituntut siap menghadapi segala medan.

"Kalau kita diajarkan di Kopassus, pembebasan tawanan enggak ada sampai 10 menit. Enggak ada 10 menit, paling lama 15 menit. Habis itu pelolosan. Kalau Kopassus diturunkan," tuturnya.

Namun keberhasilan setiap misi pembebasan tergantung dari informasi yang diberikan intelejen sebelum melaksanakan tugas.

Baca Juga: Ingin Jadikan Indonesia Berdaulat di Bidang Pertahanan, Menhan Prabowo Subianto Malah Berdebat dengan Wakil Rakyat dalam Rapat Perdana di Parlemen. Apa Duduk Perkaranya?

Dalam hal ini, Fauka mengatakan Badan Intelejen Negara (BIN) diyakini sudah bergerak dan mengantongi informasi terkait kelompok Abu Sayyaf.

Pasalnya kehebatan pasukan pembebasan tak berarti bila tak punya informasi lengkap terkait musuh yang dihadapi.

"Kita bergerak kalau informasi sudah A1. A1 tentang tentang jumlah, posisi, medan, keamanan yang menyandera. Di situ kita bisa tahu, ditentukan struktur pasukan," lanjut Fauka.

Dalam kasus pembebasan tiga nelayan, Fauka mengatakan peran Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Kepala BIN Budi Gunawan berperan penting.

Alasannya Prabowo memiliki kemampuan pengalaman dalam kasus pembebasan dan kewenangan mengerahkan Kopassus.

Baca Juga: Jadi Pemimpin Upacara Hari Pahlawan di TMP Kalibata, Presiden Jokowi Tak Ditemani Prabowo. Kemana Gerangan Sang Menteri Pertahanan?

Sementara Budi sebagai pemimpin BIN memiliki jajaran yang sudah bergerak mengumpulkan segala informasi terkait kelompok Abu Sayyaf.

"Dipastikan (pembebasan) berhasil, Insya Allah berhasil. Saya yakin, karena pak Prabowo punya pengalaman, BG pun punya pengalaman. Kunci pembebasan sandera pertama intelejen, kedua gerakan pasukan," sambung dia.

Kelompok Abu Sayyaf Diyakini Tak Bunuh 3 Nelayan Indonesia yang Ditawan

TRIBUNJAKARTA.COM/BIMA PUTRA
TRIBUNJAKARTA.COM/BIMA PUTRA

Fauka Noor Farid saat ditemui di Jakarta Timur, Senin (10/6/2019)

Tiga nelayan Indonesia yakni, Maharudin Lunani (48), anaknya Muhammad Farhan (27), dan kru kapal Samiun Maneu (27) ditawan kelompok milisi Abu Sayyaf sejak September 2019 lalu.

Pemerintah Indonesia hingga kini masih berupaya membebaskan ketiganya tanpa perlu membayar uang tebusan Rp 8,3 miliar yang diminta.

Pengamat intelejen sekaligus mantan anggota Komando Pasukan Khusus (Kopassus), Fauka Noor Farid mengatakan ketiganya berpeluang selamat atau tak dibunuh.

Baca Juga: Gara-gara Tersinggung Sikapnya Sebagai Prajurit, Prabowo Dapat Pesan Khusus dari Sang Komandan. Kini, Wejangan Itu Jadi Kenyataan

"Saya pikir kalau dia menawan orang Indonesia ada kultur, makannya bahwa Indonesia dan Filipina masih dalam satu rumpun dan mayoritas Islam, Muslim. Saya pikir mereka masih punya hati," kata Fauka di Pasar Rebo, Jakarta Timur, Rabu (18/12/2019).

Selain masalah kultur, dia menilai kelompok Abu Sayyaf tak murni kelompok teroris yang langsung membunuh tawanan.

Fauka menuturkan permintaan uang tebusan jadi bukti kelompok Abu Sayyaf lebih tepat digolongkan sebagai bajak laut atau perompak.

"Teroris itu kelompok memperjuangkan ideologi. Abu Sayyaf ini arahnya sudah bagaimana sudah ke arah bagaimana untuk hidupnya mereka. Jadi mereka menawan hanya untuk meminta tembusan," tuturnya.

Fauka membenarkan bila kelompok Abu Sayyaf pernah membunuh tawanan karena otoritas terkait ogah membayar uang tebusan.

Baca Juga: Dapat Tanggapan Berbeda dari Sang Bos yang Terkenal Emosional, Apakah Juru Bicara Prabowo Mulai Lakukan Blunder di Muka Publik? Begini Pembelaannya

Namun dia mencontohkan pembebasan sandera sepuluh warga negara Indonesia lewat negoisasi yang melibatkan Mayor Jenderal (Purn) Kivlan Zein jadi negosiator.

