Follow Us

Seumur Jagung Merdeka dari Indonesia Sudah Dilanda Kerusuhan Hebat, Soeharto Beri Komentar Menohok Soal Timor Leste Saat Australia Terus Cari Muka: Jadi Duri dalam Daging

Bayu Dwi Mardana Kusuma - Minggu, 20 September 2020 | 08:25
Anak-Anak di Timor Leste.
iStock Editorial

Anak-Anak di Timor Leste.

Fotokita.net - Timor Leste merdeka dari Indonesia tahun 1999, namun secara resmi diakui merdeka pada tahun 2002 setelah memenangka referendum.

Sejak saat itu, Indonesia tidak lagi memiliki campur tangan atas kawasan itu, dan Timor Leste menjadi negara yang berdiri sendiri.

Namun, pada masa awal kemerdekaan yang baru seumur jagung, tepatnya tahun 2006, negara yang belum 5 tahun merdeka itu pernah dilanda krisis hebat.

Melansir Red Pepper, pada April 2006, Dili terbakar setelah 600 tentara berselisih dengan pemerintah Timor Leste.

Baca Juga: Merengek Minta Bantuan Tapi Ditolak Mentah-mentah Indonesia, Permintaan Mantan Pejuang Kemerdekaan Timor Leste Akhirnya Dikabulkan Negara Ini, Benar Karena Cuma Kasihan?

Krisis tersebut menyebabkan bentrokan antara kepolisian nasional Timor Leste (PNTL) dan pasukan militer (F-FDTL).

Akibatnya, terjadilah kekosongan kekuasaan dan rusaknya hukum hingga ketertiban di seluruh negeri.

Baik PNTL maupun F-FDTL tidak memiliki kepercayaan dari penduduk atau kapasitas untuk memberikan keamanan dan ketertiban yang memadai.

Baca Juga: Sesumbar Punya Tabungan Ratusan Triliun di Bank New York, Timor Leste Malah Disebut Jadi Negara Mati dalam 10 Tahun Lagi, Begini Alasannya

Tuduhan berulang tentang pelecehan seksual, pelanggaran hak asasi manusia, distribusi senjata ilegal, dan keterlibatan dalam perdagangan gelap telah melemahkan kepercayaan publik pada PNTL pada khususnya.

Penyebab utama kiris tersebut adalah konflik antarelemen militer Timor Leste yang disebabkan oleh diskriminasi di dalam tubuh militer.

Dekitar 1.400 prajurit dipecat, atas tuduhan desersi, tindakan diskriminatif ini memicu pemberontakan hebat.

Hal itu berubah menjadi upaya kudeta dan aksi kekerasan di ibu kota Dili, krisis ini bahkan memicu intervensi militer hebat dan mundurnya Perdana Menteri Mari Alkatiri.

Baca Juga: Bantah Nyesal Pisah dari Indonesia, Timor Leste Akhirnya Berani Pilih Negara Ini Buat Garap Mega Proyek, Australia Kebakaran Jenggot

Krisis tahun 2006 menunjukkan baik polisi maupun militer tidak netral secara politik, kedua lembaga tersebut terpecah-pecah karena kesetiaan daerah dan politik yang bercampur dalam jajaran.

Dengan runtuhnya sektor keamanan dan hukum dan ketertiban secara umum, pasukan penjaga perdamaian multinasional diminta untuk memulihkan ketertiban pada akhir Mei 2006.

Lebih dari 750.000 orang berhak menentukan suara mereka dalam pemilihan umum legislatif Timor Leste, Sabtu (22/7/2017).
Reuters

Lebih dari 750.000 orang berhak menentukan suara mereka dalam pemilihan umum legislatif Timor Leste, Sabtu (22/7/2017).

Sejak itu berbagai upaya telah dilakukan untuk menyelesaikan berbagai masalah yang mempengaruhi kedua institusi, tetapi membalikkan kerusakan bukanlah suatu tugas sederhana.

Alfredo Reinado, salah satu pemimpin pemberontak, muncul dari krisis 2006 sebagai pemain kunci.

Popularitasnya luar biasa, bahkan setelah memimpin serangan terhadap dua pahlawan (yang masih hidup) dalam perjuangan pembebasan.

BBC memperingatkan 'ada sesuatu yang mengkhawatirkan tentang kesiapan anak muda Timor Leste untuk menyerahkan jubah pahlawan kepada seorang pria seperti Reinado.

Baca Juga: Isu Warga Timor Leste Bikin Geger Netizen, Berikut Fakta Mengejutkan Bekas Provinsi Timor Timur yang Pernah Hebohkan Dunia

Dia dengan tegas mengangkat senjata melawan pemerintah dalam kekacauan Mei 2006 dan menolak untuk tunduk pada mereka.

