Follow Us

Disebut Lebih Galak Ketimbang Ayah dan Kakeknya, Jumlah Pembelot Korea Utara Pada Masa Kim Jong Un Justru Turun Drastis. Apa Penyebabnya?

Bayu Dwi Mardana Kusuma - Sabtu, 23 November 2019 | 21:13
Kim Jong Un dan Kim Jong Il
Daily Express via Wartakotalive.com

Kim Jong Un dan Kim Jong Il

Fotokita.net - Seorang pembelot Korea Utara bahkan menyebut Kim Jong Un sebagai pemimpin yang lebih kejam dibandingkan dua pendahulunya.

Ahn Myeong Chul, mantan penjaga kamp penjara Korea Utara yang kini menjabat direktur eksekutif kelompok advokasi NK Watch, mengatakan, warga Korea Utara tidak lagi mendapat kesempatan kedua dalam rezim pemimpin ini.

"Kakeknya, Kim Il Sung, dan ayahnya Kim Jong Il dapat memaafkan para pelanggar, terlepas dari apa kejahatannya," kata Ahn, dalam sebuah forum yang diselenggarakan Pusat Data Hak Asasi Manusia Korea Utara (NKDB), Kamis (21/3/2019).

Baca Juga: Korea Utara Punya Kim Jong Un yang Dikenal Bengis, Negara Ini Dipimpin Oleh Diktator yang Enggak Kenal Belas Kasihan: Tembaki Kemaluan dan Jantung Pembangkangnya

"Pelanggar akan menjalani hukuman penjara, tetapi selanjutnya akan dibebaskan. Di bawah pemerintahan Kim Jong Un yang kejam, tidak ada kesempatan kedua," tambahnya.

Transformasi Kim Jong Un dari sosok diktator nuklir menjadi diplomat berbakat pada 2018 mungkin telah meredakan ketegangan di semenanjung Korea.

"Perubahan itu juga mengubah persepsi publik Korea Selatan tentang situasi pelanggaran hak asasi manusia di Korea Utara," kata Yeo Sang Yoon, direktur utama NKDB.

Yoon mengatakan, muncul persepsi keseluruhan di Korea Selatan bahwa hak asasi manusia Korea Utara telah semakin baik karena diplomasi. Namun keduanya sebenarnya tidak saling berhubungan.

Kim Jong-un Tunggangi Kuda Putih di Gunung Suci
AsiaOne

Kim Jong-un Tunggangi Kuda Putih di Gunung Suci

Dalam jajak pendapat tahunan yang melibatkan 1.000 warga Korea Selatan, pada 2018 menunjukkan penurunan 10 persen dari jumlah responden yang menilai situasi hak asasi manusia di Korea Utara adalah hal serius dan mengerikan.

Warga Korea Selatan lebih optimistis tentang perbaikan dalam hak asasi manusia Korea Utara, setelah setahun keterlibatan diplomatik. Lebih dari 65 persen responden pada 2018 mengatakan kondisi Korea Utara akan membaik.

Sorotan terhadap Kim Jong Un dan kemampuannya mendefinisikan ulang dirinya telah mengaburkan pemahaman warga Korea Selatan tentang kemampuan pemimpin itu dalam menganiaya, memenjarakan, dan menyiksa orang-orang yang melanggar peraturannya.

Baca Juga: Biarpun Punya Kekuasaan yang Sangat Sulit Digulingkan, Begini Skenarionya Kalau Kim Jong Un Harus Lengser Mendadak

Oh Kyung-sup, seorang peneliti di Institut Unifikasi Nasional Korea, mengatakan, kondisi hak asasi manusia di Korea Utara belum mengalami peningkatan yang signifikan.

Dia juga mengatakan, peralihan kekuasaan dari Kim Jong Il kepada Kim Jong Un tidak lantas membuat hidup warga Korea Utara menjadi lebih mudah.

Donald Trump dan Kim Jong un telah bertemu tiga kali
Express

Donald Trump dan Kim Jong un telah bertemu tiga kali

Peningkatan yang terjadi di bawah pemimpin saat ini di Korea Utara adalah dalam hal akses warga untuk mendapat makanan. Hal itu sebagai hasil perubahan pandangan pemimpin tentang pasar.

Menurut Ahn, yang beralih dari penjaga penjara menjadi yang dipenjara, Kim Jong Un telah mengizinkan pasar untuk berkembang.

"Orang-orang yang membeli dan menjual makanan harus terus bergerak demi menghindari pihak berwenang, di bawah pemimpin sebelumnya," kata Ahn.

Ahn melihat, warga Korea Selatan telah terbius oleh sikap diplomatik Kim Jong Un. "Sementara beberapa kamp penjara telah ditutup, yang lainnya justru semakin berkembang di bawah kepemimpinan Kim Jong Un, dan itu demi alasan yang baik."

"Korea Utara tidak dapat bertahan tanpa kamp-kamp penjara politik. Jika hak asasi manusia berkembang di negara itu, Korea Utara bisa runtuh," ujarnya.

Baca Juga: Alami 5 Luka Tembak di Tubuhnya, Pembelot Korea Utara Ini Masih Bisa Selamat. Lalu, Dia Ungkapkan Kesan Milenial di Negerinya Tentang Kim Jong Un

Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un menggelar pertemuan bersejarah di Singapura pada Juni 2018 silam.

Keduanya sepakat untuk bekerja menuju semenanjung Korea yang bebas nuklir. Pada Sabtu (29/9/201), Menteri Luar Negeri Korea Utara Ri Yong-ho menyalahkan sanksi AS yang membuat kurangnya kemajuan denuklirisasi.

"Tanpa kepercayaan di AS, tidak akan ada keyakinan dalam keamanan nasional kami," katanya.

Para pembelot melambai setelah berhasil tiba di Korea Selatan dengan kapal pada Januari 1997
Scmp.com

Para pembelot melambai setelah berhasil tiba di Korea Selatan dengan kapal pada Januari 1997

Jumlah warga Korea Utara yang membelot ke Korea Selatan dilaporkan menurun selama Kim Jong Un berkuasa. Data yang dirilis pada Minggu (30/9/2018) oleh Park Byeong-seug, anggota dari Partai Demokrat Korea Selatan, menunjukkan angka tersebut terus menurun sejak 2012.

Sebagai informasi, Kim mengambil alih kekuasaan pada akhir 2011 setelah kematian ayahnya, Kim Jong Il.

Yonhap News mewartakan, Park yang mengutip data dari Kementerian Unifikasi menyatakan, ada 2.706 warga Korea Utara yang membelot Korea Selatan pada 2011. Namun, angka tersebut hanya 1.502 pada 2012.

Baca Juga: Tak Ada Kebebasan Beragama, Kim Jong Un Senang Hati Lakukan Hal Ini Jika Rakyat Korea Utara Tak Hormati Dirinya Sebagai Tuhan yang Hidup

Jumlah tersebut sempat naik sedikit menjadi 1.514 pembelot ada 2013. Kemudian menurun lagi menjadi 1.397 orang pada 2014, dan terus tergerus pada 2015 dengan 1.275 pembelot.

Jumlah pembelot melambung menjadi 1.418 pada 2016, selanjutnya anjlok jadi 1.127 pada tahun lalu.

Sementara, sepanjang tahun ini hingga Agustus 2018, tercatat ada 703 warga Korea Utara yang meninggalkan negara mereka untuk membelot ke Selatan. Park menilai, kontrol perbatasan oleh otoritas China dan meningkatnya biaya calo membuat warga Korea Utara mengurungkan niatnya untuk melarikan diri.

Aktivis pembelot Korea Utara melempar botol-botol plastik berisi beras, uang dan stik memori dilempa
ED JONES

Aktivis pembelot Korea Utara melempar botol-botol plastik berisi beras, uang dan stik memori dilempa

BBC melaporkan, lebih dari 30.000 warga Korut secara ilegal menyeberangi perbatasan sejak akhir Perang Korea pada 1953. Banyak yang kabur melalui China, yang memiliki perbatasan terpanjang dengan Korut.

Tapi, China menganggap para pembelot sebagai imigran ilegal ketimbang pengungsi. Otoritas "Negeri Panda" itu sering memulangkan mereka secara paksa.

Hubungan Korea Utara dan Selatan makin menghangat dalam beberapa bulan terakhir, meski secara teknis keduanya masih berperang. Awal bulan ini, para pemimpin dua Korea bertemu di Pyongyang untuk melakukan pembicaraan yang berfokus pada negosiasi denuklirisasi. Sebelumnya,

Baca Juga: Teka Teki Anak Kim Jong Un dan Ri Sol Ju, Akhirnya Orang Amerika Ini Bilang Dirinya Pernah Gendong Keturunan Pemimpin Korea Utara Itu

Korsel Tolak Dua Pembelot Asal Korut Masuk ke Negaranya
BBC

Korsel Tolak Dua Pembelot Asal Korut Masuk ke Negaranya

Persepsi orang-orang tentang Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un saat ini mungkin telah banyak berubah setelah melihat hubungan negara tertutup itu dengan Korea Selatan atau AS.

Barangkali kini lebih banyak yang beranggapan Korea Utara telah menjadi lebih terbuka dalam hubungannya dengan dunia luar. Bahkan banyak yang percaya akan tercapainya perdamaian dengan Korea Selatan.

Namun bagi para pembelot yang telah melarikan diri dari Korea Utara, pandangan tentang pemimpin ketiga negara itu mungkin jauh berbeda.

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya

Latest