Ngotot Tak Mau Akui Pancasila Sejak Orde Baru, Ternyata Abu Bakar Ba'asyir Dibela Megawati Karena Alasan Ini

Sabtu, 09 Januari 2021 | 08:34
via Tribunnews.com

Abu Bakar Ba'asyir

Fotokita.net -Ngotot Tak Mau Akui Pancasila Sejak Orde Baru, Ternyata Abu Bakar Ba'asyir Dibela Megawati Karena Alasan Ini

Mantan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir saat ini telah berstatus bebas murni pada Jumat (8/1/2021) pagi, setelah menjalani hukuman di Lapas Khusus Kelas IIA Gunung Sindur.

Pendiri dan pemimpin Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah ini diketahui bebas sekitar pukul 05.21 WIB.

Di usianya yang ke-82 tahun, ia telah mendekam di penjara selama 12 tahun. Adapun, Ba'asyir sudah merasakan berada di balik jeruji penjara sejak 2003.

Baca Juga: Bikin Geram Karena Picu Kerumunan Massa, Ustaz Abdul Somad Malah Jadi Bingung: Apa Salah Habib Rizieq Shihab?

Selama dalam masa tahanan, Ba'asyir juga diketahui beberapa kali menjalani perawatan di rumah sakit.

Terakhir, dia menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, pada 27 November 2020.

Perjalanan kasus hukum

Pada 2003, Ba’asyir dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan divonis penjara selama empat tahun.

Baca Juga: Siap Keliling Indonesia Serukan Revolusi Akhlak, Habib Rizieq Shihab Ultimatum Pihak yang Coba Halangi, Panglima TNI Mendadak Beri Kode Keras!

Dilansir dari dokumentasi Harian Kompas, hakim menilai Ba'asyir melanggar Pasal 107 Ayat 1 KUHP karena berupaya menggoyahkan pemerintahan yang sah dan Pasal 48 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian.

Ia masuk dan keluar wilayah Indonesia tanpa melapor ke pejabat keimigrasian. Saat itu Ba'asyir baru saja kembali dari pelariannya di Malaysia.

Baca Juga: Konser Dangdut di Tegal Bikin Menteri Jokowi Turun Tangan, Kini Netizen Bully Akun Twitter Polda Metro Jaya Usai Acara Habib Rizieq

Ba'asyir diketahui melarikan diri ke Malaysia setelah divonis bersalah oleh Rezim Orde Baru lantaran tak mau mengakui asas tunggal Pancasila.

Ia divonis empat tahun penjara namun hanya menjalani masa hukuman selama 1,5 tahun karena adanya remisi masa hukuman.

Baca Juga: Baru Sebentar Habib Rizieq Nyaris Pingsan di Dalam Bui, Ustaz Ini Malah Sudah Belasan Tahun Huni Jeruji Besi, Begini Nasib Sekarang

Yulius Satria Wijaya/ANTARA FOTO via Kompas.com

Abu Bakar Ba'asyir bersama pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendar (kanan), akan kembali berdakwah begitu bebas, dikatakan putra bungsunya.

Pada 2005 Ba’asyir didakwa terlibat dalam kasus Bom Bali I. Ia pun dinyatakan bersalah karena terbukti terlibat permufakatan jahat untuk melakukan aksi bom di Jalan Legian, Kuta, Bali.

Pengadilan memvonis Ba’asyir 2,5 tahun penjara. Namun Ba’asyir hanya menjalani masa hukuman selama dua tahun dua bulan.

Empat tahun berselang, pada 9 Agustus 2010, Ba'asyir kembali ditangkap. Densus 88 mencegatnya di daerah Banjar Patroman, Jawa Barat.

Baca Juga: Surat Keputusan Pembubaran Dianggap Kotoran Peradaban, Kapolri Ancam Penyebar Konten FPI di Medsos, Ini Sanksinya

Ia ditangkap paksa saat dalam perjalanan menuju Solo, Jawa Tengah. Ba’asyir ditangkap bersama dua belas orang yang mendampingi perjalanannya.

Saat itu, Ba’asyir didakwa atas dugaan keterlibatannya dalam pelatihan militer kelompok teroris di Aceh.

Pada 2011 Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis Ba’asyir dengan hukuman penjara selama 15 tahun.

Kini ia terhitung telah menjalani masa hukumannya selama sembilan tahun.

Baca Juga: Bantah Dukung ISIS, Habib Rizieq Disebut Malah Minta Pengikutnya Lakukan Ini: Apa Salah FPI?

Amir Jemaah Ansharut Tauhid (JAT) itu sedianya hampir bisa menghirup udara bebas dengan proses pembebasan yang pernah berlangsung pada 2019.

Saat itu, mantan Ketua Umum Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra turut turun tangan dalam proses pembebasan Ba’asyir yang sempat disetujui Jokowi.

Kala itu Yusril berkedudukan sebagai penasihat jukum pribadi Jokowi. Menurut Yusril, inisiatif pembebasan Ba’asyir muncul dari Jokowi karena alasan kemanusiaan.

Baca Juga: Dibubarkan Paksa Hingga Disebut Organisasi Terlarang, Petinggi FPI Bentuk Organisasi Baru dengan Nama Ini, Habib Rizieq Tak Ikutan?

Menurut Yusril, Presiden tak tega melihat kondisi kesehatan Ba’asyir di usianya senjanya.

Jokowi pun membenarkan bahwa ia telah menyetujui pembebasan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba’asyir.

Baca Juga: Dibubarkan Hingga Jadi Ormas Terlarang, FPI Kena Karma Ahok? Begini Ucapan Mantan Gubernur DKI Jakarta yang Kembali Viral

Menurut Jokowi, Ba’asyir yang belum menjalani seluruh masa hukumannya dibebaskan karena alasan kemanusiaan.

"Ya yang pertama memang alasan kemanusiaan, artinya Beliau kan sudah sepuh (tua). Ya pertimbangannya pertimbangan kemanusiaan. Karena sudah sepuh. Termasuk ya tadi kondisi kesehatan," kata Jokowi pada 18 Januari 2019.

Namun, tiga hari berselang sikap pemerintah berubah 180 derajat. Diwakili Wiranto, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhkam) saat itu, pemerintah menyatakan pembebasan Ba’asyir membutuhkan pertimbangan dari sejumlah aspek terlebih dahulu.

"(Pembebasan Ba'asyir) masih perlu dipertimbangkan dari aspek-aspek lainnya. Seperti aspek ideologi Pancasila, NKRI, hukum dan lain sebagainya," kata Wiranto pada 21 Januari.

Baca Juga: Berbeda dengan Habib Rizieq yang Punya 3 Mobil Mewah, Ulama Keturunan Rasul Ini Cuma Pakai Sepeda Hingga Pemakamannya Dihadiri Ratusan Ribu Warga

Keluarga Ba'asyir memang telah mengajukan permintaan pembebasan sejak tahun 2017.

Alasannya, Ba'asyir yang divonis 15 tahun hukuman penjara sejak 2011 oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan itu sudah berusia sepuh.

Kesehatannya pun semakin memburuk. Presiden, lanjut Wiranto, sangat memahami permintaan keluarga tersebut.

"Oleh karena itu, Presiden memerintahkan kepada pejabat terkait untuk segera melakukan kajian secara lebih mendalam dan komprehensif guna merespons permintaan tersebut," ujar Wiranto.

Baca Juga: Bikin Murka Indonesia, Ternyata Wanita Bule yang Main Slonong Boy ke Markas FPI Anggota Intelijen Jerman, Ini Sosoknya

Esoknya, Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko menyampaikan pernyataan resmi ihwal batalnya pembebasan Ba’asyir.

Moeldoko memastikan bahwa permintaan pembebasan bersyarat atas Abu Bakar Ba'asyir tidak dapat dipenuhi oleh pemerintah.

Sebab, Ba'asyir tidak dapat memenuhi syarat formil sebagaimana diatur Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan lebih lanjut didetailkan dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 3 Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat.

"Iya (tidak dibebaskan). Karena persyaratan itu tidak boleh dinegosiasikan. Harus dilaksanakan," ujar Moeldoko saat dijumpai di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Selasa (22/1/2019).

Baca Juga: Dikirim Mulai Hari Ini, Siapa Saja Penerima SMS Undangan Vaksinasi Covid-19 dari Pemerintah?

Syarat formil bagi narapidana perkara terorisme, yakni pertama, bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya.

Kedua, telah menjalani paling sedikit dua per tiga masa pidana, dengan ketentuan dua per tiga masa pidana tersebut paling sedikit 9 bulan.

Ketiga, telah menjalani asimilasi paling sedikit setengah dari sisa masa pidana yang wajib dijalani.

Baca Juga: Desember Masih Cair, Begini Nasib BLT BPJS Ketenagakerjaan di Tahun 2021, Jumlah Penerima Makin Sedikit?

Terakhir, menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan yang menyebabkan pemohon dijatuhi pidana dan menyatakan ikrar kesetiaan pada NKRI secara tertulis.

Moeldoko melanjutkan, Presiden Joko Widodo sebenarnya menyambut baik permohonan Ba'asyir bebas.

Sebab, kondisi kesehatan Ba'asyir yang saat itu berusia 81 tahun terus menurun sehingga membutuhkan perawatan yang khusus.

"Dari sisi kemanusiaan, Presiden sangat memperhatikannya dengan sungguh-sungguh. Namun ya Presiden juga memperhatikan prinsip-prinsip bernegara yang tidak dapat dikurangi dan tidak dapat dinegosiasikan," ujar Moeldoko.

Baca Juga: Bikin Anak Buah Anies Meradang, Mensos Risma Dituding Incar Ini Usai Blusukan di Jakarta, Persiapan Tahun Depan?

Diisukan batal bebas karena enggan menandatangani dokumen tentang kesetiaan terhadap Pancasila dan NKRI, kuasa hukum Ba’asyir Mahendradata pun memberikan klarifikasi.

"Mengenai Ustaz (Ba'asyir) tidak mau menandatangani kesetiaan terhadap Pancasila, itu perlu saya jelaskan. Yang Ustaz tidak mau tanda tangan itu satu ikatan dokumen macam-macam," kata kuasa hukum Ba'asyir, Muhammad Mahendradatta, di Kantor Law Office of Mahendradatta, Jakarta Selatan, Senin (21/1/2019).

Baca Juga: Terekam Jelas di Kamera CCTV, Ini Alasan Polisi Diam Saja Saat Karyawan Hotel Dipukuli 7 Tamu Mabuk

Mahendradatta menjelaskan, salah satu dokumen itu adalah janji tidak melakukan tindak pidana yang pernah dilakukan, yakni turut serta membantu pelatihan militer untuk tindak pidana terorisme.

Mahendradatta mengungkapkan bahwa Ba'asyir tidak merasa melakukan tindak pidana tersebut.

Baca Juga: Terlanjur Senang Dapat Kabar Bikin dan Perpanjangan SIM Gratis, Korlantas Polri Buru-buru Beri Penjelasan Begini

Hal itu yang menjadi dasar Ba'asyir tidak ingin menandatangani dokumen tersebut. Dengan membubuhkan tanda tangannya, mengartikan bahwa Ba'asyir mengakui kesalahannya.

"Beliau tidak tahu itu latihan militer, dikira itu latihan persiapan untuk para mujahid yang ingin berangkat ke Palestina. Cuma itu saja, kemudian latihan-latihan yang bersifat dikatakan sosial," kata dia.

"Itu pengertian Ustaz, jadi kalau ada tuduhan bahwa ustadz sudah tahu dan membentuk angkatan perang dan lain sebagainya itu, Ustaz tidak pernah mau," ucap Mahendradatta.

Baca Juga: Hore! Cukup Bawa Surat Pemberitahuan Ini, Bansos Tunai Bisa Diambil di Kantor Pos Atau Kelurahan, Simak Langkahnya

Mantan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba’asyir pernah hampir diekstradisi oleh Pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk ditahan di penjara khusus Guantanamo.

Dilansir dari pemberitaan Tempo pada 30 Desember 2004, Presiden AS saat itu, George Walker Bush menginginkan amir Jemaah Ansharut Tauhid (JAT) itu dipenjarakan di Guantanamo.

Hal itu disampaikan mantan penerjemah Bush, Fred Burks. Bahkan Bush mengirim utusan khusus untuk menyampaikan keinginannya kepada Presiden RI saat itu, yakni Megawati Soekarnoputri.

Baca Juga: Terungkap, Ini Alasan Rekaman Kamera HP Warga Diminta Dihapus Hingga Kematian 4 Laskar FPI Jadi Misteri, Respon Polri Langsung Disorot

Tak tanggung-tanggung, utusan khusus yang dikirim Bush ialah seorang agen badan intelijen AS (CIA). Agen CIA itu diutus bertemu langsung Megawati.

Agen CIA tersebut didampingi Duta Besar AS untuk Indonesia Ralph L Boyce, Ahli Indonesia di Dewan Keamanan Nasional (NSC) Karen Brooks, dan juga Burks sendiri.

Baca Juga: Bantuan Polisi Ditolak Habib Rizieq, Komnas HAM Ungkap Temuan Mengejutkan Soal Penembakan Laskar FPI

"Pertemuan itu disampaikan utusan khusus Presiden Bush dalam pertemuan rahasia di rumah Megawati," ujar Fred Burks, sebagaimana dikutip dari Tempo.

"Dan Megawati sama sekali tidak tahu kalau utusan khusus itu seorang agen CIA," kata Burks.

Pasalnya, Boyce hanya memperkenalkan wanita tersebut sebagai utusan khusus Bush.

Baca Juga: Selain Mbak You Singgung Penjarahan dan Gunung Meletus, Anak Indigo Ini Mimpi Ombak Tinggi Terjang Pantai Hingga Banyak Orang Minta Tolong

Pertemuan itu berlangsung singkat, hanya sekitar 20 menit. Burks bilang, obrolan dalam pertemuan itu didominasi oleh Megawati dan agen CIA yang merupakan utusan khusus Presiden Bush.

Agen CIA tersebut menyampaikan keinginan Bush agar Megawati memastikan Polri menangkap Ba’asyir sebelum berlangsungnya Konferensi Tingkat Tinggi APEC di Los Cabos, Meksiko, Oktober 2002.

Baca Juga: Bak Siram Minyak Ke Kompor, Rocky Gerung Tertawa Keras Usai Lihat Risma Jumpai Pengemis di Kawasan Steril Jakarta: Mungkin Dia Ikut dari Surabaya

(Kompas.com)

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

Baca Lainnya