Gatot Nurmantyo Akui Ada Intimidasi Sebelum Deklarasi KAMI, Sosok Ini Sebut Sangat Kecewa Bila Tokoh-tokoh Di Baliknya Ditangkapi Penguasa

Minggu, 23 Agustus 2020 | 20:48
TRIBUN JABAR/RAGIL WISNU SAPUTRA

Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo

Fotokita.net - Gatot Nurmantyo mengakui ada intimidasi pada sejumlah tokoh sebelum deklarasigerakan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI). Pengamat politik ini sangat kecewa bila tokoh-tokoh di baliknya ditangkapi penguasa.

Mantan Panglima TNI, JenderalGatot Nurmantyomenegaskan bahwa tidak ada yang perlu ditakuti dari gerakan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI).

Sebagai PresidiumKAMI,Gatot Nurmantyolantas mengungkapkan tujuan KAMImelaluiZoom In tvOneyang tayangan dichannel YouTube TalkShowtvOne pada Jumat (21/8/2020).

Mulanya, Gatot menjelaskan bahwa sebenarnya diskusi KAMIdengan sejumlah tokoh itu sudah dilakukan sejak tiga bulan lalu.

Menurut ceritanya, intimidasi kepada para tokoh yang hadir di deklarasi KAMIbenar adanya.

Dikatakan Gatot, ada beberapa orang yang tidak jadi hadir pada deklarasi di Tugu Proklamasi Jakarta, Selasa (18/8/2020) karena diintimidasi.

Baca Juga: Diminta Tiru Cara Elegan Prabowo dan SBY Usai Deklarasi KAMI, Sosok Ini Mendadak Tantang Gatot Nurmantyo Hingga Bikin Penasaran Netizen

"Itu sudah 3 bulan yang lalu kita bicara. Tapimeeting-meetingsudah sejak lalu."

"Ya kita sudah menyusun susun-susunannya ini bicara, ini bicara, setuju-setuju kan, tahu-tahu dia enggak datang," ungkap Gatot.

Meski demikian, ia merasa hal itu wajar.

Baca Juga: Gagal Bujuk Plt Bupati Sidoarjo Swab Test Hingga Akhirnya Meninggal, Dinkes Lakukan Hal Ini Usai Sang Istri Pejabat Positif Covid-19

Lalu, Gatot menegaskan bahwa apa yang dilakukan KAMIsekedar bentuk kepedulian terhadap bangsa termasuk pemerintah dalam menghadapi masalah yang terjadi.

"Saya pikir itu suatu hal yang wajar karena nami KAMIitu seolah-olah menakutkan padahal yang kami sampaikan kan memberikan informasi, suara rakyat begini-begini, kita menuntut pun secara konstitusi untuk diperbaiki."

"Karena kami semua ini sayang sama bangsa ini, sayang sama pemerintahan ini juga," jelas dia.

Baca Juga: Pelaku Sempat Foto Selfie Bareng, Pak RW Bongkar Kondisi Ibu Korban Pembunuhan Satu Keluarga di Sukoharjo

Jenderal yang mengakhiri masa dinasnya pada 2018 itu menegaskan, politik moral juga termasuk bagian dari cita-cita bangsa

"Gerakan moral, politik moral itu juga adalah mengingatkan cita-cita bangsa," katanya.

Sebagaimana diketahui, KAMImemberika delapan tuntutan kepada pemerintah.

Satu di antaranya masalah penegakan hukum.

www.instagram.com/puspentni/
stefanusarn

Panglima TNI Hadi Tjahjanto bersama Jenderal TNI Gatot Nurmantyo

Gatot merasa bahwa penegakan hukum di Indonesia ini sangat lemah.

Menurutnya, rakyat pasti mengerti akan lemahnya penegakan hukum yang dimaksud.

"Penegakan hukum ini tajam di bawah tumpul ke atas, kemudian hukum ini yang kasihan rakyat kecil."

"Tanyakan pada rakyat," ujarnya.

Baca Juga: Teman Baik Korban Sejak SD, Begini Sepak Terjang Pelaku Pembunuhan Keji Satu Keluarga di Sukoharjo

Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyomengungkapkan alasannya membentuk Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI).

DilansirTribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam tayanganZoom IndiTvOne, Jumat (21/8/2020).

Diketahui sejumlah tokoh nasional terlibat dalam deklarasi KAMI yang diselenggarakan pada Selasa (18/8/2020) lalu di Tugu Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat.

dokumentasi Agung Mozin

Amien Rais beserta para loyalis hadir dalam deklarasi KAMI di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat, Selasa (18/7/2020).

Gatot menuturkan, titik awal yang membuatnya merasa gelisah dengan kondisi bangsa adalah ketika dicanangkan Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).

"Tiba-tiba begitu ada isu yang saya cek ternyata benar tentang HIP. Itu ternyata saya masih punya utang," ungkap Gatot Nurmantyo.

Ia memberi penjelasan dengan mengibaratkan proklamasi yang dibacakan Ir Soekarno.

"Kemarin pada saat 17 Agustus, proklamator kita mengatakan 'Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan'," jelasnya.

Baca Juga: Jadi Bangunan Heritage, Inilah Fakta Gedung Utama Kejaksaan Agung yang Terbakar, Dibangun Era Soekarno Dinikmati Saat Soeharto Berkuasa

Keesokan harinya Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila ditetapkan sebagai dasar negara.

Mantan Pangkostrad itu menjelaskan setelah ada dasar negara, maka syarat sebuah negara dapat dibentuk telah terpenuhi.

"Itu berarti bahwa kita belum ada negara, jadi hanya rakyatnya saja yang menyatakan kemerdekaan. Besoknya baru ada UUD 1945 dengan Pancasila sebagai dasar," kata Gatot.

Dok. Puspen TNI

Eks Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo

Ia menyoroti isi RUU HIP yang disebut akan meringkas Pancasila menjadi tiga sila.

Menurut mantan KASAD ini, makna dasar negara menjadi berubah jika diringkas seperti itu.

"Pancasila sebagai dasar negaranya akan diubah menjadi tiga sila, bahkan ekasila. Maka dasar negara ini 'kan hilang," terang Gatot.

Pria 60 tahun itu lalu menjelaskan aksinya sekarang sebagai bagian dari sumpah saat tergabung menjadi abdi negara.

Gatot merasa sumpah yang pernah diucapkan atas nama agama itu membuatnya tidak boleh bungkam.

Baca Juga: Miris, Sudah Tak Tahan Ingin Lahirkan Bayi dalam Kandungannya, Petugas Malah Minta Ibu Hamil Ini Rapid Test Dulu, Kisahnya Berakhir Tragis

"Sedangkan saya pada saat 38 tahun lalu disumpah, 'Demi Allah saya bersumpah akan selalu setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945'," jelas dia.

"Apabila saya diam, maka jelas tempatnya di neraka saya," ungkap Gatot.

Lama bungkam setelah memasuki masa purna bakti, Gatot kembali muncul dan membentuk KAMI.

"Maka saya dikatakan 'turun gunung' atau apa, walaupun diprotes sama anak istri, saya harus," tegas dia.

Keberadaan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) adalah sinyal bahwa demokrasi Indonesia masih jalan.

Demikian disampaikan oleh Saiful Mujani, pendiri Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), pada diskusi hasil survei SMRCbertajuk “Kondisi Demokrasi di Masa Covid-19” pada Minggu, 23 Agustus 2020, di Jakarta.

Saiful melihat keberadaan kelompok masyarakat seperti KAMI yang kritis pada pemerintahan Jokowi justru menunjukkan bahwa demokrasi masih berada di jalur yang benar.

KAMI adalah forum yang terdiri dari sejumlah tokoh seperti Din Syamsuddin (Mantan Ketua PP Muhammadiyah), Gatot Nurmantyo (Mantan Panglima TNI), MS Ka’ban (Mantan Menteri Kehutanan), Ahmad Yani (Mantan Politisi PPP), Said Didu (Mantan Sekretaris Kementerian BUMN), dan lain-lain.

Baca Juga: Ogah Terima Sogokan Rp 25 Miliar dari Pemerintah, Keluarga Petani Ini Pilih Tinggal di Dalam Bandara Lebih dari 20 Tahun

Forum ini melakukan deklarasi pada Selasa, 18 Agustus 2020, yang menuntut sejumlah perbaikan dalam penanganan Covid-19 dan mengatasi krisis ekonomi.

“Saya senang melihat ada KAMI. Bahwa ada kekuatan di luar pemerintahan,” kata Saiful.

Ikatan Alumni ITB

Mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo (kelima dari kiri) serta Ketua Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung

Penulis buku Critical Democrats: Voting Behavior in Indonesia since Democratization (2018) ini menegaskan bahwa pandangannya membela hak KAMI untuk eksis bukan berarti mendukung pandangan mereka. Tapi memenuhi hak mereka untuk bicara adalah tanda bahwa demokrasi masih ada.

“Karena itu, saya akan sangat kecewa jika orang-orang KAMI itu ditangkap atau organisasinya dibubarkan,” kata Saiful.

Baca Juga: Omongan Jerinx SID Bukan Isapan Jempol, Ibu Hamil yang Tak Sabar Ingin Menimang Bayi Malah Harus Kehilangan Si Buah Hati: Kata Petugas Saya Harus Rapid Test Dulu

Selain itu, Saiful juga mengkritisi praktik peretasan akun media sosial dan situs berita yang sedang menjadi pembicaraan publik beberapa hari terakhir.

Seperti diberitakan, akun Twitter milik Epidemolog UI Pandu Riono serta situs berita online Tempo dan Tirto mengalami peretasan. Akun sosial media dan 2 situs berita itu diketahui kritis terhadap pemerintah.

Menurut Saiful, peretasan akun sosial media dan situs berita itu bisa dilakukan oleh siapa saja, baik oleh agen pemerintah maupun masyarakat sendiri.

“Yang pasti, pemerintah harus menjamin hal seperti itu tidak boleh terjadi lagi,” kata Saiful. “Persoalan semacam ini sedikit banyak terasa di masyarakat dan mempengaruhi evaluasi mereka terhadap jalannya demokrasi.”

Sebelumnya, dalam survei nasional SMRCditemukan tingkat kepuasan publik pada jalannya demokrasi di Indonesia mengalami sedikit kemunduran pada masa Covid-19, yakni dari 74 persen menjadi 67 persen.

Sementara preferensi pada demokrasi turun sebanyak 11 persen, dari 82 persen menjadi 71 persen.

Penurunan ini dinilai wajar mengingat Covid-19 yang mendatangkan krisis ekonomi yang sangat dalam bagi masyarakat Indonesia.

Baca Juga: Dibangun Sejak Soekarno Berkuasa, Gedung Kejaksaan Agung 2 Kali Alami Kebakaran, Penyebab yang Sama Jadi Biang Kerok

Walaupun mengalami penurunan, tapi kepuasan publik secara keseluruhan pada jalannya demokrasi dinilai masih sangat baik.

“Kepuasan publik dan preferensi publik pada demokrasi di masa krisis ini terselamatkan oleh tingkat kepercayaan publik bagi pemerintahan Joko Widodo.

Ini adalah modal sosial penting bagi pemerintah,” kata Saiful dalam presentasinya Minggu (23/8/2020).

(TribunWow.com/Brigitta/Gipty)

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma