Fotokita.net - Hingga sekitar pukul 06.00 WIB, Kamis (26/9/2019), kondisi di kawasan Slipi, Jakarta berangsur pulih. Di perempatan Slipi Jaya, lalu lintas telah dibuka kembali oleh kepolisian.
Dalam upaya memulihkan situasi, polisi bekerja sama dengan tokoh agama setempat. Kericuhan di Slipi misalnya, sejumlah ulama sempat mengajak berdialog sejumlah perusuh. Namun upaya ini tak berhasil sehingga polisi mengambil jalan tegas, membubarkan perusuh dengan gas air mata.
Helmi, perwakilan dari Forum Kerukunan Umat Beragama setempat, mengatakan, massa menuntut polisi membebaskan teman-teman mereka yang ditahan. Sebagian massa merupakan remaja yang berasal dari Bogor, Jawa Barat.
“Ada yang memprovokasi di belakang. Kiai yang ikut saja sampai didorong-dorong,” katanya.
Polisi telah mengamankan banyak terduga perusuh dari lokasi kericuhan di seputaran Slipi. Mereka dibawa ke markas polisi untuk diperiksa lebih lanjut. Namun di antara penangkapan itu, ada yang diduga salah tangkap.
Sejumlah pekerja restoran cepat saji di Jalan Palmerah Utara mengabarkan teman mereka ikut diamankan oleh polisi sekalipun tak terlibat dalam kericuhan.
Nikmat Anugerah (20) salah satu pekerja misalnya, mengatakan, dirinya bersama temannya hanya ingin melihat kericuhan yang terjadi dari Jalan Layang Slipi Jaya, sekitar pukul 02.00 WIB, Kamis.
“Tiba-tiba sekitar pukul 04.00, kami ditembak gas air mata. Polisi langsung berlari ke arah kami, dan menangkap teman saya yang bernama Adista (26). Saat ditangkap, dia dikerumuni polisi. Ada yang pukul pakai tangan dan tongkat kayu,” katanya.
Polisi menghapus foto dan video wartawan saat meliput kericuhan di kawasan Slipi, Jakarta, Kamis (26/9/2019) subuh. Tak hanya itu, mereka mengusir wartawan agar tak meliput kericuhan yang bermula dari unjuk rasa pelajar pada Rabu (25/9/2019) sore.
Peristiwa tersebut terjadi di perempatan Slipi, pertemuan antara Jalan Palmerah Utara dan Jalan Letjen S Parman, sekitar pukul 03.00 WIB, Kamis (25/9/2019) subuh. Saat itu, personel polisi baru saja kembali setelah bergerak mencari perusuh. Mereka kembali dengan membawa dua terduga perusuh.
Kedua terduga perusuh hendak dimasukkan ke mobil tahanan. Namun sebelum masuk mobil, sejumlah anggota polisi yang berada di lokasi memukulnya terlebih dahulu dengan tangan hingga tongkat kayu.
Kompas bersama seorang wartawan dari media lain yang menyaksikan hal itu, tiba-tiba didatangi dua personel polisi. Mereka kemudian mempertanyakan keberadaan wartawan di lokasi kericuhan. Tak hanya itu, mereka memaksa mengambil ponsel wartawan. Mereka melihat foto dan video di ponsel dan langsung menghapusnya.
Setelah itu, kedua polisi mengusir wartawan. Mereka menilai keberadaan wartawan mengganggu kerja polisi.
Wartawan Kompas lain yang sedang meliput kericuhan di perempatan Slipi Jaya, tak jauh dari perempatan Slipi, mengalami nasib yang mirip. Ponsel milik wartawan Kompas bersama seorang wartawan dari media lain, sempat diperiksa oleh polisi. Kemudian wartawan diusir dari lokasi sekalipun polisi tersebut telah dijelaskan mengenai tugas-tugas jurnalis.
Ungkap dalang kericuhan
Sementara itu, Ketua Indonesia Child Protection Watch Erlinda mendesak agar kepolisian dan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk mengusut pelaku yang menyebarkan ajakan unjuk rasa kepada para pelajar setingkat SMA di media sosial. Ajakan itu yang membuat pelajar se-Jabodetabek, berbondong-bondong ke Kompleks Parlemen, kemarin.
“Siapa yang menggerakkan aksi para pelajar? Siapa yang mendanai para pelajar? Apa yang menjadi target oknum tersebut dengan menggunakan pelajar? Kemenkominfo dan Polri harus segera melacaknya. Sangat memprihatinkan pelibatan pelajar pada aksi demo yang sebenarnya mereka tidak memahami apa yang menjadi tuntutan demo,” jelasnya.
Selain itu, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) periode 2014 – 2017 ini juga mendorong Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan dinas pendidikan daerah untuk segera memverifikasi ke pihak sekolah tempat para pelajar yang berunjuk rasa dan bertindak anarkis, mengenyam pendidikan.
“Lakukan langkah preventif dan antisipatif untuk menyelamatkan para pelajar, di duga ada oknum yang melakukan provokasi dan eksploitasi,” katanya.
Dia bahkan mengusulkan kementerian & lembaga terkait termasuk KPAI, segera membentuk tim terpadu menyikapi pelibatan anak dalam unjuk rasa yang berujung anarkis. “Tim ad hoc untuk melakukan perlindungan dalam kedaruratan serta melakukan penyelidikan,” tambahnya. (INSAN ALFAJRI DAN STEVANUS ATO/Kompas.id)