Reinado tidak memiliki apa-apa untuk ditawarkan kepada Timor Lorosae kecuali melanjutkan idealisasi perjuangan bersenjata sebagai alternatif tugas untuk membangun sebuah negara dari yang sangat kecil. '

Krisis terjadi di jalan-jalan Dili seperti halnya di tingkat negara bagian.

Pembangunan bangsa adalah momen yang sangat politis, terutama setelah krisis politik besar, dan politik adalah kunci popularitas Reinado.

Xanana Gusmao, mantan pejuang kemerdekaan Timor Timur (kini Timor Leste) saat dibekuk tim Pemburu Kopassus
Commando/Museum Kopassus

Xanana Gusmao, mantan pejuang kemerdekaan Timor Timur (kini Timor Leste) saat dibekuk tim Pemburu Kopassus

Namun untuk memahami daya tarik populernya, fokusnya harus bergeser dari konteks kelembagaan dan ke krisis sosial utama yang telah berlangsung sejak 2006.

Reinando menjadi simbol dari orang-orang Timor Leste yang dirampas haknya, pemuda miskin, veteran, menjadi kunci untuk menyeimbangkan Timor Leste.

Gejolak berhasil diredam oleh Xanana Gusmao setelah meminta bantuan Australia, menangkap Reinado hidup atau mati.

Markasnya diserbu pasukan Australia dengan helikopter dan kendaraan lapis baja, empat anak buahnya tewas.

Baca Juga: KKB Papua Bikin Ulah Lagi, Veronica Koman Makin Berani Komentari Aksi Keji Usai Cicilan Pengembalian Uang Beasiswa LPDP Dilunasi

Reinano sendiri tewas tertembak saat melakukan serangan percobaan pembunuhan Presiden Ramos Horta.

Setelah krisis itu, PBB turun tangan mengatasi masalah di Timor Leste, butuh waktu 6 tahun agar negara itu kondisinya kembali stabil.

Menteri Perencanaan dan Investasi Strategis Timor Leste, Xanana Gusmao memberikan keterangan kepada wartawan seusai bertemu dengan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD di Kantor Kemenkopolhukam, Selasa (4/2/2020).
KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Menteri Perencanaan dan Investasi Strategis Timor Leste, Xanana Gusmao memberikan keterangan kepada wartawan seusai bertemu dengan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD di Kantor Kemenkopolhukam, Selasa (4/2/2020).

Negara Republik Demokratik Timor Leste (RDTL) dulu pernah menjadi bagian dari Indonesia. Fakta tentang itu, terjadi antara tahun 1975 hingga 1999.

Bahwa bergabungnya Timor Leste ke Indonesia, terjadi melalui invansi tentara Indonesia terhadap Bumi Lorosae.

Hal tersebut dilakukan setelah Portugis meninggalkan Timor Leste, wilayah jajahannya selama ratusan tahun.

Rupanya bergabungnya Timor Leste dengan Indonesia tidaklah melewati keputusan yang mudah.

Melansir The Strategist (28/1/2020), Australia menjadi negara yang terlibat dalam pengambilan keputusan tersebut.

Baca Juga: Terus Digerogoti Australia, Ternyata Timor Leste Punya Prestasi Ini Hingga Bikin Bangga di Mata Dunia, Lebih Baik dari Indonesia?

Hal itu diungkapkan dalam buku kebijakan Canberra, dari invasi hingga kemerdekaan, dipamerkan dengan dirilisnya catatan kabinet pemerintahan John Howard untuk tahun 1998 dan 1999 oleh National Archives of Australia.

Awal ceritanya adalah di Australia dan bergabungnya Timor Portugis dengan Indonesia tahun 1974–1976.

Merupakan sebuah buku, laporan dan kiriman setebal 900 halaman, yang menunjukkan perdana menteri yang kuat, Gough Whitlam, memaksakan kehendaknya sementara Departemen Luar Negeri menderita dan resah.

Kesehatan masih jadi barang amat mahal bagi masyarakat Timor Leste
ucanews.com

Kesehatan masih jadi barang amat mahal bagi masyarakat Timor Leste

Diceritakan bahwa dalam pertemuan dengan Soeharto pada bulan September 1974, Whitlam meninggalkan catatan peringatan yang menyatakan bahwa Timor Timur harus berintegrasi dengan Indonesia.

"Timor Portugis terlalu kecil untuk merdeka. Secara ekonomi tidak layak. Kemerdekaan tidak diinginkan di Indonesia, Australia, dan negara-negara lain di kawasan" ujarnya.

Menurut catatan laporan itu, Whitlam menawarkan dua pemikiran dasar.

Baca Juga: Karena Kisah Cintanya dengan Warga Malaysia Tak Direstui, Perempuan Ini Nekat Bakar Bendera Merah Putih, Begini Kronologinya

Pertama, dia percaya bahwa Timor Portugis harus menjadi bagian dari Indonesia.

Kedua, hal tersebut harus terjadi sesuai dengan keinginan rakyat Timor Portugis yang diungkapkan dengan baik.

Whitlam yang saat itu menjabat sebagai Perdana Menteri Australia menekankan bahwa ini belum menjadi kebijakan Pemerintah (Australia) tetapi kemungkinan besar akan menjadi seperti itu.

Baca Juga: Putri Soekarno Sindir Deklarasi KAMI Batu Loncatan Buat Jadi Presiden, Gatot Nurmantyo: Apa Pun yang Menentang, Itu Peringatan Allah

Sementara itu, diungkapkan bahwa Soeharto menjawab dengan pendapat lain.

Menurutnya, Timor Timur bisa menjadi 'duri di mata Australia dan duri di punggung Indonesia'.

Duta Besar Australia untuk Indonesia, Richard Woolcott, menulis bahwa Canberra harus memutuskan antara 'idealisme Wilsonian dan realisme Kissingerian'.

Sementara Duta Besar Australia di Portugal, Frank Cooper, mempertanyakan kerugian akibat mengorbankan Timor Lorosae ke Indonesia kepada Australia.

"Pertanyaan yang akan ditanyakan banyak orang bukanlah apakah kita dapat hidup dengannya tetapi apakah kita dapat hidup dengan diri kita sendiri," katanya.

Baca Juga: Pantas Mayangsari Mau Dinikahi Tanpa Restu Ibu Tien Soeharto, Ternyata Deretan Bisnis Anak Cendana Tak Habis Buat 7 Turunan, Ada Nama Mertua Syahrini

Keinginan Whitlam agar Timor Leste bergabung dengan Indonesia dan tidak berdiri sebagai sebuah negara sendiri bukan tanpa alasan.

Kepala Urusan Luar Negeri, Alan Renouf , menulis bahwa Whitlam mengubah posisi Australia dengan mengadopsi kebijakan dua cabang ketika dua poin tidak dapat didamaikan.

"Whitlam tentu tidak ingin ada lagi negara mini yang dekat dengan Australia di Asia Tenggara atau Pasifik Selatan. Karena itu, dia tidak menginginkan Timor Timur merdeka; merger dengan Indonesia adalah satu-satunya jawaban," ungkapnya.

Sementara itu, sebulan kemudian, mayor jenderal yang bertanggung jawab atas operasi khusus Indonesia menyatakan bahwa sampai kunjungan Whitlam ke Jakarta, mereka masih ragu-ragu tentang Timor.

Namun, dukungan Perdana Menteri Whitlam tentang gagasan penggabungan Timor ke Indonesia telah membantu mereka mengukuhkan pemikiran mereka sendiri dan menjadi sangat yakin akan hal tersebut.

Baca Juga: Terlanjur Malu, Anggota Dewan Kepergok Lihat Foto Wanita Tanpa Busana Saat Rapat, Langsung Ambil Tindakan Ini

Satu paralel antara era invasi dan kemerdekaan adalah peran perdana menteri Australia yang kuat yang mengubah pemikiran Jakarta tidak sesuai dengan yang dimaksudkan, dikutip dari The Strategist.

Ya, bukan hanya terkait kebijakan Indonesia untuk menginvansi Timor Leste, Australia akhirnya juga terlibat dalam lepasnya Timor Leste dari Indonesia, saat era Perdana Menteri John Howard.

Dari Perdana Menteri Whitlam hingga Howard memiliki persamaan, yaitu kebijakan Australia adalah bahwa Timor Lorosae harus menjadi bagian dari Indonesia.

Namun, apa perbedaannya?

Baca Juga: Mendadak Digugat Suami Mayangsari, Tangan Kanan Menteri Sri Mulyani Malah Komentar Begini: Mau Ngapain Ya Keluar Negeri?

Menurut catatan, pada bulan Desember 1998, Howard menulis kepada Presiden Indonesia BJ Habibie, menyarankan Indonesia mempertimbangkan tentang tawaran otonomi kepada Timor Timur.

Menurut Donald Greenlees, surat itu merupakan upaya berisiko tinggi untuk membantu melegitimasi kekuasaan Indonesia.

Baca Juga: Ahok Sebut Pejabat Tinggi BUMN Titipan Kementerian, Inilah Sosok Komisaris di Pertamina: Ada Jenderal Polisi, Pejabat Hingga Relawan Jokowi

"Namun itu adalah salah satu intervensi paling menentukan dalam sejarah salah satu hubungan terpenting Australia. Meskipun ada upaya oleh beberapa dari mereka yang terlibat untuk mengklaim secara retrospektif bahwa itu sukses, itu gagal dengan caranya sendiri. Kita tidak boleh melupakan apa yang salah," katanya.

Ketika Habibie menanggapi dengan melakukan sebaliknya, yang akhirnya menjadi pemungutan suara PBB pada tanggal 30 Agustus 1999, Canberra mendapati dirinya menuju krisis karena tujuan strategisnya disulap lalu disesuaikan kembali.

(Intisari-Online.com)

Editor : Fotokita

Latest