Dipecat SBY Karena Dukung Jokowi, Kini Deklarator KAMI Jumhur Hidayat Ikut Ditangkap, Ternyata Pernah Tuding Pemilu 2019 Paling Curang

Selasa, 13 Oktober 2020 | 15:02
dok. Kabarpolitik.com

Jumhur Hidayat, yang pernah dipecat SBY gara-gara dukung Jokowi.

Fotokita.net - Dipecat SBY karena dukung Jokowi, kini petinggi KAMI Jumhur Hidayat ikut ditangkap, ternyata pernah sebut Pemilu 2019 paling curang..

Polisi menangkap petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia ( KAMI) Jumhur Hidayat pada Selasa (13/10/2020) hari ini.

Kabar itu dikonfirmasi Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Awi Setiyono ketika dihubungi, Selasa.

Kendati demikian, belum ada informasi lebih lanjut terkait kasus yang menyebabkan penangkapan Jumhur Hidayat.

Baca Juga: Anak Buahnya Dituduh Cuma Akting Usai Kritik UU Cipta Kerja, Prabowo Subianto Ungkap Alasannya Enggan Buru-buru Komentari Omnibus Law

Namun, dua rekannya yang lain, yakni Anton Permana dan Syahganda Nainggolan yang juga merupakan petinggi KAMI juga telah diamankan polisi.

Jumhur Hidayat sendiri sejak muda dikenal luas oleh publik sebagai aktivis sosial. Pria yang lahir di Bandung, 18 Februari 1968 ini sudah menjadi aktivis sejak masih berstatus mahasiswa di Institut Teknologi Bandung (ITB).

Baca Juga: Ditangkap dengan Tuduhan Pelanggaran UU ITE, Ternyata Petinggi KAMI Syahganda Nainggolan Pernah Dituding Miliki Akun Pembongkar Kasus Korupsi Pejabat

Jumhur pernah dipenjara karena terlibat dalam aksi mahasiswa yang menolak kedatangan Menteri Dalam Negeri Rudini pada 1989.

Selain menjadi aktivis, dia pun pernah meniti karier politik lewat Partai Daulat Rakyat yang mengikuti Pemilu 1999.

Di partai tersebut, dia menjabat sebagai Sekretaris Jenderal. Jumhur masih menempati jabatan yang sama saat Partai Daulat Rakyat bergabung bersama tujuh partai politik lain untuk membentuk Partai Sarikat Indonesia pada 2002.

Baca Juga: Lama Bungkam Soal Omnibus Law Hingga Bikin Penasaran, Prabowo Subianto Akhirnya Mau Tanggapi UU Cipta Kerja: Saya Paham Kesulitan Buruh

Namun, partai itu gagal dalam Pemilu 2004. Setelahnya, Jumhur meninggalkan kegiatan politik dan lebih memilih dunia pergerakan.

Dia sempat bergabung pula dengan organisasi Gabungan Serikat Pekerja Merdeka Indonesia (Gaspermindo).

Kemudian, kariernya naik saat ditunjuk sebagai Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) pada 2007.

Baca Juga: Paham Isi UU Cipta Kerja Cuma dalam Sehari, Hotman Paris Tawarkan Solusi Jitu Buat Jokowi: Persingkat Itu Kalau Mau Menolong Buruh

Jumhur menjabat selama tujuh tahun, hingga pada 2014 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberhentikan dirinya melalui Surat Keputusan pemberhentian yang ditandatangani SBY pada 11 Maret 2014.

Berdasarkan catatan pemberitaan Kompas.com, Jumhur diberhentikan SBY dengan alasan penyegaran.

Baca Juga: Namanya Disebut-sebut Deddy Corbuzier, Najwa Shihab Kepergok Tulis Minta Tolong Lewat Kertas Saat Siaran Live di TV, Ternyata Faktanya Bikin Lega Netizen

Jumhur telah menjabat lebih dari tujuh tahun. Dalam Pasal 117 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 antara lain diatur bahwa jabatan pimpinan tinggi hanya dapat diduduki paling lama 5 (lima) tahun.

Oleh karena itu, pejabat eselon I, yang sudah lebih dari 5 tahun menduduki jabatan yang sama, harus dimutasi ke jabatan lain, atau diberhentikan.

Namun, ada juga yang mengaitkan pemecatan Jumhur dilakukan setelah dia bergabung dengan PDI-P.

Baca Juga: Berondong Dosen UGM Anggota Tim Pencari Fakta dan Prajurit TNI, Jubir KKB Papua Bongkar Alasan Mereka Mau Tanggung Jawab Atas Serangan Itu

Sementara itu, berdasarkan catatan pemberitaan Tribunnews.com, di tahun yang sama Jumhur Hidayat mendirikan Aliansi Rakyat Merdeka (ARM) dan mendukung pemenangan PDI-P serta pencalonan Joko Widodo (Jokowi) sebagai calon Presiden pada Pemilu 2014.

Saat itu, Jumhur mengaku tidak ada kesepakatan khusus dengan parpol tersebut.

"Saya memilih PDIP atas kehendak sendiri, dan tidak ada deal apa-apa dengan PDI-P, ingat ini ya.

Saya pokoknya itu dijalankan (Trisakti Bung Karno) sudah cukup," kata Jumhur usai menghadiri deklarasi ARM Yogyakarta mendukung pencapresan Jokowi di Nusantara Café, Jalan Nologaten, Sleman, DIY, Kamis (20/3/2014).

Baca Juga: Jadi Sorotan Karena Foto Bareng KSAD, Ternyata Ayah Perwira Muda TNI Ini Teman Dekat Jenderal Andika Perkasa, Mantan Orang Penting Kopassus

Menurut dia, pendirian ARM pada 8 Maret lalu dan pemilihan PDI-P dalam pemenangan Pemilu mendatang adalah murni atas kehendaknya sendiri.

Ia juga menolak bahwa bergabungnya dirinya itu karena kekecewaannya atas ditolaknya sebagai peserta Konvensi Capres Partai Demokrat, serta dipecatnya dari jabatan Kepala (BNP2TKI)11 Maret lalu.

Baca Juga: Kabar Gembira! Masih Terbuka BLT Rp 2,4 Juta, Cuma Tulis NIK KTP Data Diri dan Tempat Tinggal, Cepat Daftar Sekarang Di Sini

"Saya adalah civil society menjabat sebagai Kepala BNPTKI dan saya terima kasih memeroleh pengalaman di situ.

Namun saya harus punya orientasi politik, ya seperti Trisakti Bung Karno. Maka saya melihat waktu itu ada kesempatan untuk konvensi, kalau saya ada di situ pasti bisa ikut. Tapi saya tidak diajak," ucapnya.

Baca Juga: Garuda Rugi Rp 10 Triliun Karena Corona, Maskapai Penerbangan Ini Malah Nekat Banting Stir, Jualan Odading Hingga Raup Untung Miliaran Rupiah

Padahal, lanjutnya, setiap warga negara memiliki hak untuk bergabung dalam konvensi capres tersebut.

Namun, ia justru mengaku tidak diberikan kesempatan untuk berkompetisi menuangkan gagasan-gagasan demi kemajuan bangsa.

"Setiap warga negara punya hak. Bukannya kecewa. Saya tidak boleh ikut artinya ya saya boleh ke mana saja," ujar dia.

Baca Juga: Diminta Undang DPR Jadi Narasumber Podcastnya, Deddy Corbuzier Malah Sebut Nama Ini Saat Didesak Segera Bahas UU Cipta Kerja, Siapa Ya?

Koordinator Gerakan Nasional Kedaulatan Rakyat (GNKR) atau aksi 22 Meiyakni Jumhur Hidayatmengancam akan keluar dari diskusi saat siaran langsung dalam acara Rosi di Kompas TV pada Kamis (23/5/2019) malam.

Jumhur tampak geram dengan proses Pemilu 2019 yang dianggapnya curang.

Kejadian bermula saat Rosiana Silalahi sebagai pembawa acara melontarkan pertanyaan kepada Jumhur mengenai alasannya mendukung Joko Widodo (Jokowi) pada Pilpres 2014 dan kini justru beralih melawan habis-habisan.

Baca Juga: Jokowi Keluhkan Banyak Kabar Bohong Beredar, Ini Sosok Blogger yang Ditangkap Karena Dituduh Sebarkan Hoaks UU Cipta Kerja

Jumhur Hidayat mengaku bila pada Pilpres 2014 ia merupakan seorang pendukung Jokowi garis keras.

Namun, saat Jokowi sudah berkuasa, ia mendadak kecewa dengan hasil pemerintahan Jokowi yang dinilai tidak lagi pro terhadap rakyat.

Mulai dari kenaikan harga BBM cukup tinggi hingga membuka peluang besar bagi tenaga kerja asing untuk masuk Indonesia.

Kekecewaan itulah yang membuat Jumhur Hidayat beralih memberikan dukungan kepada Prabowo Subianto dan tak lagi menginginkan Jokowi menjadi presiden dua periode.

Baca Juga: Arak Keranda dengan Foto Puan Maharani, Ini Sosok Mahasiswi Berhijab yang Ikut Nginap di Sel Polisi, Terbiasa Jadi Jenderal Lapangan

"Tapi itulah kita memberikan hadiah atau memberikan kepercayaan kembali dan menghukum presiden itu kan melalui proses pemilu," kata Rosi menanggapi seperti dikutip dalam video yang diunggahKompasTV, Jumat (24/5/2019).

Jumhur membenarkan proses Pemilu yang ada bertujuan untuk menilai presiden petahana. Namun, Jumhur bersikeras bahwa proses Pemilu yang ada saat ini penuh kecurangan sehingga tidak layak bila Jokowi dimenangkan dari hasil Pemilu yang curang.

Ia pun mendesak Wakil Direktur Saksi Tim Kampanye Nasional Jokowi-Maruf Gusti Putu Artha untuk menjawab hasil perbandingan Pemilu 2019 dengan Pemilu 2014.

Baca Juga: Terkuak, Sosok Ini Disebut Sebagai Pencetus Omnibus Law UU Cipta Kerja, Tapi Jokowi Malah Blusukan Ke Sini Saat Puncak Demo Buruh

Bila Gusti Putu Artha menjawab bahwa Pemilu 2014 lebih curang, Jumhur Hidayat mengancam akan keluar dari diskusi malam itu.

"Kebijakan ini salah dan itu bagian dari oposisi dengan penguasa itu biasa-biasa saja sebetulnya. Problemnya gini, pak saya tanya bapak (Gusti Putu Artha) pemilu sekarang lebih curang apa nggak dibanding pemilu tahun 2014? 2014 lebih curang apa nggak?" tanya Jumhur kepada Gusti Putu Artha.

Baca Juga: Cucu Habibie Teriak Penjajahan Bangsa Sendiri, Tapi Mahasiswi Ini Malah Dicari Netizen Usai Parodikan Pancasila di Tengah Demo Omnibus Law

"Cepat jawab. Itu saja yang gampang deh. Kalau bapak bilang 2019 sekarang lebih bagus dari 2014 atau lebih bagus dari 2019, waduh saya keluar deh dari ruangan ini," desak Jumhur.

Saat Gusti Putu Artha hendak menjawab pertanyaan itu, Rosi menyelanya. Rosi menilai bahwa sesungguhhnya Jumhur sudah memiliki jawaban atas pertanyaan itu sendiri.

"Bung Jumhur anda itu nanya tapi anda sudah punya jawaban sendiri. Dan kalau orang lain beda jawabannya anda nggak terima," jelas Rosi.

Baca Juga: Terbongkar, Pakai Baju Hitam Hingga Susupi Demo UU Cipta Kerja, Ini Motif Kelompok Massa yang Sengaja Bikin Rusuh Aksi Buruh

Suasana di studio pun mendadak ramai, sejumlah penonton yang hadir bersorak dan bertepuk tangan. Sementara itu Jumhur langsung membantah hal tersebut.

"Enggak. Mohon maaf, banyak orang dalam situasi kritikal yang tadinya terhormat jadi tidak terhormat," balas Jumhur.

Baca Juga: Anak Buah SBY Tulis Kalimat Menohok, Nikita Mirzani Ancam Datangkan Sosok Ini Usai Puan Maharani Kepergok Matikan Mikrofon Anggota DPR

Gusti Putu Artha pun akhirnya langsung angkat bicara menjawab pertanyaan Jumhur tersebut.

Mantan Komisioner KPU RI itu menjelaskan bahwa dalam Pemilu 2019 memang ditemui berbagai kekurangan salah satunya masalah logistik.

Namun, ia memastikan bahwa kecurangan selama Pemilu pun dihasilkan oleh para bandit-bandit partai politik di lapangan.

"Saya menjawab dengan cara terhormat. Ketika bicara soal proses saya akui ada persoalan-persoalan di pemilu 2019 ini, soal logistik misalnya di 17 kabupaten, baru 2019 ini baru bisa terjadi dan itu pencoblosan baru tanggal 18.

Baca Juga: Ada 8 Poin Jadi Sorotan Buruh, Ternyata Begini Alasan Jokowi Tantang DPR Ketok Palu UU Cipta Kerja dalam 100 Hari

Di 2014 tidak terjadi itu kita akui, tetapi ada juga persolalan-persoalan yang lain," ungkap Gusti Putu Artha.

"Tapi kalau kemudian mengatakan pemilu 2019 ini paling curang sementara 2014 tidak curang, saya sebagai mantan KPU saya mengatakan bandit-banditnya kalau curang itu partai-partai juga di bawah itu yang kerja," imbuh Gusti Putu Artha.

Jumhur Hidayat hanya tersenyum kecut mendengar penjelasan dari Gusti Putu Artha. Penonton yang ada di studio pun kembali bersorak dan memberikan tepuk tangan.

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma