Larang Mudik Lebaran 2021, Jokowi Sebut Kasus Covid-19 Indonesia Turun, Ahli: Hati-hati

Sabtu, 27 Maret 2021 | 11:17
Kompas.com

Ilustrasi. Mudik lebaran 2021 resmi dilarang pemerintah, ini kata ahli epidemiologi

Fotokita.net - Larang mudik Lebaran 2021, Jokowi sebut kasus Covid-19 Indonesia turun, ahli: hati-hati.

Ahli epidemiologi dari Griffith University, Australia, Dicky Budiman menilai, larangan mudik Lebaran 2021 ini merupakan keputusan yang tepat dan bijak dari pemerintah.

"Ini tentu harus direspons positif dan dengan besar hati oleh publik. Karena sekali lagi dalam situasi pandemi, yang kita belum bisa mengendalikan, tentu menuntut adanya pembatasan mobilitas dan interaksi manusia," kata Dicky saat dihubungi, Jumat (26/3/2021).

Dicky mengatakan, berdasarkan bukti-bukti ilmiah terkini, mobilitas dan interaksi manusia terbukti berkontribusi dalam perburukan situasi pandemi Covid-19.

Baca Juga: Mudik Lebaran 2021 Resmi Dilarang, Anies Baswedan Buka Suara: Virus Corona Tak Kenal Lebaran

"Apalagi ditambah adanya potensi dari strain baru yang lebih cepat ya, sangat efektif menular, dan itu pun yang baru bisa kita deteksi adalah varian B.1.1.7, belum potensi varian lain yang kita masih memiliki keterbatasan untuk mendeteksinya," katanya lagi.

Menurut Dicky, mencegah adanya mobilisasi dan interaksi masif manusia dengan melarang mudik Lebaran tidak hanya berkontribusi mencegah penularan Covid-19, tetapi juga mencegah kemunculan strain virus baru.

Dicky mengatakan, dari satu superspreader event, terdapat potensi untuk melahirkan satu superstrain virus.

Baca Juga: Mudik Lebaran 2021 Resmi Dilarang, Mensos Risma Malah Berencana Lakukan Hal Ini

Kendati demikian, Dicky mengingatkan bahwa pembatasan mobilitas manusia tidak cukup dengan hanya melarang masyarakat melakukan mudik Lebaran.

Menurut Dicky, pembatasan dan pengaturan mobilitas manusia juga tetap perlu dilakukan di dalam kota.

Dia mengatakan, pembatasan tersebut bisa diterapkan dengan memperhatikan beberapa hal, antara lain: Pertama dari segi tempat, yakni mengacu pada zona risiko penularan Covid-19.

Baca Juga: Tak Terima Didakwa Soal Kerumunan, Habib Rizieq Malah Tuding Ahok dan Raffi Ahmad, Ini Alasan Mantan Pemimpin FPI

Kemudian dari segi aktivitas, yaitu mengatur agar jika ada aktivitas masyarakat, dapat dilakukan di luar ruangan dengan penerapan protokol kesehatan pribadi.

"Dalam situasi saat ini, sebaiknya memakai masker dua lapis, jaga jarak minimal dua meter, dibiasakan mencuci tangan, dan tentu saja aktivitas di luar rumah bila amat sangat penting sekali," kata dia.

Lebih lanjut, Dicky juga menyarankan pemerintah daerah untuk memberikan informasi dan sosialisasi yang memadai kepada masyarakat, mengenai daftar lokasi mana saja yang termasuk zona hijau, oranye, atau merah.

Baca Juga: Nilai Korupsi Bansos Covid-19 Diduga Jauh Lebih Besar, Nama Anak Jokowi Ikut Disebut dalam Laporan Ini, Ada Jatah Buat Anak Pak Lurah?

ANTARA FOTO/DEDHEZ ANGGARA via Kompas.com

Kendaraan pemudik memadati jalur tol Palikanci, Tegalkarang, Cirebon, Jawa Barat, Minggu (9/6/2019).

"Ini perlu dan penting untuk situasi saat ini, untuk sekali lagi meminimalkan potensi penyebaran," kata Dicky kepada Kompas.com.

Terakhir, menurut Dicky, ada satu hal lain yang juga tidak boleh dilupakan, yaitu penguatan dari aspek testing dan tracing, yang diikuti dengan isolasi dan karantina.

"Harus terus dilakukan dengan komitmen tinggi di semua daerah dan juga konsisten.

Ini yang masih menjadi PR (pekerjaan rumah) di Indonesia, dan di sisi lain, masyarakat juga harus disiplin melakukan 5M," pungkas Dicky.

Pemerintah resmi memberlakukan larangan mudik Lebaran 2021 yang berlaku bagi semua masyarakat Indonesia.

Baca Juga: Ikuti Perintah Megawati, Begini Nasib Bansos Covid-19 Usai Risma Ditunjuk Jadi Menteri Sosial

Mengutip Kompas.com, Jumat (26/3/2021), larangan mudik Lebaran 2021 disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy.

Muhadjir menyampaikan, keputusan melarang mudik Lebaran 2021 ditetapkan berdasarkan hasil rapat tingkat menteri.

"Ditetapkan bahwa tahun 2021 mudik ditiadakan. Berlaku untuk seluruh ASN, TNI, Polri, BUMN, karyawan swasta maupun pekerja mandiri, dan juga seluruh masyarakat," ujar Muhadjir dalam konferensi pers secara virtual, usai rapat.

Baca Juga: Disentil Blusukan Cuma Settingan, Penampilan Risma Jadi Sorotan Usai Curhat ke Megawati: Setiap Ke Sini Dia Nangis

Pemerintah memutuskan melarang mudik Lebaran setelah mempertimbangkan tingginya angka penularan dan kematian akibat Covid-19 setelah beberapa kali libur panjang, khususnya setelah libur Natal dan Tahun Baru.

Muhadjir mengatakan, larangan mudik tersebut akan mulai berlaku mulai 6-17 Mei 2021.

Sebelum dan sesudah waktu tersebut, masyarakat diimbau untuk tetap meniadakan aktivitas perjalanan.

"Larangan mudik akan mulai pada 6-17 Mei 2021. Sebelum dan sesudah waktu tersebut, diimbau kepada masyarakat untuk tidak melakukan pergerakan atau kegiatan-kegiatan ke luar daerah, kecuali betul-betul dalam keadaan mendesak dan perlu," kata Muhadjir.

Baca Juga: Niat Puasa Nisfu Syaban, Ustaz Abdul Somad Ungkap Keutamaan Doa Malam 15 Hari Sebelum Puasa Ramadhan dan Lafaznya

Presiden Joko Widodo sebelumnya menyebut bahwa kasus Covid-19 di sejumlah negara mengalami lonjakan beberapa waktu terakhir.

Mengetahui hal ini, ia mengaku bersyukur karena kasus Covid-19 di Indonesia mengalami penurunan.

"Kita alhamdulillah, di Januari kita pernah berada di angka 13.000 kasus harian, 14.000, bahkan pernah 15.000. Sekarang kita sudah turun dan berada di angka 5.000, 6.000, dan akan terus kita turunkan," kata Jokowi saat membuka Musyawarah Nasional V Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) di Istana Negara, Jumat (26/3/2021).

Baca Juga: Dilarang Rangkap Jabatan Karena Undang-undang, Mensos Risma Malah Minta Staf Barunya Lakukan Ini: Nggak Usah Sungkan Sama Saya

KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG
KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kasus Covid-19 di Indonesia

Ahli epidemiologi dari Griffith University Australia Dicky Budiman kembali mengatakan, penurunan kasus harian Covid-19 di Indonesia justru perlu disikapi dengan hati-hati.

Pasalnya, menurut dia, kondisi penurunan itu tak serta merta dapat disebut bahwa Indonesia kini telah melewati puncak pandemi Covid-19.

"Ini kondisi yang tidak mudah dijawab, bahkan pada kondisi di mana saat ini terjadi penurunan kasus harian. Karena apa? Pertama, bahkan dalam satu negara dengan cakupan testing yang luar biasa pun, mereka sangat hati-hati," kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (27/3/2021).