Menurutnya keberhasilan negoisasi yang dilakukan tahun 2016 lalu jadi bukti kelompok Abu Sayyaf tak menutup upaya negoisasi.

"Kejadian kemarin juga yang kapal kita disandera juga bisa dibebaskan, yang melibatkan Kivlan Zen dengan cara negoisasi. Tidak perlu kita menurunkan pasukan, kita pendekatannya bisa pendekatan kultur dan agama," lanjut Fauka.

Dalam setiap kasus penawanan, Fauka mengatakan ada cara pembebasan sandera yakni negoisasi dan represif atau berupa tindakan.

Mantan anggota Tim Mawar Kopassus ini yakin pemerintah sudah mempertimbangkan untung, rugi setiap langkah pembebasan.

"Pembebasan tawanan dengan cara tindakan represif atau dengan pengerahan pasukan adalah jalan terakhir manakala negoisasi yang dilakukan pemerintah tidak berjalan dengan baik," sambung dia.

Baca Juga: Sebelum Heboh Soal Prabowo Ogah Terima Gaji Menteri, Jenderal Purnawiran TNI Ini Sebut Tak Gunakan Upah Pertama dalam Kapasitasnya Sebagai Pembantu Jokowi

Cegah Kasus Penyanderaan Nelayan Terulang

Kasus penyanderaan tiga nelayan warga negara Indonesia pada September 2019 lalu yang hingga kini belum bebas menambah panjang masalah keamanan di wilayah Asia.

Belum diketahui pasti bagaimana langkah pemerintah Indonesia yang menolak pembayaran uang tebusan Rp 8,3 miliar guna membebaskan ketiganya.

Pengamat intelejen sekaligus mantan anggota Kopassus, Fauka Noor Farid menyarankan pemerintah Indonesia bekerja sama dengan seluruh negara di Asia dalam meningkatkan keamanan.

Yakni membentuk wadah pertahanan dan keamanan yang melibatkan seluruh negara Asia guna mencegah kasus penawanan terulang.

"Bagaimana negara-negara Asia bersatu membentuk suatu wadah atau sering berkoordinasi tentang bagaimana mengamankan wilayah. Terhadap itu tadi, mungkin teroris, bajak laut," kata Fauka di Pasar Rebo, Jakarta Timur, Rabu (18/12/2019).

Baca Juga: Dulu Saat Tumpas OPM Papua Diduga Punya Agenda Terselubung, Akankah Prabowo Simpan Misi Lain dalam Kabinet Indonesia Maju?

Menurutnya wacana kerja sama pembentukan wadah pertahanan seluruh negara di Asia sudah dinyatakan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.

Yakni saat pertemuan Ke- 20 Kepala Staf Angkatan Darat se-Asean atau 20th ASEAN Chief of Army Multilateral Meeting 2019 di Bandung, November lalu.

"Supaya kejadian tak terulang pak Prabowo kemarin mengusulkan bagaimana kita memperkuat kerja sama tentang pertahanan dan keamanan Asia," ujarnya.

Baca Juga: Dicopot dari Pangkostrad Karena Kerahkan Pasukan ke Istana Presiden, Apakah Prabowo Akan Ambil Keuntungan Ini Sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Baru Jokowi?

Fauka menuturkan kerja sama ini nantinya tak hanya melibatkan tentara angkatan laut dari masing-masing negara, tapi juga pertukaran informasi.

Termasuk peningkatan patroli di wilayah perairan tempat kelompok seperti Abu Sayyaf, perompak Somalia lainnya kerap beraksi.

"Mereka (Negara) bertanggung jawab keamanan laut dari tindakan-tindakan seperti yang dilakukan kelompok Abu Sayyaf. Bagaimana mengamankan nelayan se-Asia intinya," tuturnya.

Mantan anggota Tim Mawar Kopassus ini mengatakan wadah pertahanan gabungan penting mengingat luas wilayah perairan Indonesia.

Baca Juga: Diketahui Pernah Bentak BJ Habibie Gara-gara Persoalan Ini, Kiprah Prabowo Sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Jokowi Bikin Penasaran

Pembentukan wadah juga mengantisipasi masalah penyeludupan barang-barang ilegal, termasuk narkoba yang kerap dikirim lewat perairan.

"Wilayah Indonesia ini kan luas, enggak mungkin kita bisa mengamankan sendiri. Tapi kalau kita bersatu, intinya bagaimana semua negara Asean terlibat menjaga tentang laut Asia," lanjut Fauka.

(Ferdinand Waskita)

Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul "Eks Tim Mawar Kopassus Blak-blakan Soal 3 Nelayan Tawanan Abu Sayyaf, Ceritakan Pengalaman Prabowo".

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya