Dituding Jadi Dalang Peristiwa G30S/PKI, Inilah Derita Keluarga DN Aidit, Jenazah Membusuk Hingga 3 Hari di Rumah Kosong

Sabtu, 26 September 2020 | 12:20
Tribun Jabar

Mao Zedong (paling kanan) bersama Ketum PKI DN Aidit

Fotokita.net - Dituding jadi dalang peristiwa G30S/PKI, inilah derita keluarga DN Aidit, jenazah membusuk hingga 3 hari di rumah kosong.

Peristiwa G30S/PKI merupakan aksi pengkhianatan para pembelot negara, tepatnya pada malam di tanggal 30 September sampai 1 Oktober 1965.

G30S/PKI merupakan peristiwa yang terjadi malam hari di tanggal 30 September hingga 1 Oktober 1965.

Sejarah kelam Ibu Pertiwi, memperingati tragedi peristiwa tanggal 30 September atau disingkat G30S/PKI.

Baca Juga: Dulu Panglima Perang Jokowi, Kini Gatot Nurmantyo Pilih Jadi Tukang Kritik Pemerintah, Begini Fakta Sebenarnya

Tanggal 30 September 2018 ini, Indonesia akan memperingati peristiwaGerakan 30 Septemberatau disingkatG30S/PKI.

Dalam peristiwa itu tak lepas dari sosok ketua umumPKIDipa Nusantara atau yang dikenal dengan DN Aidit.

Baca Juga: Bak Disambar Geledek, Namanya Bikin Geger Lagi Karena Film G30S/PKI, Ternyata Gatot Nurmantyo Akui Bertemu Setya Novanto Hingga Minta Lakukan Hal Ini

Melansir wikipedia,DNAiditmerupakan pria kelahiran Tanjung Pandan, Kabupaten Belitung, pada 30 Juni 1923.

DN Aidit merantau ke Jakarta dan meninggalkan tanah kelahirannya pada tahun 1940.

Ia sempat mendirikan perpustakaan Antara di daerah Tanah Tinggi, Senen, Jakarta Pusat.

Kemudian, DN Aiditmempelajari politik Marxis melalui Perhimpunan Demokratik Sosial Hindia Belanda.

Baca Juga: Terawangannya Jarang Meleset, Mbak You Ingatkan Ada Air Laut Pindah Ke Darat, Ternyata Riset Tim ITB Beberkan Hasil yang Sama

Berawal dari situ, DN Aiditmulai berkenalan dengan tokoh politik Indonesiaseperti Adam Malik, Chaerul Saleh, Bung Karno, Bung Hatta, dan Mohammad Yamin.

Pada tahun 1954, DN Aiditterpilih menjadi anggota Central Comitee (CC)PKIpada KongresPKI.

Selanjutnya, DN Aiditterpilih juga menjadi Sekretaris JenderalPKI.

Baca Juga: Tentara Korea Utara Main Habisi Nyawa Pejabat Korsel dengan Brutal, Kim Jong Un Akhirnya Mau Lakukan Hal Ini Ke Tetangganya yang Terlanjur Sakit Hati

DN Aidit sebagai pemimpinPKImembuat partai tersebut menjadi partai komunis ketiga terbesar di dunia setelah Uni Soviet dan Cina.

Di zaman itu juga,PKImempunyai program untuk segala lapisan masyarakat seperti Pemuda Rakyat, Gerwani, Barisan Tani Indonesia (BTI) dan Lekra.

Pada 30 September 1965 terjadi peristiwa penculikan dan pembunuhan yang dilakukan suatu kelompok militer pimpinan Letkol Untung.

Baca Juga: Berbulan-bulan Kerja di Malaysia Tak Dibayar, Tukang Bangunan Ini Nekat Jalan Kaki Terobos Hutan Krayan, Selamat Karena Makan Garam dan Micin

Dikenal sebagai Peristiwa G30Stersebut menuduhPKIdi balik peristiwa tersebut dan DN Aiditsebagai dalangnya.

Akibatnya,DN Aiditdiburu oleh tentara.

Tak hanya kehidupanDN Aidityang berubah semenjak saat itu keluarganya juga menjadi sorotan masyarakat.

Baca Juga: Surat Nikah dan Cerai Bung Karno Dijual Rp 25 Miliar, Ternyata 3 Sosok Penting Ini Jadi Saksi Perpisahan Sang Proklamator dengan Inggit Garnasih

Wikipedia
Wikipedia

DN Aidit

Berikut TribunJakarta.com sekilas kisah keluargaDNAiditsetelah peristiwa G30Sdikutip dari buku Aidit: dua wajah Dipa Nusantara, seri buku Tempo: Orang Kiri Indonesia.

AyahandaDN Aidit

AyahandaDN Aidit, Abdullah menginap di kediaman sang anak ketika malam 30 September 1965.

Saat itu, ia melihatDNAiditdibawa pergi tiga tentara bersama pengawal pribadi bernama Kusno.

Baca Juga: Dulu Teriak Lantang Lawan Korupsi Saat SBY Berkuasa, Kini Mantan Ketua KPK Bela Pangeran Cendana Lawan Menkeu Sri Mulyani di Pengadilan, Apa Alasannya?

Kala kejadian tersebut, sebenarnya ayahandaDN Aidittelah menetap di Belitung.

AyahandaDN Aiditmelihat massa berteriak-teriak saat mendatangi rumahDNAidit.

Kejadian tersebut berlangsung saat hari ditemukannya lima jenazah jenderal di Lubang Buaya.

Baca Juga: Cuma Jadi ART di Singapura, Wanita Nganjuk Ini Sukses Bikin Miliuner Negeri Singa Kalah di Pengadilan Hingga Mundur dari Jabatan Menterengnya

Adanya peristiwa itu, ayahandaDN Aiditkerap menghibur cucu-cucunya jikaDN Aiditdan ibunda mereka akan pulang.

Putra bungsu Abdullah Aidit, Murad Aidit menyatakan, sang ayah terbang ke Belitung kemudian dan menetap di sana.

3 tahun setelahnya, sang ayah jatuh sakit dan meninggal dunia saat rumah kosong karena sang istri, menginap di rumah saudaranya.

Baca Juga: Dulu Nyinyirin Jokowi Soal Dinasti Politik, Mantan Wakil Ketua DPR Ini Akhirnya Buka Suara Usai Dihujat Karena Dukung Habis-habisan Anak Presiden di Pilkada Solo

Tetangga tak mengetahui jika Abdullah telah meninggal dunia karena jarang ke rumah tersebut, takut terkena getah peristiwa G30S.

Hingga kemudian, jenazah Abdullah membusuk tiga hari.

AdikDNAidit

AdikDNAidit, Basri Aidit tengah bekerja di Kantor Central Comittee PKIdi Kramat, Jakarta Pusat ketika peristiwa 30 September 1965 terjadi.

Baca Juga: Cuma Jadi ART di Singapura, Wanita Nganjuk Ini Sukses Bikin Miliuner Negeri Singa Kalah di Pengadilan Hingga Mundur dari Jabatan Menterengnya

Sehari setelah kejadian, Basri ditangkap dan ditahan di penjara Kramat.

Pada tahun 1969, ia kemudian dibuang ke Pulau Buru.

Basri keluar dari Pulau Buru di tahun 1980.

Selanjutnya, ia membeli rumah di kawasan Bogor, Jawa Barat berkat bantuan keluarganya di Belitung.

Baca Juga: Suaminya Sempat Dirawat di ICU RSPAD Karena Covid-19, Inilah Foto-foto Cantik Istri Dino Patti Djalal, Ternyata Bukan Sosok Sembarangan

Di Bogor, ia berkebun seraya mengajarkan bahasa Inggris untuk anak tetangga.

Istri DN Aidit

Soetanti sedang bertengkar dengan suaminya ketika malam 30 September 1965.

Tanti ketika itu ingin DN Aidittetap di rumah dan tak mengikuti kemauan para penjemputnya.

Meski demikian, DN Aidittetap pergi.

Baca Juga: Dulu Kompak Pimpin Indonesia Selama 5 Tahun, Kini Jokowi dan Jusuf Kalla Berbeda Pendapat Karena Masalah Ini, Siapa yang Jadi Korbannya?

Tiga hari setelahnya, Tanti meninggalkan rumah dan tiga anak lakinya.

Ternyata Tanti ketika itu menyusul suami ke Boyolali dan bertemu Bupati Boyolali yang merupakan tokohPKI.

Lalu, keduanya berangkat ke Jakarta dengan cara menyamar sebagai suami istri.

Baca Juga: Sesumbar Jadi Prajurit Sejatinya Prabowo Subianto, Ahmad Dhani Koar-koar di Depan Kevin Aprilio Sanggup Bongkar Kecurangan Ini: Partai Saya yang Berkuasa, Jadi Bisalah

Tak hanya itu, mereka juga mengambil dua bocah sebagai anak angkat.

Awal sandiwara mereka ini sukses namun kemudian tetangga mulai curiga karena sikap anak angkat yang tak pernah manja ke orangtuanya.

Hingga keduanya ditangkap.

Baca Juga: Jelas-jelas Tak Kantongi Izin Polisi, Begini Alasan Aparat Tak Punya Nyali Paksa Bubarkan Konser Dangdut yang Digelar Wakil Ketua DPRD Tegal

Tanti mengalami perpindahan penjara dari satu penjara ke penjara lainnya sampai tahun 1980,

di antaranya tahanan Kodim 66 dan Penjara Bukit Duri.

Lepas dari masa hukuman, Tanti sempat membuka praktek sebagai dokter.

Meski demikian, ia mengalami sakit-sakitan dan meninggal dunia tahun 1991.

Baca Juga: Niat Hati Beli Hape Berkamera Buat Belajar Online, Anak SMP Ini Malah Diberi Gratis Karena Uangnya Kurang, Videonya Jadi Sorotan

Anak DN Aidit

Ilham Aidit, anakDNAiditmenceritakan ketika peristiwa 30 September itu ia berusia 6,5 tahun.

Kala itu ia telah melihat tulisan di dinding besar bertuliskan 'Gantung Aidit' seakan-akan sudah tahu jika kehidupannya ke depan akan sulit.

Baca Juga: Ditunjuk Bapaknya Buat Gelar Acara Bergengsi Ini, Kini Bambang Trihatmodjo Ditagih Jokowi Kembalikan Uang Negara, Begini Fakta Sebenarnya

Tribun Jabar

Anak keempat DN Aidit, Ilham Aidit, menceritakan kisah ayahnya semasa tinggal di Belitung. Tribun Ja

"Entah kenapa seperti ada yang berbisik pada waktu itu, kalau mulai dari hari ini hidup saya akan lebih sulit," kata Ilham Aidit menceritakan pada masa itu di Gedung Nusantara V DPR RI, Jakarta, Jumat (1/10/2010).

Melihat tulisan yang menyebut nama ayahnya, Ilham kecil langsung gemetar tubuhnya, dan meyakinkan bahwa dirinya akan menjadi musuh negara.

"Padahal seminggu yang lalu bahkan sebulan sebelumnya saya sempat bertemu dan bermain dengan ayah saya (DN Aidit)," ungkapnya.

Baca Juga: Mbak You Sudah Ingatkan Adanya Orang Ketiga, Aurel Mendadak Unggah Foto Cemberut Hingga Dibalas Sindiran Atta Halilintar, Putus?

Namun, nasib baik masih berpihak kepadanya, ternyata masih ada orang yang mau mengangkatnya sebagai anak.

Meski demikian, saat ia menempuh pendidikan SMP,banyak teman yang mengejek dirinya pakai kata 'Aidit gantung.'

Hal itu membuat dirinya marah dan kerap berkelahi.

Surya.co
Surya.co

DN Aidit

Hingga kemudian, ia dipanggi oleh Pastur di sekolahnya.

Pastur itu mengatakan, ia tahu latar belakang Ilham dan cerita masa lalunya.

"Ia mengamati raport saya setiap catur wulan selalu baik, dan ia menasehati saya banyak hal," imbuhnya.

Baca Juga: Disapa Bapak Oleh Warga Timor Leste, Begini Detik-detik Mengharukan Xanana Gusmao Bertemu Sosok yang Pernah Dihujat Karena Keputusannya

Setelah itu, ia mengaku berupaya keras untuk mengubur namaDN Aidityang berada di belakangnya.

Bahkan setiap kali ia akan menulis nama, ia selalu berhenti lama untuk ingin menuliskan nama Aidit di belakangnya,tetapi hal tersebut selalu diurungkannya dan selalu berusaha menutup serapat-rapatnya.

Baca Juga: Gara-gara Lihat Foto-foto Kampung Halaman, Pria Timor Leste yang Dibawa Pergi TNI Saat Main Judi di Jalanan Akhirnya Kembali ke Tanah Kelahiran

Wikipedia
Wikipedia

DN Aidit Hanya Kroco, Dua Orang Inilah Dedengkot PKI Sesungguhnya Karena Pernah Bertemu dengan Stalin di Moskow

"Kalau saat mengisi nama dalam kertas ujian, saya selalu lama menulis nama Aidit di belakang nama saya," katanya mengenang saat itu.

Setelah 44 tahun akhirnya pada tahun 2003, ia mulai bisa menuliskan nama lengkapnya Ilham Aidit setelah dirinya bergabung dalam Forum Silaturahmi Anak Bangsa.

Baca Juga: Terlanjur Malu, Anggota Dewan Kepergok Lihat Foto Wanita Tanpa Busana Saat Rapat, Langsung Ambil Tindakan Ini

"Saat itu saya bergandengan dengan Amelia (Anak Jenderal Achmad Yani) dan saat itu Kompas menulis nama saya dengan lengkap. Itulah awal dari kehidupan yang baru," ungkap Ilham Aidit.

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma