Fotokita.net -Nama Prabowo Subianto memang lekat dengan Komando Pasukan Khusus (Kopassus), pasukan elit TNI AD. Karir militer Prabowo banyak dihabiskan di Kopassus. Salah satu prestasi terbaiknya, operasi pembebasan sandera OPM di Papua.
Kiprah Prabowo saat memimpin Kopassus juga menjadi sorotan ketika itu. Terlebih lagi, pada tahun 1990-an itu status Prabowo adalah menantu Presiden Soeharto, yang begitu berkuasa di Tanah Air.
Salah satu prestasi Prabowo saat memimpin Kopassus adalah operasi pembebasan sandera Organisasi Papua Merdeka (OPM) di hutan Mapenduma, Papua.
Operasi pelepasan sandera OPM ini terjadi pada 9 Mei 1996. Pada 25 tahun lalu, Prabowo berpangkat brigadir jenderal dengan jabatan mentereng, Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus, salah satu satuan elit yang paling disegani di lingkungan TNI.
Saat menggelar operasi pembebasan sandera OPM, Prabowo memimpin langsung Kopassus untuk melepaskan 11 orang sandera yang tergabung dalam Tim Ekspedisi Lorentz ’95.
Selama 130 hari sejak 8 Januari 1996, 11 orang sandera, yang beberapa di antaranya peneliti warga negara asing, ditahan OPM. Kelompok separatis ini ingin mencari perhatian lantaran menuntut kemerdekan dari Indonesia.
Baca Juga: Profil Satgas Nanggala, Intelijen Tempur Kopassus yang Tembak Mati Lesmin Walker Komandan KKB Papua
Seperti yang tertulis dalam buku Sandera, 130 Hari tertangkap di Mapenduma tulisan Ray Rizal dan Nina Pane, pada 8 Januari 1996, Mission Aviation Fellowship cabang Wamena melaporkan kepada Kodim Jayawijaya, Papua, ada sejumlah peneliti yang disandera OPM.
Para peneliti ini sudah ada di Mapenduma atau sekitar 160 kilometer di barat daya Wamena sejak 18 November 1995.
Komando Pasukan Khusus yang dipimpin Prabowo Subianto kemudian diterjunkan untuk misi pembebasan. Penyerbuan dilakukan ke markas OPM di Desa Geselama, Mimika.
Baca Juga: Tantang Pasukan Setan, 2 Anggota KKB Papua Tewas Diterjang Peluru Kopassus
Saat operasi, dua dari 11 sandera ditemukan tewas. Mereka adalah Matheis Yosias Lasembu, seorang ornitologis, dan Navy W. Th. Panekenen, seorang ahli biologi dari Universitas Nasional Jakarta Fakultas Biologi.
Keduanya berstatus Warga Negara Indonesia. Setelah peristiwa ini, Lasembu dimakamkan di Bandung sementara pemakaman Penekenan dilakukan di Jakarta.
Dalam operasi pelepasan sandera OPM yang digelar 5 hari, Kopassus memburu kelompok separatis bersenjata di belantara Mapenduma.
Tim peneliti dalam Ekspedisi Lorentz '95 yang disandera OPM di Mapenduma, Papua. Prabowo Subianto memimpin Kopassus untuk membebaskan 11 orang yang disandera OPM.
Dalam kontak senjata, delapan orang anggota OPM ditembak mati sedangkan dua orang ditangkap hidup-hidup.
Sementara di pihak sandera, sembilan orang berhasil diselamatkan namun dua sandera terbunuh.
Saat memberikan keterangan kepada pers, Prabowo mengatakan tidak ada korban dari prajurit Kopassus.
“Prajurit yang korban tidak ada. Dalam tahap ini tidak ada. (Luka-luka tidak ada),” kata Prabowo.
Karena terdapat sandera warga negara asing, operasi pembebasan ini menyita perhatian dunia.
Saat operasi dinyatakan sukses,reputasi Kopassus semakin terangkat di mata dunia. Terlebih lagi, pujian bahkan datang dari Sekjen PBB Boutros Boutros Ghali maupun negara-negara asing.Nama Prabowo pun dielu-elukan.
Foto gagah Prabowo Subianto, yang memimpin langsung operasi pembebasan 11 sandera OPM di hutan Mapenduma, Papua pada 9 Mei 1996.
Tetapi di balik sukses operasi pelepasan sandera OPM, berhembus isu miring atas keputusan Prabowo untuk terjun langsung ke medan pertempuran di hutan Mapenduma.
Saat itu, Letnan Jenderal Kepala Staf Umum ABRI Soeyono setidaknya menangkap keganjilan.
Hal ini berkaitan dengan sikap membangkang Prabowo sebagai Danjen Kopassus jelang operasi pembebasan.
Dalam biografinya, Soeyono menuturkan, dalam suatu rapat pembahasan rencana operasi, Prabowo hanya mengirim wakilnya, Kolonel Idris Gasing.
Soeyono meminta Kolonel Idris untuk memberikan gambaran konsep pengerahan pasukan apabila nanti diperlukan.
Namun, jawaban Idris membuat Soeyono terkejut. Tanpa mau menjelaskan alasannya, Idris menjawab bahwa ia tidak diperbolehkan oleh komandannya (Prabowo) untuk memaparkan garis besar rencana operasi pembebasan sandera. Boleh jadi karena rencana operasi tergolong rahasia.
Foto gagah Prabowo Subianto, yang memimpin langsung operasi pembebasan 11 sandera OPM di hutan Mapenduma, Papua pada 9 Mei 1996.
“Aneh, padahal saya yang mempunyai kewenangan memberikan warning order,” kata Soeyono sebagaimana terkisah dalam biografinya Soeyono: Bukan Puntung Rokok yang disusun Benny Butar-butar.
Soeyono pun merasakan keanehan. Menurut Soeyono, penolakan Prabowo yang secara hirarki masih bawahannya adalah bentuk pembangkangan.
Soeyono menduga Prabowo punya agenda tersendiri. Operasi pembebasan sandera semacam ini tentu dapat menjadi ajang pembuktian diri bagi Prabowo sebagai komandan pasukan elit Indonesia.
Bukan hanya itu, sejumlah‘borok’ ditengarai telah terjadi dalam Operasi Mapenduma. Mulai dari tewasnya dua dari 26 sandera tewas, yakni Yosias Lasamahu dan Navy Panekanan.
Mereka terbunuh di tengah hutan dengan luka bacokan di tubuh. Kematian dua sandera ini belum diketahui persis siapa pelakunya.
Kematian dua sandera ini menambah jumlah korban tewas Operasi Mapenduma, di mana sebelumnya 16 orang pun ikut tewas akibat aksi koboi sniper Kopassus Letnan Sanurip, pada 15 April 1996 di lapangan terbang Timika.
Foto gagah Prabowo Subianto, yang memimpin langsung operasi pembebasan 11 sandera OPM di hutan Mapenduma, Papua pada 9 Mei 1996.
Sanurip pun akhirnya ikut tewas bunuh diri di dalam sel. Kisah aneh Sanurip itu mengawali keganjilan dalam operasi pembebasan sandera di Mapenduma.
Korban pun kembali berjatuhan. Sebuah helikopter yang membawa pasukan Kopassus mengalami kecelakaan fatal.
Heli naas yang diterbangkan Lettu CPN Agus Riyanto dan Lettu CPN Tukiman jatuh terjerembab. Ekornya menghantam pohon dan terbalik.
Menurut sandera yang selamat, Markus Warib, heli TNI AU jenis Bolco sedang mencari-cari tanah lapang untuk menurunkan pasukan, namun diberondong gerilyawan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Alhasil, sebanyak 12 penumpang menjadi korban.
Lima orang tewas dan sisanya mengalami luka-luka. Korban yang meninggal, Kapten Penerbang Agus (pilot), Sertu Parlan (AU), dan tiga prajurit Kopassus yakni, Lettu Umar, Serda Pitoyo, dan Pratu Sudiono.
Kejanggalan berikutnya, Markus bercerita, sandera yang gagal diselamatkan. Menurut Markus para penyandera telah bersumpah untuk tidak menghilangkan nyawa para sandera.
Baca Juga: Fakta Ledakan Petasan di Kebumen, Api Rokok Jadi Penyebab Hingga Wajah Korban Tak Lagi Bisa Dikenali
Foto gagah Prabowo Subianto, yang memimpin langsung operasi pembebasan 11 sandera OPM di hutan Mapenduma, Papua pada 9 Mei 1996.
“Sebab menghilangkan nyawa berarti harga yang harus dibayar mahal atas kritikan dan hilangnya simpati dunia terhadap perjuangan OPM,' kata Markus Warib kepada Decki Natalis Pigay dalam wawancara yang termuat di Evolusi Nasionalisme dan Sejarah Konflik di Papua.
Sementara menurut Letkol I Nyoman Cantiyasa, komandan Tim Kilat II Kopassus yang terlibat dalam operasi, kedua sandera itu berusaha menyelamatkan diri ketika terjadi baku tembak antara gerombolan OPM dan pasukan penjejak Kopassus dari Tim Kasuari I.
Baca Juga: Dulu Diadukan ke Wapres, Abu Janda Pamer Foto Bareng Ahok Usai Dapat Kabar Tengku Zul Wafat: Karma
Untuk menutup ruang gerak OPM, pasukan penyerbu Tim Kilat Kopassus meminta bantuan tim penutup Pandawa dari Kostrad untuk menghadang gerombolan. Baku tembak terjadi cukup ramai.
“Beberapa anggota gerombolan penyandera tewas tertembak dan sebagian melarikan diri. Dua orang sandera tewas dibacok dan yang lain luka-luka ketika mencoba kabur,” kata Nyoman dalam “Pembebasan Tim Lorentz di di Mapenduma” termuat di Kopassus untuk Indonesia suntingan Iwan Santosa dan E.A. Natanegara.
Operasi Mapenduma juga menyisakan pertanyaan apakah ada keterlibatan pasukan asing.
Baca Juga: Tengku Zul Meninggal Dunia, Sang Ulama Tegaskan Baru Mau Bantu Pemerintah Jika Presiden Jokowi Wafat
Foto gagah Prabowo Subianto, yang memimpin langsung operasi pembebasan 11 sandera OPM di hutan Mapenduma, Papua pada 9 Mei 1996.
Tersiar kabar, operasi pembebasan ini melibatkan pasukan komando Kerajaan Inggris, Special Air Service (SAS) dan para serdadu bayaran dari perusahaan keamanan ternama Executive Outcomes (EO).
EO merupakan perusahaan yang berpengalaman dalam operasi intelijen anti-teror diduga ikut serta dalam operasi.
Decki Natalis Pigay menulis, CEO Commander EO, Nick van den Bergh mengakui bahwa timnya yang beranggotakan lima orang telah diterjunkan untuk mengatasi krisis di Irian Jaya.
Informasi itu diperkuat laporan Jawa Pos, Juli 1997 yang mengutip keterangan seorang sandera bernama Daniel Start.
Kesaksian itu menyebutkan, para anggota OPM yang tewas tidak lain merupakan korban dari pasukan SAS dan EO yang menyamar sebagai petugas International Red Cross (Palang Merah Internasional).
Namun yang umum tersiar ke publik adalah keberhasilan pasukan Kopassus yang dipimpin Prabowo.
"Upaya pembebasan ini menjadi misteri," kata Pigay.
Baca Juga: Niat Busuk Perang Senjata Biologi Terbongkar, China Curi Data Laut Indonesia dengan Cara Ini
Foto gagah Prabowo Subianto, yang memimpin langsung operasi pembebasan 11 sandera OPM di hutan Mapenduma, Papua pada 9 Mei 1996.
(*)