Atas jasa Tong Djoe pula Menteri Senior Lee Kuan Yew bersedia diangkat jadi penasihat presiden Indonesia. "Sayangnya, dia diangkat sebagai penasihat tetapi nasihatnya tidak pernah diminta. Seharusnya undang dong dia ke sini," kata Tong Djoe, mengenang.

Tong Djoe, pengusaha super kaya yang menjadi kesayangan Soekarno ini menjadi inspirasi Akidi Tio, penyumbang Rp 2 triliun untuk warga Sumsel.
Kamis, 19 Agustus 2004, lewat percakapan telepon yang singkat, WartaBisnis tak menemukan kesulitan membuat janji wawancara dengan dirinya.
"Datang saja besok, jam lima," kata dia sembari memberitahu alamat kantornya di jalan Gunung Sahari Jakarta. Wawancara itu hampir saja batal, karena ketika ditemui di tempat yang ia janjikan keesokan harinya, Tong Djoe sudah bersiap hendak berangkat ke sebuah pameran lukisan.
"Maaf. Saya harus menghadiri pameran itu," kata dia. Tetapi ia tidak kehabisan akal. "Bagaimana kalau kita berbincang sambil berangkat ke pameran itu?," usul dia.
Sebuah tawaran yang harus diterima, karena Tong Djoe tak punya banyak waktu lagi. Setiap Jum’at, dia kembali ke Singapura untuk ‘kembali’ lagi ke Jakarta pada hari Seninnya.
Maka wartawan WartaBisnis Eben Ezer Siadari dan Agung Marhaenis mewawancarai Tong Djoe di perjalanan yang macet menuju hotel Sahid Jakarta. Tak mudah mengikuti alur bicaranya yang sering melompat-lompat serta Bahasa Indonesia-nya yang kelihatannya banyak dipengaruhi dialek Singapura dan Malaysia.
Di pameran itu, ternyata perhatiannya tak bisa ia pusatkan pada lukisan-lukisan. Ia mengajak WartaBisnis duduk di pojok sebuah kafe, memesan minuman dan siap ditanyai lebih banyak.
"Masih banyak waktu untuk lukisan-lukisan itu. Sekarang, saya ingin berbicara dengan Anda, sahabat-sahabat saya yang baik," kata dia, sambil memesan jus jeruk dingin. Satu jam kemudian wartawan WartaBisnis itu baru diizinkan pamit.

Tong Djoe, pengusaha super kaya yang menjadi kesayangan Soekarno ini menjadi inspirasi Akidi Tio, penyumbang Rp 2 triliun untuk warga Sumsel.