Fotokita.net - Peneliti Indonesia Corruption Watch, Adnan Topan, menilai, kasus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Harun Masiku menjadi ujian berat bagi Pimpinan KPK Jilid V dan Undang-Undang KPK Nomor 19 Tahun 2019 untuk membuktikan pemberantasan korupsi tidak melemah. Pasalnya, mencari dan menangkap Harun semestinya tidak sulit bagi KPK dengan sepak terjang baik selama ini.
”Kejadian-kejadian ini menunjukkan kasus Harun tidaklah sederhana. Harun dalam kasus ini bukanlah sebagai individu, tetapi menyangkut partai yang kini berkuasa, yakni PDI-P, sehingga ada tembok politik dalam membongkar kasus ini,” kata Adnan.
Harun, kata Adnan, meski tidak memiliki posisi penting dalam partai dan bukan elite politik yang berpengaruh, Harun adalah pelaku kunci dalam kasus dugaan penyuapan bekas anggota Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan. Keterangan Harun akan menimbulkan gejolak karena dapat membongkar siapa saja yang terlibat.
Dalam kasus ini, Harun, yang merupakan caleg PDI-P dari dapil Sumatera Selatan I, diduga diupayakan untuk menjadi pengganti caleg terpilih, Nazarudin Kiemas, yang meninggal.
Padahal, dalam rapat pleno KPU, seharusnya Riezky Aprilia yang menggantikan karena memperoleh 44.402 suara, jauh di atas Harun yang hanya mendapat 5.878 suara.
PDI-P diduga mengajukan permohonan fatwa MA dan kemudian mengirimkan surat berisi penetapan caleg kepada KPU. Meminta agar Harun yang menduduki jabatan sebagai anggota DPR pergantian antarwaktu.
Otoritas tidak sadar bahwa kejutan-kejutan tersebut mendegradasi kepercayaan publik, baik pada KPK, Kemenkumham, maupun negara. Presiden Joko Widodo yang berulang kali menyampaikan janjinya memberantas korupsi, tidak pandang bulu pada siapa pun yang terlibat korupsi, juga bisa ikut terdampak.
Peristiwa menghilangnya calon anggota legislatif Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Harun Masiku, dalam tiga pekan terakhir telah membuat nama kompleks Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, naik daun.
Konon, di fasilitas milik Kepolisian Negara RI itu jejak Harun diketahui terakhir kali oleh penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi, 8 Januari.