Follow Us

Habis Unggah Foto Ngopi Buat Sindir AHY, Moeldoko Malah Murka Usai Dapat Laporan Ini Hingga IDI Tawarkan Solusi

Bayu Dwi Mardana Kusuma - Senin, 08 Februari 2021 | 16:15
Presiden SBY memberi ucapan selamat usai lantik Jenderal Moeldoko sebagai Panglima TNI pada 30 Agustus 2013.
Twitter SBY, @SBYudhoyono

Presiden SBY memberi ucapan selamat usai lantik Jenderal Moeldoko sebagai Panglima TNI pada 30 Agustus 2013.

Fotokita.net - Habis unggah foto ngopi buat sindir AHY, Moeldoko malah murka usai dapat laporan ini hingga IDI tawarkan solusi.

Nama Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko masih terus menjadi sorotan.

Pasalnya, Moeldoko disebut-sebut ingin merebut kepemimpinan Partai Demokrat dan menjadikannya sebagai kendaraan politik pada Pemilu 2024.

Ketegangan antara Partai Demokrat dan Moeldoko pun terus berlanjut.

Baca Juga: Akui Sudah Terima Surat Soal Isu Kudeta Demokrat, Jokowi Malah Mantap Beri Jawaban Ini Buat Anak SBY

Selain itu, Moeldoko juga disebut telah menemui sejumlah kader Partai Demokrat untuk menggalang kekuatan agar dapat menyelenggarakan kongres luar biasa.

Kendati demikian, Moeldoko membantah tudingan tersebut. Ia mengaku tak punya hak untuk mengambil alih kepemimpinan Partai Demokrat karena bukan bagian dari internal partai.

Melalui akun Instagram-nya, Moeldoko mengunggah sebuah foto dirinya yang sedang memegang secangkir kopi pada Kamis (4/2/2021).

Baca Juga: Tahta AHY Ingin Dikudeta Hingga Surati Jokowi, Aib Partai Demokrat Malah Terbongkar, Ada Apa?

Dalam foto itu, ia menyantumkan sebuah kalimat "Aku Ngopi-Ngopi, Kenapa Ada yang Grogi?

"Saat sekumpulan laki laki menikmati kopi, pembicaraan bisa melebar dari soal joke ringan, pekerjaan, sosial, seni, olahraga, bahkan politik. Setelah habis secangkir, kita bisa kembali ke pekerjaan masing-masing dimana semua sepakat "no hard feeling".

Ngopi membuka wawasan kita. Kenapa untuk ngopi saja, harus pakai lapor atau minta ijin. Toh menurut sebuah artikel di @natgeoindonesia "Minum Kopi Bermanfaat Bagi Pendengaran" a.k.a bisa mencegah gangguan pendengaran," tulis dia.

Baca Juga: Surat AHY ke Jokowi Belum Dibalas, Petinggi Demokrat Bongkar 5 Sosok yang Ingin Kudeta Partai SBY, Salah Satunya Koruptor Wisma Atlet

Pada unggahan selanjutnya, Sabtu (6/2/2021), Moeldoko kembali mengunggah foto serupa dengan kalimat yang berbeda, yaitu "Aku Nambah Kopi, Ada yang Semakin Grogi".

"Habis secangkir kopi, tak elok jika langsung pergi. Apalagi jika ada kawan yang baru bergabung, baiknya tambah secangkir lagi.

Kalau kamu dengar ada yang melarang, agaknya kamu benar-benar butuh kopi. Konon kata ahli 'Kopi bisa mencegah gangguan pendengaran'," tulis Moeldoko.

Baca Juga: Bak Air Susu Dibalas Air Tuba, Foto Cium Tangan SBY Beredar, Sosok Ini Penasaran Respon Moeldoko Bila Berjumpa Mantan Bosnya

Unggahan foto ngopi di akun Instagram milik Kepala KSP Moeldoko.
dok. Instagram

Unggahan foto ngopi di akun Instagram milik Kepala KSP Moeldoko.

Belum lagi selesai urusan dengan Partai Demokrat, Moeldoko malah murka pada laporan riset tentang pandemi Covid-19 di Indonesia.

Media Amerika Bloomberg pada Jumat (5/2/2021) menyampaikan laporan mengenai penanganan pandemi dan upaya vaksinasi Covid-19 berbagai negara di dunia.

Berdasarkan hitungan Bloomberg, proses vaksinasi di Indonesia masih kalah cepat dengan beberapa negara-negara lainya.

Baca Juga: Disindir Pakai Foto Ngopi Moeldoko, Mantan Jubir SBY Malah Singgung Perbedaan Kudeta Myanmar dengan Indonesia: Jenderal Mau Kudeta Mayor

Dengan kecepatan vaksinasi saat ini, diprediksi Indonesia baru bisa menjangkau 75 persen populasi untuk vaksinasi dan mengakhiri pandemi sekitar 10 tahun lagi.

Indonesia tidak sendiri, dengan analisis yang serupa, India dan Rusia juga memiliki waktu estimasi sama, yakni menunggu hingga satu dekade lamanya.

Prediksi tersebut dibuat setelah Bloomberg membangun basis data suntikan vaksinasi Covid-19 di seluruh dunia.

Moeldoko menilai prediksi bahwa pandemi di Indonesia bisa jadi berakhir dalam 10 tahun, berlebihan.

Prediksi yang ditulis media yang berbasis di Amerika Serikat Bloomberg itu didasarkan pada lambannya proses vaksinasi.

Baca Juga: Hampir 1 Tahun Pandemi, Kasus Covid-19 Tembus 1,1 Juta, BMKG Mendadak Beri Peringatan Buat 5 Provinsi Ini

"Suruh belajar sini dululah Bloomberg itu," kata Moeldoko dalam Webinar Jurnalisme Berkualitas' untuk memperingati Hari Pers Nasional (HPN) 2021, Minggu (7/2/2021), dilansir dari Tribunnews.com.

Moeldoko mengaku, di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo jajaran menteri di Kabinet Indonesia Maju sudah memikirkan upaya agar vaksinasi rampung dalam 1,5 tahun.

"Kemarin dalam sidang kabinet sudah dipikirkan bagaimana keinginan Pak Jokowi untuk secepatnya setahun setengah," ujarnya.

Saat ini, pemerintah telah mengamankan ratusan juta dosis vaksin dari berbagai perusahaan vaksin dunia.

Baca Juga: Tolak Mentah-mentah Permintaan Militer Amerika, Jokowi Akhirnya Ungkap Sikap Indonesia Pada Konflik Laut China Selatan

Selain itu, tengah dikembangkan vaksin buatan negeri yang diprediksi akan membantu mempercepat proses vaksinasi.

"Kalau vaksin merah putih sudah berproduksi tahun 2022 itu lebih cepat lagi," katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Slamet Budiarto meminta pemerintah segera mempercepat proses vaksinasi dalam rangka mengatasi pandemi Covid-19.

Baca Juga: Bak Jatuh Tertimpa Tangga, SBY Banting Setir Jualan Nasi Goreng, Tahta Sang Anak Dibongkar Orang Dekat Presiden Hingga AHY Kirim Surat ke Jokowi

Hal itu disampaikan Slamet, menyusul riset yang dilakukan Bloomberg, yang memprediksi bahwa dengan tingkat vaksinasi saat ini, Indonesia baru bisa menjangkau 75 persen vaksinasi populasi dengan dua dosis vaksin dan mengakhiri pandemi sekitar 10 tahun lagi.

Slamet menyebut ada tiga cara yang bisa dilakukan pemerintah agar proses vaksinasi bisa dilakukan lebih cepat.

"Pertama, ketersediaan vaksin itu sendiri. Kedua, menggunakan seluruh fasilitas kesehatan pemerintah untuk melakukan vaksinisasi. Ketiga, mempercepat vaksin mandiri," kata Slamet kepada Kompas.com, Senin (8/2/2021).

Slamet menyebutkan, penggunaan seluruh fasilitas kesehatan harus dilakukan agar akses masyarakat dekat terhadap vaksinasi Covid-19.

Baca Juga: Menang Telak di Pilkada Solo 2020, Hati Anak Jokowi Malah Ketar-ketir Hingga Ogah Lakukan Ini, Ada Apa?

Ia menyebutkan, IDI tidak merekomendasikan vaksinisasi dilakukan di satu tempat saja.

"Kalau misal dilakukan hanya di Gelora Bung Karno, itu jauh dari masyarakat. Jadi ya hanya menjangkau yang dekat dengan area itu saja," ucap Slamet.

"Tapi pemerintah, harus menggunakan fasilitas kesehatan yang dekat dan mudah dijangkau aksesnya oleh masyarakat, seperti puskesmas kelurahan, puskesmas pembantu, klinik pratama, praktek dokter," tuturnya.

Baca Juga: Hubungan dengan Gerindra Disebut Retak, Siapa Sangka Anies Baswedan Sudah Lama Diincar Partai Pemenang Pemilu, Ini Faktanya

Selain itu, Slamet menyebut bahwa percepatan vaksinasi mandiri, bisa dikakukan dengan melibatkan pihak swasta.

Menurut dia, pihak swasta bisa difasilitasi negara untuk mendapatkan akses vaksin mandiri, tanpa melalui dan menunggu pemerintah.

"Tinggal pemerintah mematok harga tertinggi (vaksin). Tapi jangan terlalu tinggi, biar enggak terlalu komersil," ucapnya.

Baca Juga: Adukan Ulah Abu Janda ke Wapres, Sahabat Habib Rizieq Ini Murka Usai Dituding Jadi Penyebab Kasus Sang Pegiat Media Sosial

Slamet juga meminta pemerintah untuk waspada. Riset yang dikeluarkan Bloomberg dapat menjadi satu pengingat untuk pemerintah untuk segera fokus meredakan pandemi Covid-19 yang terjadi di Indonesia.

Sebagai informasi vaksinisasi Covid-19 dilakukan sejak 13 Januari 2021. Vaksinisasi pertama kali dilakukan pada Presiden Joko Widodo.

Vaksinisasi tahap pertama diprioritaskan untuk tenaga kesehatan di seluruh Indonesia.

Baca Juga: Sudah Bikin Tak Sabar Karyawan, Anak Buah Jokowi Akhirnya Bawa Kabar Buruk Ini, BLT BPJS Dihentikan?

Menurut data terbaru, 900.000 dari 1,5 juta tenaga kesehatan sudah disuntik vaksin.

Pemerintah diketahui menargetkan 70 persen penduduk Indonesia atau 182 juta jiwa, untuk disuntik vaksin dalam kurun waktu satu tahun.

(*)

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya

Latest