Usai Jokowi, Warga Disebut Mulai Rindu Tentara Presiden Lagi, Alasan Gatot Nurmantyo Terlibat Aktif dalam Deklarasi KAMI?

Selasa, 25 Agustus 2020 | 11:32
Kompas.com/ Sabrina Asril | Pepnews.id | Youtube  

Beberapa tokoh yang tergabung dalam gerakan KAMI, Din Syamsuddin, Gatot Nurmantyo, Rocky Gerung.

Fotokita.net -Survei menunjukan sejumlah warga menyebut rindu sosok tentara menjadi presiden. Apakah fenomena ini yang mendorong Gatot Nurmantyo terlibat aktif dalam deklarasi gerakan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia(KAMI)?

Sejumlah tentara aktif maupun purnawirawan diprediksi masuk bursa bersaing untuk tampuk kepemimpinan nasional setelah era Presiden Jokowi.Tepatnya Pilpres 2024.

Nama-nama seperti Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto, Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyohingga Mayor Inf (Purn) Agus Harimury Yudhoyono (AHY)memang sudah aktif di pentas politik saat ini.

Ada juga nama lain seperti Jenderal TNI Andika Perkasa, Marsekal Hadi Tjahjanto hingga Menag Fachrul Razi.

Baca Juga: Gatot Nurmantyo Akui Ada Intimidasi Sebelum Deklarasi KAMI, Sosok Ini Sebut Sangat Kecewa Bila Tokoh-tokoh Di Baliknya Ditangkapi Penguasa

Survei terbaru SMRC yang dirilis Minggu (23/8/2020), ditemukan juga publik menemukan ada peningkatan kepercayaan masyarakat kepada TNI atau tentara aktif untuk dapat menjadi pemimpin nasional, khususnya terkait penanganan Covid-19.

Menurut Direktur SMRC, Saiful Mujani, sebelum Covid-19 ada 24 persen masyarakat yang setuju dengan kepemimpinan TNI atau tentara aktif bukan purnawirawan di level nasional.

Namun, angka itu meningkat setelah terjadi pandemi Covid-19.

Baca Juga: Diminta Tiru Cara Elegan Prabowo dan SBY Usai Deklarasi KAMI, Sosok Ini Mendadak Tantang Gatot Nurmantyo Hingga Bikin Penasaran Netizen

"Ada sekitar 31 persen yang setuju tentara aktif sebaiknya memimpin pemerintahan kita, ada kenaikan sekitar 7 persen dibanding sebelum Covid-19," kata Saiful Mujani.

Dia kemudian memperlihatkan surveiyang dilakukan 5 sampai 9 April 2019, sebelum terjadi pandemi Covid-19.

Saat itu, terdapat 2,3 persen yang sangat setuju pelibatan tentara dalam kepemimpinan nasional.

Sementara, 21,8 persen setuju dan 53,0 persen tidak setuju dengan pelibatan tentara dalam kepemimpinan nasional.

Sisanya, 10.6 persen sangat tidak setuju, sedangkan yang tidak mengerti atau tidak jawab sekitar 12.3 persen.

Namun, pada surveiterakhir dilakukan pada 12 sampai 15 Agustus 2020 tingkat kepercayaan masyarakat meningkat.

Baca Juga: Jokowi Kepergok Pimpin Rapat Tanpa Masker, Kini Anak Buahnya Ketahuan Bebas Foto-foto Tak Pakai Masker, Wakil Rakyat Cuma Bisa Elus Dada

Ada 2,3 persen yang sangat percaya dengan kepemimpinan tentara aktif, lalu yang setuju sekitar 28,9 persen.

Kemudian, 49,1 persen tidak setuju, lalu 10,3 responden sangat tidak setuju, dan 9,4 persen responden tidak menjawab.

"Walaupun mayoritas masyarakat masih menolak kepemimpinan tentara di level nasional lebih dari 50, namun ada gejala Covid-19 ini menaikkan tingkat toleransi kepada kepemimpinan tentara," tutur dia.

Hasil survei Saiful MujaniResearch and Consulting (SMRC) juga menunjukkan mayoritas masyarakat merasa puas terhadap jalannya demokrasi di Indonesia di masa Covid-19.

"Hasilnya 67 persen yang menyatakan sangat puas atau cukup puas dengan jalannya demokrasi," ujarnya.

Berdasarkan data SMRC, sangat puas sebanyak 5 persen dan 62 persen cukup puas terhadap jalannya demokrasi di masa Covid-19.

Sementara 25 persen merasa kurang percaya dan 2 persen tidak puas sama sekali.

Baca Juga: Ketagihan Main Politik, Giring Eks Nidji Ngaku Siap Jadi Capres 2024, Tapi Kenapa Teman Bandnya Malah Bongkar Fakta Lain Sang Vokalis?

Sisanya tidak tahu atau tidak menjawab 6 persen. "Jadi mayoritas masih merasa puas dengan pelaksanaan demokrasi," jelasnya.

Tren kepuasan terhadap demokrasi juga makin membaik dari 59 persen atau turun 15 persen pada awal Covid-19 di awal Juni 2020, menjadi 67 persen.

"Trennya juga membaik dari 59 persen, sekarang di surveiterakhir 67 persen. Walaupun belum pulih benar sampai 74 persen. Tapi relatif terjagalah penilaian terhadap demokrasi," ucapnya.

Kondisi Covid-19

Kondisi keamanan negara sejak ada pandemi covid 19 menurun tajam.

Berdasarkan hasil jajak pendapat yang digagas Saiful Mujaniesearch and Consulting (SMRC) menunjukkan 52 persen warga menilai kondisi keamanan baik atau sangat baik di masa pandemi Covid-19.

"Yang mengatakan kondisi keamanan kita cukup baik atau sangat baik itu sekitar 62 persen. Mayoritas merasakan begitu. Dan yanf mengatakan buruk ada sekitar 15 persen," ujar Pendiri Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Saiful Mujani, Minggu(23/8).

Baca Juga: Blak-blakan Akui Disabet Sarung Buat Shalat Subuh, Tapi Anak Jokowi Malah Ngamuk Saat Warganet Lempar Pertanyaan Begini: Bapak Seneng Gak Sih Punya Anak Kaesang?

Saiful mengatakan, sebelum adanya wabah virus corona atau sejak Desember 2018 hingga Januari 2019, persepsi publik atas kondisi keamanan tanah air rata-rata di atas 60 persen.

Penilaian masyarakat sempat turun sekitar bulan Mei-Juni 2019 akibat kerusuhan penetapan hasil Pilpres 2019.

Beberapa waktu kemudian, persepsi publik atas kondisi keamanan Indonesia kembali membaik hingga mencapai angka 66 persen di awal Maret 2020, atau sesaat sebelum pandemi Covid-19.

"Setelah itu mengalami penurunan yang cukup tajam, 52 persen pada bulan Juni. Dan sekarang belum pulih pada posisi masih pada 52 persen," ucap Saiful.

Baca Juga: Jadi Partai Penguasa PDI-P Galau Hadapi Pilkada Surabaya, Anak Sulung Risma Malah Sebut Nama Ini yang Cocok Gantikan Ibunya

Saiful menyebutkan, menurunnya penilaian publik terhadap kondisi keamanan negeri sejalan dengam laporan kepolisian yang mengatakan bahwa angka kriminalitas di masyarakat mengalami kenaikan sekitar 7 persen sejak pandemi terjadi.

"Masih di surveiterakhir ini, (penilaian terhadap kondisi keamanan) sempat di bawah 50 persen, melampaui ambang psikologis 48 persen yang mengatakan baik. Tapi sekarang sudah mulai agak membaik, pulih menjadi 52 persen," kata Saiful.

Dalam surveiyang sama, responden juga diberi pertanyaan apakah pemerintah belum bisa melindungi rakyat dari ancaman keamanan.

Hasilnya, sebanyak 52 persen responden tidak setuju dan 42 responden setuju.

Sisanya, sebanyak 7 persen tak menjawab.

Baca Juga: Jakarta Terapkan Denda Progresif Buat Warga, Foto-foto Menteri Jokowi Tanpa Masker Jadi Sorotan, Gatot Nurmantyo Khawatir Hal Ini Terbukti: Tajam di Bawah Tumpul ke Atas

Untuk diketahui, surveimengenai kondisi demokrasi Indonesia di masa Covid-19 ini digelar selama 12 hingga 15 Agustus 2020.

Survei dilakukan melalui telepon dengan melibatkan 2.202 responden yang dipilih secara acak.

Margin of error dari survei ini sebesar 2,1 persen.

Melihat hasil survei itu, bagaimana peluang mantan Panglima TNI Jenderal Purnawirawan Gatot Nurmantyo menjadi Presiden Republik Indonesia ke-8?

Usai mendeklarasikan gerakan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia(KAMI), Gatot Nurmantyo diminta tiru cara elegen Prabowo Subianto dan SBY saat maju Pilpres.

Bandingkan Gatot Nurmantyoyang mendeklarasikan KAMIdengan Jenderallain, pengamat politik M Qodariungkit cara elegan Prabowo hingga SBY maju Pilpres.

Nama mantan Panglima TNI JenderalPurnawirawan Gatot Nurmantyomulai mencuat setelah mendeklarasikan gerakan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia(KAMI) di Tugu Proklamasi, Jakarta pada Selasa (18/8/2020).

Bahkan Gatot Nurmantyodigadang-gadang bisa maju di Pilpres2024.

Baca Juga: Gagal Bujuk Plt Bupati Sidoarjo Swab Test Hingga Akhirnya Meninggal, Dinkes Lakukan Hal Ini Usai Sang Istri Pejabat Positif Covid-19

Namun peluang Gatot Nurmantyomaju Pilpres2024 dinilai kecil, lantaran cara yang diambil mantan Panglima TNI ini berbeda dengan yang dilakukan Jenderallainnya jika ingin menjadi calon Presiden.

Pengamat politik dari Eksekutif Indo Barometer, M Qodarimenyoroti soal isu Mantan Panglima TNI, JenderalGatot Nurmantyomenjadi satu di antara pendeklarasi KAMI.

Dikutip TribunWow.com dari Kompas TV pada Kamis (20/8/2020), M Qodari mengatakan bahwa elektabilitas Gatot Nurmantyo belum kuat jika dihubung-hubungkan dengan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Baca Juga: Pelaku Sempat Foto Selfie Bareng, Pak RW Bongkar Kondisi Ibu Korban Pembunuhan Satu Keluarga di Sukoharjo

Jika kuat, maka Gatot Nurmantyopasti sudah dipinang oleh partai politikpada Pilpres2019.

"Belum kuat, karena kalau memang kuat nama beliau maju di calon Presiden2019.

Karena partai politikitu kan sangat berkepentingan dan berkeinginan untuk menang."

"Kalau ada calon populer mereka pasti akan memberikan dukungan, bahwa realitanya akhirnya tidak ada memberikan dukungan pada Pak Gatot Nurmantyo," jelas M Qodari.

Qodari menilai, kala itu Gatot Nurmantyobelum bisa menjadi Capres 2019 lantaran namanya masih kalah dengan PrabowoSubianto dan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Baca Juga: Baru Beberapa Jam Selesai Ijab Kabul, Artis Cantik Ini Langsung Pukul Suami Sebelum Rasakan Malam Pertama: Kenapa Kamu Tega?

"Sebetulnya juga memberikan pesan implisit bahwa Pak Gatot elektabilitasnya tidak cukup tinggi untuk bersaing dengan Pak Jokowi dan Pak Prabowopada saat itu," katanya.

Lalu, Qodari mengatakan, jika memang Gatot Nurmantyoingin menjadi Capres bisa mencontoh Jenderallainnya, yakni mendirikan partai politik.

Misalnya, Prabowohingga Wirantoberjuang dari nol agar bisa maju pada Pilpres.

TRIBUN JABAR/RAGIL WISNU SAPUTRA
TRIBUN JABAR/RAGIL WISNU SAPUTRA

Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo

"Dan kalau memang Pak Gatot Numantyo amat serius maju Calon Presiden, beliau akan melakukan langkah-langkah yang dilakukan oleh PrabowoSubianto, kemudian Pak Wiranto," kata dia.

"Kita tahu bahwa mereka beliau-beliau adalah Jenderalnotabenenya sama seperti Pak Gatot dan mereka menempuh jalan sulit untuk mendirikan partai politiksebagai kendaraan politiknya maju di Pilprespada eranya masing-masing," imbuh M Qodari.

Lalu, Qodari mencontohkan lagi keberhasilan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang bermula dari nol mendirikan Partai Demokrat.

Baca Juga: Teman Baik Korban Sejak SD, Begini Sepak Terjang Pelaku Pembunuhan Keji Satu Keluarga di Sukoharjo

"Bahkan pada masa sebelumnya ada contoh lain Pak SBY mendirikan Partai Demokrat betul-betul dari nol, kemudian berproses kemudian mendapatkan suara, memenuhi syarat dan menjadi calon presiden," sambungnya.

Dalam gerakan itu, banyak pula para pengamat yang bergabung seperti Rocky Gerung, Refly Harun hingga Mantan Sekretaris BUMN, Said Didu.

Qodari membenarkan bahwa KAMImemang banyak berisi tokoh yang selama ini berseberangan dengan pemerintah.

www.instagram.com/puspentni/
stefanusarn

Panglima TNI Hadi Tjahjanto bersama Jenderal TNI Gatot Nurmantyo

"Ya kalau saya lihat sebetulnya masing-masing sudah jadi 'pengkritik pemerintah' ya semenjak beberapa tahun lalu."

"Kalau dilihat dari kacamata yang lain sebetulnya ya figur seperti Said Didu kemudian Rocky Gerung memang sebelum 2019, sudah katakanlah sering berbeda pendapat dengan pemerintah," ungkap Rocky.

Menurut Qodari bergabungnya orang-orang yang selama ini berseberangan dengan Jokowi merupakan sesuatu yang baru.

Baca Juga: Api Gedung Utama Kejaksaan Agung Sulit Padam, Inilah Fakta Bangunan yang Didirikan Saat Soekarno Berkuasa Hingga Jadi Penanda Kejayaan Orde Baru

"Jadi memang secara pandangnya pemerintahan sekarang ini atau dengan Pak Jokowi memang beda begitu."

"Nah bahwasanya mereka kemudian bergabung menjadi satu itu suatu fenomena baru," lanjutnya.

Meski demikian dirinya belum bisa berkomentar lebih jauh soal bagaimana KAMIdi kemudian hari.

"Dan kemudian apakah fenomena, kebersamaan ini menjadi sesuatu yang membuat aksi-aksi pribadi itu menjadi lain itu akan kita tunggu depan," ungkap Qodari.

Dok. Puspen TNI

Eks Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo

Walaupun begitu, Qodari merasa bahwa adanya KAMIini bisa menjadi acuan baru pemerintah dalam menangani masalah.

Bisa jadi ada solusi yang baik didapatkan dari usulan mereka.

"Tapi saya pribadi mlihat memang sekali lagi sebetulnya sejauh berbicara mengenai pilihan-pilihan kebijakan akan sangat bagus."

"Pemerintah ya harus dimanfaatkan, karena pemerintah tidak selalu bisa melihat opsi yang terbaik, barangkali opsi terbaik itu datang dari teman-teman di KAMI gitu," pungkasnya.

Baca Juga: Sepi Job Karena Corona, Begini Cara Anton J-Rocks Sembunyikan Ganja di Rumah Hingga Lolos dari Mata Sang Istri

Mantan Panglima TNI, JenderalTNI Gatot Nurmantyo mengungkap alasannya bergabung dalam gerakan Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia(KAMI) .

Hal tersebut diungkapkan oleh Gatot Nurmantyosaat hadir di acara Indonesia Lawyers Club (ILC) pada Selasa (19/8/2020).

Pada kesempatan itu, Gatot Nurmantyojuga sempat menyinggung sumpahnya.

Mulanya ia menjelaskan alasan mengapa dirinya selama ini diam saja.

"Banyak orang tanya, tadi saya ditanya oleh Andik tvOne kenapa dari 2017 saya diam, diam, diam tiba-tiba saya muncul."

"Itu dari hasil perenungan saya Bung Karni bahwa saya telah diberikan kenikmatan yang luar biasa," tutur Gatot Nurmantyo.

Gatot Nurmantyo mengaku selama ini telah merenung dan merasa bahwa dirinya rupanya sudah diberikan segala kenikmatan oleh Tuhan.

Mulai dari karier hingga kebahagiaan keluarga.

Baca Juga: Detik-detik Kamera Video Rekam Trotoar Ambles, 21 Mobil Langsung Tertelan ke Bawah Tanah

"Sebagai orang yang berkarya di TNI sampai puncak Panglima TNI, pangkat Jenderalpenuh, sebagai orang laki-laki saya menikah, punya anak, anak saya dua-duanya S2 sudah menikah, punya karier sendiri."

"Tidak di bawah bayang-bayang orangtuanya dan sudah punya cucu laki-laki dan perempuan lengkap," ujar Gatot Nurmantyo.

Maka dirinya sempat bertanya-tanya apa yang belum dilakukannya selama ini.

Gatot mulai tergugah ketika munculnya rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila yang kini telah ditunda pembahasannya.

RUU HIP itu membuatnya teringat akan sumpah setianya kepada negara.

"Maka saya bertanya apa yang belum saya lakukan, saya terkejut begitu ada undang-undang HIP (Haluan Ideologi Pancasila) yang membuat saya terkejut."

"Terkejutnya begini, bahwa saya 38 tahun yang lalu saya pernah bersumpah, ini sumpahnya Demi Allah saya bersumpah akan selalu setia Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mendasarkan Pancasila Undang-Undang Dasar Negara 1945," jelas Gatot Nurmantyo.

Gatot Nurmantyo mengatakan bahwa dirinya bersumpah atas nama pribadi bukan prajurit.

Baca Juga: IPW Sengaja Bocorkan Reshuffle Menteri ke Media, 2 Anak Buah Jokowi Kompak Kirim Sinyal Begini, Ikut Tergeser?

Sehingga ketika dirinya kini sudah menjadi Purnawirawan, ia merasa masih terikat dengan sumpah tersebut.

Gatot Nurmantyo menuturkan bahwa rakyat akhirnya berhasil membangun sebuah negara dengan undang-undang dan Pancasila di dalamnya.

Jika undang-undang dan Pancasila diubah maka ia merasa negara Indonesia juga telah diubah.

Hal itulah yang lantas membuat Gatot merasa kini harus bangkit dan bersuara.

"Di dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan pembukaannya itulah dasar negara itu Ketuhanan yang Maha Esa itu dan seterusnya."

"Kalau itu diubah maka Indonesia ini berubah, maka saya harus bangkit sebagai pertanggungjawaban nanti di Padang Mahsyar saya ditanya kamu pernah disumpah tanggung jawabmu apa?" tegasnya.

Purnawirawan 60 tahun ini menambahkan, jika yang pensiun masih mencoba bertanggung jawab maka orang-orang yang masih aktif menjalankan tugasnya harus makin bertanggung jawab.

"Pensiunan saja harus bertanggung jawab dengan sumpahnya apalagi yang masih aktif? Ini minimal saya bisa memperingatkan," lanjutnya.

(tribun network/mal/kps/wly)

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma