Selain itu, perseroan turut menjalankan langkah strategis dari aspek pengelolaan biaya melalui upaya negosiasi biaya sewa pesawat, restrukturisasi utang, hingga implementasi efisiensi di seluruh lini operasional guna menyelaraskan tren supply dan demand di masa pandemi ini.
“Pandemi Covid-19 mengantarkan industri penerbangan dunia berada pada titik terendahnya di sepanjang sejarah.
Kendati berada di tengah situasi sulit, Garuda Indonesia optimistis bahwa dengan upaya pemulihan kinerja yang telah dilakukan dan dengan dukungan penuh Pemerintah serta soliditas stakeholder penerbangan, Perseroan dapat terus bertahan dan kembali bangkit,” kata Irfan.
Sebelumnya, Garuda Indonesia melaporkan rugi bersih sebesar 712,72 juta dollar AS atau setara Rp 10,34 triliun (kurs Rp 14.500 per dollar AS) sepanjang semester I-2020, berdasarkan laporan keuangan yang belum diaudit.

Logo RANS Bertengker di Badan Pesawat Garuda Indonesia
Capaian tersebut, berkebalikan dengan kinerja Garuda Indonesia di periode sama tahun 2019 yang membukukan laba besih sebesar 24,11 juta dollar AS atau setara Rp 349,5 miliar.
Kondisi ini sejalan dengan kinerja pendapatan perseroan yang juga turun drastis 58,18 persen, menjadi 917,28 juta dollar AS di sepanjang Januari-Juni 2020 dari periode yang sama di 2019 yang sebesar 2,19 miliar dollar AS.
Capaian pendapatan usaha itu ditunjang pertumbuhan pendapatan penerbangan tidak berjadwal sebesar 392,48 persen, menjadi 21,54 juta dollar AS dari periode sama di tahun sebelumnya sebesar 4,37 juta dollar AS.
Adapun pendapatan penerbangan berjadwal tercatat turun menjadi sebesar 750,25 juta dollar AS. Sementara perseroan membukukan pendapatan lainnya sebesar 145,47 juta dollar AS.