Follow Us

Gerakan Papua Merdeka Kerap Disebut, Kata Riset Kelompok Ini Tak Solid. Ada yang Berperang di Hutan, Ada Pula yang Hidup Makmur di Eropa

Bayu Dwi Mardana Kusuma - Selasa, 20 Agustus 2019 | 19:03
KKB Papua
Facebook/TPNPB

KKB Papua

Fotokita.net - Tanah Papua sedang menjadi kepala berita. Dugaan perilaku diskriminasi disertai aksi rasisme terhadap sejumlah mahasiswa asal Papua di Surabaya dan Malang memang berbuntut panjang. Aksi itu memicu kemarahan warga Papua termasuk mahasiswa asal Bumi Cenderawasih yang sedang menimba ilmu di Medan, Sumatera Utara (Sumut).

Pembina Ikatan Mahasiswa Papua (IMP) Sumut, Damiel Wandik serta mahasiswa Papua di Medan tidak terima atas tindakan diskriminasi terhadap saudara-saudaranya di Surabaya dan Malang.

"Jika mereka mengatakan seperti itu (rasisme) kami akan pulang dengan senang hati. Dengan catatan orang dari luar Papua yang datang juga harus angkat kaki. Jadi sama-sama pulang ke daerah masing-masing. Itu yang menjadi sorotan kami," tambahnya.

Baca Juga: Gedung Rakyat dan Fasilitas Umum Dibakar dalam Kerusuhan Manokwari, Tapi Bangunan Ini Sama Sekali Tak Disentuh Warga. Begini Analisisnya

Ilustrasi: Sejumlah massa dari masyarakat Papua yang membentangkan bendera bintang Bintang kejora lambang OPM dalam aksi unjuk rasa.
KOMPAS.com/ BUDY SETIAWAN KONTRIBUTOR KOMPAS TV MANOKWARI

Ilustrasi: Sejumlah massa dari masyarakat Papua yang membentangkan bendera bintang Bintang kejora lambang OPM dalam aksi unjuk rasa.

Kritik dan komentar pedas juga disampaikan Damiel terhadap pemerintah Indonesia. Kata Damiel, pemerintah Indonesia melakukan program pembangunan di Bumi Cenderawasih hanya untuk meredam gerakan rakyat Papua yang ingin mendapatkan kebebasan dengan kata lain merdeka.

"Ini diskriminasi terjadi saat kemerdekaan ke-74 Indonesia, dan masalah tentang Papua tidak pernah selesai. Artinya ada solusi, tapi Indonesia selalu meredam perjuangan kami dengan segala cara seperti pembangunan, dan segala program dilakukan. Pergantian kepala negara tapi masalah Papua tetap ada, dan tidak pernah redam. Solusinya untuk Papua adalah merdeka, dan kebebasan itu saja," ungkap Damiel.

Baca Juga: Tukang Foto Norwegia Ini Berikan Kesaksian Saat Bencana Tsunami Banten, Keluarganya Bisa Selamat Setelah Lakukan Hal Ini

Pria yang diduga Lekagak Telenggen, pemimpin KKB OPM
Capture Youtube Chanel Central Secretariat of TPNPB-OPM

Pria yang diduga Lekagak Telenggen, pemimpin KKB OPM

Hal senada juga disampaikan Agustinus Goo yang merupakan ketua dari IMP Sumut. Mahasiswa asal Kabupaten Nabire ini mengatakan pemerintah harus cepat menyelesaikan masalah tentang penindasan, diskriminasi, serta rasisme terhadap rakyat Papua. Kata Agustinus, jika pemerintah Indonesia tidak mampu menyelesaikannya, maka lepaskan saja wilayah Papua dari pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Ya kalau terus ini berlanjut, berarti masyarakat Papua minta merdeka, lepas dari pangkuan NKRI. Presiden Joko Widodo harus cepat selesaikan masalah itu daripada masyarakat Papua jadi korban. Tanah kami dijajah, dirampas kekayaan alam di Papua. Sementara mereka melakukan rasisme, intimidasi. Seharusnya sebagai manusia mereka harus punya perasaaan," tutur Agustinus.

Isu Papua Merdeka memang seperti api dalam sekam. Setiap ada kejadian besar, isu ini seperti menyala dengan terang. Gerakan ini memiliki sayap militer yaitu Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM). Mereka kerap mengincar aparat keamanan untuk melakukan gangguan keamanan di Papua.

Baca Juga: Asrama Dilempari Warga Tak Dikenal, Gubernur Sulawesi Selatan dan Kepolisian Lindungi Mahasiswa Papua di Makassar

Pimpinan KKB Papua, Egianus Kogoya (lingkaran merah).
Facebook TPNPB

Pimpinan KKB Papua, Egianus Kogoya (lingkaran merah).

