Menanggapi pertemuan rahasia Yitzhak Rabin dengan Soeharto, Gus Dur berkomentar via jaringan jurnalis internasional.
Komentar Gus Dur menjadi oase dari riuhnya perdebatan terkait relasi Soeharto dan pemerintah Israel, sesuatu yang menjadi sensitif, bahkan hingga sekarang.
"Tidak ada demonstrasi. Di kampung-kampung, masjid-masjid, semuanya tenang-tenang saja. Memang ada yang marah-marah, tapi kita lihatlah reaksi masyarakat selanjutnya," demikian pernyataan Gus Dur kepada jurnalis BBC di Indonesia (18/10/1993).
Setahun kemudian, Gus Dur diundang Yitzhak Rabin. Dalam kunjungan itu, Gus Dur menjadi saksi atas deklarasi perdamaian Israel-Yordania. Djohan Effendy, intelektual Muslim, datang bersama Gus Dur untuk menjadi saksi sejarah itu.
Setelah kunjungan Rabin, perdebatan di kalangan Islam memanas. Pemerintah Soeharto dianggap menjalin kerjasama dengan Israel.
Jenderal Feisal Tanjung, menampik isu bahwa ada kerjasama antara militer Indonesia dan Israel. Meski demikian, transaksi ekonomi-perdagangan kedua negara naik drastis.
Baca Juga: Cara Menemukan Style Fotografi yang Kita Inginkan, Ternyata Mudah Kok!
Pada awal 1991, Indonesia mengekspor komoditas sejumlah 31 ribu dolar Amerika Serikat, yang jumlahnya melonjak pada tahun-tahun berikutnya sejumlah 1.7 juta dolar Amerika Serikat.
Pada Oktober 1994, sejumlah rombongan besar pengusaha-pengusaha dari Israel datang ke Jakarta (Retnowati Abdulgani-Knapp, Soeharto the Life and Legacy of Indonesia's Second President, hal 158).
Baca Juga: Foto Yuni Sophia Istri Bupati Nganjuk yang Viral di Aplikasi Smule Hingga Duet dengan Happy Asmara