Sementara itu, Reuters dalam artikelnya berjudul "Fire Kills 41 in Overcrowded Indonesia Prison Block" menyoroti warga negara asing yang turut menjadi korban.
Mereka berasal dari Afrika Selatan dan Portugal. Berdasarkan keterangan dari Rumah Sakit Umum Tangerang, Reuters menyebut beberapa korban tak dapat diidentifikasi karena parahnya kondisi.
Sama halnya dengan New York Times, Reuters menuliskan penjara di Indonesia terkenal penuh sesak. Hal itu karena penekanan pada penahanan daripada rehabilitasi bagi mereka yang dihukum karena pelanggaran terkait narkoba di bawah undang-undang narkotika yang ketat.
Selain itu, NPR dalam artikel berjudul "A Fire Swept Through An Overcrowded Indonesian Prison, Killing At Least 41 Inmates" mencatat, lebih dari separuh narapidana sistem ditahan atas pelanggaran narkotika.
Jika Pemerintah Indonesia tidak mengubah kebijakannya, jumlah narapidana akan mencapai 400.000 dalam lima tahun mendatang. "Dengan pendekatan baru, "semangat penanganan pelaku narkoba, khususnya pengguna, diarahkan pada aspek kesehatan, bukan lagi penjara," kata Dirjen PAS Reynhard Silitonga saat diwawancarai NPR. Namun, ia tidak menyebutkan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menerapkan perubahan itu.
Kebakaran di Lapas Kelas I Tangerang itu menjadi sorotan lembaga masyarakat sipil, salah satunya Institute for Criminal Justice Reform (ICJR). Lembaga ini menyatakan, Lapas yang berada di Kota Tangerang, Banten, itu melebihi kapasitas atau overcapacity.
Berdasarkan data ICJR, pada Agustus 2021, Lapas tersebut memuat penghuni sebanyak 2.087 warga binaan. "Padahal, kapasitas Lapas tersebut hanya untuk 600 WBP, dengan kondisi ini beban Lapas Kelas I Tangerang mencapai 245 persen," ujar peneliti ICJR Maidina Rahmawati dalam keterangan tertulis.
Menurut Madina, lapas yang melebihi kapasitas tersebut menyebabkan upaya pengawasan, perawatan, hingga mitigasi tidak berjalan efektif. "Hal ini jelas berdampak pada upaya mitigasi Lapas dalam kondisi darurat, misalnya kebakaran," ucap dia.