Lantas apakah itu OPM?

Organisasi Papua Merdeka (OPM) adalah istilah umum bagi gerakan prokemerdekaan Papua yang mulanya adalah reaksi orang Papua atas sikap pemerintah Indonesia sejak 1963.

Perlawanan secara bersenjata pertama kali diluncurkan di Manokwari pada 26 Juli 1965.

"Dari sejak itu OPM berjuang terus," cetus Sebby kepada BBC News Indonesia pada Rabu (12/12).

Baca Juga: Asrama Dilempari Warga Tak Dikenal, Gubernur Sulawesi Selatan dan Kepolisian Lindungi Mahasiswa Papua di Makassar

Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua disebut tak lagi punya ideologi, murni kriminal.
Tribun Jogja

Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua disebut tak lagi punya ideologi, murni kriminal.

Dalam perkembangannya, laporan Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) berjudul The Current Status of The Papuan Pro-Independence Movement yang diterbitkan 24 Agustus 2015 menyebut organisasi ini 'terdiri dari faksi yang saling bersaing'.

Faksi ini terdiri dari tiga elemen: kelompok bersenjata, masing-masing memiliki kontrol teritori yang berbeda: Timika, dataran tinggi dan pantai utara; kelompok yang melakukan demonstrasi dan protes; dan sekelompok kecil pemimpin yang berbasis di luar negeri -seperti di Pasifik, Eropa dan AS- yang mencoba untuk meningkatkan kesadaran tentang isu Papua dan membangkitkan dukungan internasional untuk kemerdekaan.

Baca Juga: Kondisi Gedung Rakyat Papua Barat Tampak Mengenaskan Usai Kerusuhan Manokwari. Lihat Foto-fotonya yang Bikin Kita Pilu

Sebagian besar OPM bersenjata bermarkas di Papua, tetapi beberapa orang berlindung di pedalaman dan di perbatasan Papua Nugini. Namun, tidak ada komando tunggal dalam organisasi bersenjata ini.

Benny Wenda
Twitter @BennyWenda

Benny Wenda

Laporan IPAC menyebut, setidaknya terdapat tiga komando sayap militer OPM. Goliath Tabuni, yang berbasis di Tingginambut, kabupaten Puncak Jaya, dipandang yang paling kuat dengan cakupan teritorial yang paling luas, meliputi Puncak, Paniai dan Mimika.

Puron Wenda, yang berbasis di Lanny Jaya memisahkan diri dari Goliath sekitar tahun 2010. Pada Mei 2015, kelompoknya menyatakan "perang total revolusioner" dan mengklaim kelompok Goliat dan yang lainnya berada di bawah komandonya, tetapi tidak ada bukti yang mendukung ini.

Sementara itu, Richard Hans Yoweni berbasis di Papua New Guinea, namun memiliki pengaruh kuat di sepanjang Pantai Utara.

Baca Juga: Ular Mematikan asal Australia yang Ditemukan di Papua Ini Renggut Nyawa Anggota Brimob dengan Bisa yang Menyebar Lewat Kelenjar Getah Bening!

Pimpinan KKB Goliath Tabuni (kiri) dan Lekagak Telenggeng
Facebook/KOMNAS-TPNPB

Pimpinan KKB Goliath Tabuni (kiri) dan Lekagak Telenggeng

Adapun aparat menuding Egianus Kogoya sebagai otak di balik insiden Nduga.

Direktur eksekutif IPAC yang juga pengamat terorisme, Sydney Jones, menyebut kelompok Egianus Kogoya merupakan sempalan dari kelompok pimpinan Kelly Kwalik, komandan sayap militer OPM, yang tewas dalam penyergapan polisi pada 2009.

"Biasanya OPM ini terdiri dari faksi-faksi. Di Nduga, satu faksi yang berkuasa dan sempalan dari Kelly Kwalik yang dulu bergerak di Timika. Tapi orang-orang ini muda dan lebih militan," ujar Sydney Jones.

Militansi kelompok ini diamini oleh peneliti kajian Papua di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Adriana Elizabeth yang menyebut organisasi sayap militer OPM ini merupakan 'kelompok yang paling agresif'.

Baca Juga: KKB Papua Selalu Ajukan Sederet Tuntutan Ini Hingga Kacaukan Keamanan. Rupanya Mereka Senang Pamer Kekuatan Lewat Foto!

Tim Ekspedisi Lorentz 95 yang diculik OPM Kelly Kwalik.
Tribunnews

Tim Ekspedisi Lorentz 95 yang diculik OPM Kelly Kwalik.

"Kalau dalam struktur (organisasi) tidak ada hierarki, menurut saya, jadi itu ada beberapa kelompok. Tapi kalau melihat pola yang dilakukan kelompok Egianus Kogoya ini memang ini kelompok yang paling agresif," jelas Adriana.

"Yang mereka sasar itu memang TNI," imbuhnya.

Dari catatan polisi, sejumlah kasus yang didalangi Egianus Kogoya antara lain penyekapan belasan guru yang sedang bekerja di SD YPGRI 1, SMPN 1 dan tenaga medis yang bertugas di Puskesmas Mapenduma, Nduga.

Baca Juga: Manokwari Mencekam, Warga Terpicu Isu Dugaan Rasisme Mahasiswa Papua di Jawa. Lihat Foto dan Videonya Terkini!

Pada 25 Juni 2018, kelompok ini menembaki pesawat Twin Otter Trigana Air pada 25 Juni 2018, yang saat itu disewa Brimob Polri yang sedang bertugas mengamankan pilkada. Dua orang terluka akibat insiden tersebut.

Anggota OPM kembali ke NKRI
Kompas TV

Anggota OPM kembali ke NKRI

Pada Desember 2017, pekerja Trans Papua di Kecamatan Mugi diserang kelompok Egianus Kogoya. Pekerja proyek bernama Yovicko Sondakh meninggal dan seorang aparat luka berat.

IPAC dalam laporannya menyebut Kelly Kwalik berada di balik penculikan dan pembunuhan delapan orang pendatang di Papua pada 1986. Sepuluh tahun kemudian, pada Januari 1996, dia menculik tim peneliti satwa liar, termasuk enam orang asing di Mapenduma, Nduga.

Orang-orang Kelly juga dikaitkan dengan serangan 31 Agustus 2002 yang menewaskan tiga warga sipil di sekitar wilayah tambang Freeport, termasuk dua guru sekolah Amerika, dan melukai sembilan orang lainnya. Juga serangkaian penembakan yang dimulai Juli 2009 di sepanjang jalan yang menghubungkan tambang ke kota Timika, termasuk pembunuhan seorang warga Australia.

Unit polisi kontra terorisme, Densus 88, kemudian memburu dan menembaknya di Timika pada Desember 2009.

Baca Juga: Daripada Tertunduk Malu, Anak Muda Lebih Baik Jauhi Narkoba. Foto Penangkapan Anggota Muda Dewan Makassar Jadi Bukti

Kelly Kwalik
Youtube

Kelly Kwalik

Menyusul kematian Kelly Kwalik, pusat kegiatan bersenjata OPM bergeser ke utara di daerah Puncak Jaya, di mana salah satu pejuang Kelly, Goliath Tabuni kini berbasis.

Sejak 2004, Goliath dan pengikutnya menjadikan Puncak Jaya sebagai distrik paling keras di Papua. Ini membuat daerah operasinya meluas ke distrik tetangga, seperti Puncak dan Tolikara, begitu juga Paniai.

Goliath, disebut Sebby sebagai panglima tinggi TPNPB, sesuai hasil reformasi militer yang digelar 1 -5 Mei 2012.

Baca Juga: Kisah Perlombaan Perayaan 17 Agustus yang Tidak Akan Pernah Kita Lupakan. Foto-Foto Ini Beri Ceritanya!

Peta kekuatan militer TPNPB-OPM sendiri dibagi menjadi 29 Komando Daerah Pertahanan (Kodap) yang tersebar di seluruh Papua.

Pentolan OPM Kelly Kwalik tak sadar ia dan kelompok separatisnya dibuntuti tim pemburu TNI
Kostrad

Pentolan OPM Kelly Kwalik tak sadar ia dan kelompok separatisnya dibuntuti tim pemburu TNI

"Setiap kodap mempunyai 2.500 personil. Dua ribu lima ratus personil TPNPB itu anggota tetap, anggota tidak tetap adalah ratusan ribu," ujarnya.

Ditegaskan Sebby, kelompoknya tidak akan menyerah untuk "revolusi total" merebut kembali kemerdekaan.

Kendati begitu, Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyebut jumlah kelompok tersebut hanya 30 hingga 50 orang dengan kekuatan 20 pucuk senjata. Senjata itu mereka dapat antara lain dengan merampas anggota aparat TNI/Polri yang lengah, dari pelaku konflik Ambon di Maluku, dan melalui jalur ilegal di perbatasan Papua Nugini.

Baca Juga: Apakah Benar Hal Ini yang Jadi Akar Penyebab Kerusuhan Warga di Manokwari?

Sementara faksi-faksi bersenjata merupakan inti simbolis yang penting bagi gerakan prokemerdekaan, jaringan yang lebih moderat secara aktif melakukan tekanan kepada pemerintah pusat. Sama halnya dalam faksi bersenjata, hubungan antara kelompok ini sering ditandai oleh permusuhan dan kekacauan.

Anggota Brimob Polri menuju ke Nduga, Papua, di mana sebelumnya puluhan pekerja infrastruktur dilaporkan tewas dibantai oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), Selasa (4/12/2018). Sebanyak 31 orang disebut tewas dibantai KKB di lokasi proyek jalan Trans Papua yang diduga terjadi pada Sabtu (1/12/20
Kompas - AFP PHOTO/ANYONG

Anggota Brimob Polri menuju ke Nduga, Papua, di mana sebelumnya puluhan pekerja infrastruktur dilaporkan tewas dibantai oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), Selasa (4/12/2018). Sebanyak 31 orang disebut tewas dibantai KKB di lokasi proyek jalan Trans Papua yang diduga terjadi pada Sabtu (1/12/20

Namun pada 2014 dibentuklah Gerakan Persatuan Pembebasan untuk Papua Barat atau ULMWP yang terdiri dari Otoritas Nasional Papua Barat (WPNA), Koalisi Nasional untuk Pembebasan Papua Barat (WPNCL) dan Komite Nasional Papua Barat (KNPB).

Sementara dua kelompok yang pertama percaya mereka memiliki legitimasi lebih karena akar mereka dalam gerakan yang lebih tua, termasuk OPM bersenjata, KNPB sejak 2008 menunjukkan kemampuan yang jauh lebih besar untuk memobilisasi protes di Papua.

Baca Juga: Tukang Foto Norwegia Ini Berikan Kesaksian Saat Bencana Tsunami Banten, Keluarganya Bisa Selamat Setelah Lakukan Hal Ini

Tahun lalu, Benny Wenda, juru bicara ULMWP mengklaim menyerahkan petisi ke PBB, yang antara lain mengharapkan Papua masuk kembali dalam daftar di Komite Dekolonisasi PBB, setelah dikeluarkan dari daftar tahun 1963 menyusul hal yang disebut sebagai invasi Indonesia.

Petisi itu diklaim ULMWP sudah diserahkan kepada Komite Dekolonisasi PBB yang dikenal pula dengan Komite 24 di New York, Selasa (26/09). Disebut pula petisi yang didukung 1,8 juta tanda tangan itu -sebanyak 95,77% disebut merupakan warga asli Papua Barat dan sisanya adalah para pemukim Indonesia di Papua- yang mewakili sekitar 70% dari total warga asli Papua Barat.

Benny Wenda, pentolam OPM yang hidup makmur di Inggris, ia tak bakal mau pimpin anak buahnya berperang di hutan.
@suigenerisjen

Benny Wenda, pentolam OPM yang hidup makmur di Inggris, ia tak bakal mau pimpin anak buahnya berperang di hutan.

Peneliti kajian Papua di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Adriana Elizabeth gerakan prokemerdekaan Papua merupakan imbas dari perlakuan tidak adil yang diterima masyarakat Papua dari pemerintah Indonesia yang dianggap represif.

"Kekerasan yang terjadi sudah pasti adalah ekses, tapi target sasarannya memang TNI. Yang di bayangan mereka selama ini, kehadiran negara dalam sosok TNI itu penuh dengan repressiveness. Itu sebuah akumulasi ingatan, pengalaman. Akar persoalannya di situ," kata dia.

Dalam buku Papua Road Map yang diterbitkan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia pada 2009 disebut akar masalah Papua meliputi: peminggiran, diskriminasi, termasuk minimnya pengakuan atas kontribusi dan jasa Papua bagi Indonesia, tidak optimalnya pembangunan infrastruktur sosial di Papua, khususnya pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi rakyat dan rendahnya keterlibatan pelaku ekonomi asli Papua, proses integrasi politik, ekonomi, dan sosial budaya yang belum tuntas.

Baca Juga: Lihat Foto-foto Keindahan Papua, Bianglala Surgawi di Khatulistiwa

Selain itu, siklus kekerasan politik belum tertangani, bahkan meluas dan pelanggaran HAM yang belum dapat diselesaikan, khususnya kasus Wasior, Wamena, dan Paniai.

"Pembangunan konektivitas infrastruktur menjadi pintu masuk untuk penyelesaian masalah sosial yang dibutuhkan oleh masyarakat Papua. Saya memahami itu sebagai pemenuhan HAM untuk aspek sosial, budaya dan juga ekonomi," ujar Adriana.

Source : VOA Indonesia, BBC Indonesia

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya

Latest