Baca Juga: Tancap Gas Datang ke Jakarta Lewat Darat, Risma Malah Dapat Peringatan dari Sosok Ini: Jangan Gatel Lihat Taman Nggak Rapi

"Karena puncak itu umumnya, diketahui bahkan dua minggu setidaknya dari atau sejak puncak itu terlewati. Jadi ada tren yang sangat menurun, signifikan," sambung dia.

Ia menekankan, Indonesia harus memastikan bahwa test positivity rate-nya telah berada setidaknya di bawah delapan persen secara berturut-turut selama dua minggu.

Hal tersebut menandakan bahwa testing dan tracing di Indonesia telah memadai. Kondisi itu pula yang dapat menjadi tolok ukur untuk mengatakan Indonesia telah melewati puncak pandemi yang diiringi dengan penurunan kasus.

Namun, melihat situasi di Indonesia, Dicky melihat test positivity rate justru masih berada di atas 10 persen.

Baca Juga: Digeruduk Keluarga Besar, Artis Cantik Ini Nekat Pindah Agama Demi Dinikahi Pejabat Tinggi, Sekarang Kehidupannya Seperti Ini

Maka, kata dia, tidak tepat jika Indonesia disebut telah melewati puncak pandemi.

"Tentu itu tidak kuat ya argumentasinya. Karena menandakan testing kita, tracing kita itu tidak memadai. Jadi kita tidak bisa memprediksi.

Jauh lebih banyak kasus infeksi di masyarakat yang tidak terdeteksi. Jadi bagaimana kita mengatakan bahwa kita sudah mencapai puncak?" ujar dia.

Baca Juga: Terpesona Senyum Sang Artis Cantik, Jenderal Kopassus Ini Rela Ingkari Janji Hingga Dapat Telepon Mabes TNI Berkali-kali: Saya Pusing Juga

Lebih lanjut, Dicky juga mengingatkan bahwa Indonesia akan mencapai puncak pandemi yang berbeda di setiap daerahnya.

Hal tersebut tergantung pada program testing, tracing dan treatment (3T) dan strategi 5M yang dilakukan pemerintah daerah (pemda) masing-masing.

"Dan juga strategi public health mereka misalnya pengetatan-pengetatan. Nah, ini tentu akan bervariasi," tutur dia.

Menguatkan argumennya bahwa Indonesia belum melewati puncak pandemi, Dicky menjabarkan bagaimana kondisi program 3T yang masih stabil taraf rendah.

Baca Juga: Disanjung Setinggi Langit Ayah Laudya Cynthia Bella, Mahar Engku Emran untuk Noor Nabila Ternyata Jauh Lebih Mewah Dibanding Saat Nikahi Mantan Raffi Ahmad

Menurut dia, program 3T di lapangan yang dijalankan pemerintah bahkan cenderung menurun beberapa waktu belakangan.

"Kalau bicara testing saja, kita akan bisa saja melihat bahwa harusnya 5.000 kasus positif di Indonesia, itu besoknya itu harusnya ada 100.000 testing terhadap tracing atau kasus kontaknya. Itu yang harus terjadi dalam logika program pengendalian," jelas Dicky.

"Sehingga kalau ini dilakukan terus menerus, konsisten, setidaknya dua minggu, satu bulan, kita akan bisa cukup konfiden mengatakan kita sudah mencapai puncaknya.

Baca Juga: Mulai Songong Disebut Terima Gaji Rp 100 Juta Per Minggu, Tukang Bakso Didikan Raffi Ahmad Bikin Nagita Slavina Curiga: Dia Mulai Nggak Konsen

Ini tricky-nya di Indonesia karena artinya sekali lagi, kasus penurunan ini tidak disertai dengan adanya intervensi yang memadai," pungkas dia.

Baca Juga: Belum Lagi Ucapkan Selamat Ulang Tahun, Mulut Nyinyir Iis Dahlia Malah Bikin Sakit Hati Krisdayanti, Respons Yuni Shara Disorot

(Kompas.com)

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya