Fotokita.net - Dituding jadi dalang peristiwa G30S/PKI, inilah derita keluarga DN Aidit, jenazah membusuk hingga 3 hari di rumah kosong.
Peristiwa G30S/PKI merupakan aksi pengkhianatan para pembelot negara, tepatnya pada malam di tanggal 30 September sampai 1 Oktober 1965.
G30S/PKI merupakan peristiwa yang terjadi malam hari di tanggal 30 September hingga 1 Oktober 1965.
Sejarah kelam Ibu Pertiwi, memperingati tragedi peristiwa tanggal 30 September atau disingkat G30S/PKI.
Tanggal 30 September 2018 ini, Indonesia akan memperingati peristiwaGerakan 30 Septemberatau disingkatG30S/PKI.
Dalam peristiwa itu tak lepas dari sosok ketua umumPKIDipa Nusantara atau yang dikenal dengan DN Aidit.
Melansir wikipedia,DNAiditmerupakan pria kelahiran Tanjung Pandan, Kabupaten Belitung, pada 30 Juni 1923.
DN Aidit merantau ke Jakarta dan meninggalkan tanah kelahirannya pada tahun 1940.
Ia sempat mendirikan perpustakaan Antara di daerah Tanah Tinggi, Senen, Jakarta Pusat.
Kemudian, DN Aiditmempelajari politik Marxis melalui Perhimpunan Demokratik Sosial Hindia Belanda.
Berawal dari situ, DN Aiditmulai berkenalan dengan tokoh politik Indonesiaseperti Adam Malik, Chaerul Saleh, Bung Karno, Bung Hatta, dan Mohammad Yamin.
Pada tahun 1954, DN Aiditterpilih menjadi anggota Central Comitee (CC)PKIpada KongresPKI.
Selanjutnya, DN Aiditterpilih juga menjadi Sekretaris JenderalPKI.
DN Aidit sebagai pemimpinPKImembuat partai tersebut menjadi partai komunis ketiga terbesar di dunia setelah Uni Soviet dan Cina.
Di zaman itu juga,PKImempunyai program untuk segala lapisan masyarakat seperti Pemuda Rakyat, Gerwani, Barisan Tani Indonesia (BTI) dan Lekra.
Pada 30 September 1965 terjadi peristiwa penculikan dan pembunuhan yang dilakukan suatu kelompok militer pimpinan Letkol Untung.
Dikenal sebagai Peristiwa G30Stersebut menuduhPKIdi balik peristiwa tersebut dan DN Aiditsebagai dalangnya.
Akibatnya,DN Aiditdiburu oleh tentara.
Tak hanya kehidupanDN Aidityang berubah semenjak saat itu keluarganya juga menjadi sorotan masyarakat.
DN Aidit
Berikut TribunJakarta.com sekilas kisah keluargaDNAiditsetelah peristiwa G30Sdikutip dari buku Aidit: dua wajah Dipa Nusantara, seri buku Tempo: Orang Kiri Indonesia.
AyahandaDN Aidit
AyahandaDN Aidit, Abdullah menginap di kediaman sang anak ketika malam 30 September 1965.
Saat itu, ia melihatDNAiditdibawa pergi tiga tentara bersama pengawal pribadi bernama Kusno.
Kala kejadian tersebut, sebenarnya ayahandaDN Aidittelah menetap di Belitung.
AyahandaDN Aiditmelihat massa berteriak-teriak saat mendatangi rumahDNAidit.
Kejadian tersebut berlangsung saat hari ditemukannya lima jenazah jenderal di Lubang Buaya.
Adanya peristiwa itu, ayahandaDN Aiditkerap menghibur cucu-cucunya jikaDN Aiditdan ibunda mereka akan pulang.
Putra bungsu Abdullah Aidit, Murad Aidit menyatakan, sang ayah terbang ke Belitung kemudian dan menetap di sana.
3 tahun setelahnya, sang ayah jatuh sakit dan meninggal dunia saat rumah kosong karena sang istri, menginap di rumah saudaranya.
Tetangga tak mengetahui jika Abdullah telah meninggal dunia karena jarang ke rumah tersebut, takut terkena getah peristiwa G30S.
Hingga kemudian, jenazah Abdullah membusuk tiga hari.
AdikDNAidit
AdikDNAidit, Basri Aidit tengah bekerja di Kantor Central Comittee PKIdi Kramat, Jakarta Pusat ketika peristiwa 30 September 1965 terjadi.
Sehari setelah kejadian, Basri ditangkap dan ditahan di penjara Kramat.
Pada tahun 1969, ia kemudian dibuang ke Pulau Buru.
Basri keluar dari Pulau Buru di tahun 1980.
Selanjutnya, ia membeli rumah di kawasan Bogor, Jawa Barat berkat bantuan keluarganya di Belitung.
Di Bogor, ia berkebun seraya mengajarkan bahasa Inggris untuk anak tetangga.
Istri DN Aidit
Soetanti sedang bertengkar dengan suaminya ketika malam 30 September 1965.
Tanti ketika itu ingin DN Aidittetap di rumah dan tak mengikuti kemauan para penjemputnya.
Meski demikian, DN Aidittetap pergi.
Tiga hari setelahnya, Tanti meninggalkan rumah dan tiga anak lakinya.
Ternyata Tanti ketika itu menyusul suami ke Boyolali dan bertemu Bupati Boyolali yang merupakan tokohPKI.
Lalu, keduanya berangkat ke Jakarta dengan cara menyamar sebagai suami istri.
Tak hanya itu, mereka juga mengambil dua bocah sebagai anak angkat.
Awal sandiwara mereka ini sukses namun kemudian tetangga mulai curiga karena sikap anak angkat yang tak pernah manja ke orangtuanya.
Hingga keduanya ditangkap.
Tanti mengalami perpindahan penjara dari satu penjara ke penjara lainnya sampai tahun 1980,
di antaranya tahanan Kodim 66 dan Penjara Bukit Duri.
Lepas dari masa hukuman, Tanti sempat membuka praktek sebagai dokter.
Meski demikian, ia mengalami sakit-sakitan dan meninggal dunia tahun 1991.
Anak DN Aidit
Ilham Aidit, anakDNAiditmenceritakan ketika peristiwa 30 September itu ia berusia 6,5 tahun.
Kala itu ia telah melihat tulisan di dinding besar bertuliskan 'Gantung Aidit' seakan-akan sudah tahu jika kehidupannya ke depan akan sulit.
Anak keempat DN Aidit, Ilham Aidit, menceritakan kisah ayahnya semasa tinggal di Belitung. Tribun Ja
"Entah kenapa seperti ada yang berbisik pada waktu itu, kalau mulai dari hari ini hidup saya akan lebih sulit," kata Ilham Aidit menceritakan pada masa itu di Gedung Nusantara V DPR RI, Jakarta, Jumat (1/10/2010).
Melihat tulisan yang menyebut nama ayahnya, Ilham kecil langsung gemetar tubuhnya, dan meyakinkan bahwa dirinya akan menjadi musuh negara.
"Padahal seminggu yang lalu bahkan sebulan sebelumnya saya sempat bertemu dan bermain dengan ayah saya (DN Aidit)," ungkapnya.
Namun, nasib baik masih berpihak kepadanya, ternyata masih ada orang yang mau mengangkatnya sebagai anak.
Meski demikian, saat ia menempuh pendidikan SMP,banyak teman yang mengejek dirinya pakai kata 'Aidit gantung.'
Hal itu membuat dirinya marah dan kerap berkelahi.
DN Aidit
Hingga kemudian, ia dipanggi oleh Pastur di sekolahnya.
Pastur itu mengatakan, ia tahu latar belakang Ilham dan cerita masa lalunya.
"Ia mengamati raport saya setiap catur wulan selalu baik, dan ia menasehati saya banyak hal," imbuhnya.
Setelah itu, ia mengaku berupaya keras untuk mengubur namaDN Aidityang berada di belakangnya.
Bahkan setiap kali ia akan menulis nama, ia selalu berhenti lama untuk ingin menuliskan nama Aidit di belakangnya,tetapi hal tersebut selalu diurungkannya dan selalu berusaha menutup serapat-rapatnya.
DN Aidit Hanya Kroco, Dua Orang Inilah Dedengkot PKI Sesungguhnya Karena Pernah Bertemu dengan Stalin di Moskow
"Kalau saat mengisi nama dalam kertas ujian, saya selalu lama menulis nama Aidit di belakang nama saya," katanya mengenang saat itu.
Setelah 44 tahun akhirnya pada tahun 2003, ia mulai bisa menuliskan nama lengkapnya Ilham Aidit setelah dirinya bergabung dalam Forum Silaturahmi Anak Bangsa.
"Saat itu saya bergandengan dengan Amelia (Anak Jenderal Achmad Yani) dan saat itu Kompas menulis nama saya dengan lengkap. Itulah awal dari kehidupan yang baru," ungkap Ilham Aidit.