Yosep mengaku semua kejadian yang dialaminya sejak usia Sekolah Menengah Pertama (SMP) bukan keinginannya, melainkan keadaan lah yang membawanya mandiri dan mengutamakan pendidikan karena pesan dari almarhum ibundanya, Agnes Heliana.
Ketua Universal Taekwondo Indonesia Profesional (UTI Pro) Jateng ini mengatakan sejak ibundanya meninggal, ayahnya menikah lagi. Kemudian setelah menikah, ia dan adiknya pindah ke Klaten karena awalnya tinggal di Papua.
Tidak lama dari pernikahan kedua, ayahnya menceraikan ibu tirinya dan ayahnya dipindahtugaskan ke Jakarta. Karena ia dan adiknya sudah bersekolah di Klaten dan sedikit jengkel dengan tindakan ayahnya tersebut, maka ia memutuskan hidup sendiri dan menetap dengan cara kost di Klaten bersama adiknya.
4. Kerja serabutan
Setelah menetap untuk kost, Yosep mengaku berbagai aktivitas pekerjaan dilakukannya untuk biaya hidup dan sekolah. Mulai mengamen antar bus, menanam padi, mencabuti rumput di sekitar padi, serta memotong padi saat musim panen. Sementata itu, di musim kering dia mengangkuti tanah brongkolan dari sawah untuk dibuat batu bata dan menanam jagung.
Selain itu, ia dan adiknya juga terbantu masih ada biaya pensiunan almarhum ibu yang ia peroleh dari negara sebesar Rp 5.000 setiap bulannya. Ia bahkan masih ingat jelas masa itu terjadi sekitar 1984.
“Sejak SMP kelas 1 sudah di Cawas, Klaten. Saya kost bareng adik saya. Untuk membiayai kost dan sekolah saya lakukan kerja tersebut. Biasanya saya lakukan sepulang sekolah, paling sehari dapat Rp 300 sampai Rp 500,” kata Yosep seperti dikutip dari Radar Semarang.
5. Jadi pengamen
Begitu memasuki usia SMA, Yosep mengaku untuk menghidupi biaya kost dan sekolahnya maupun adiknya, dia bekerja di percetakan batu bata dan sesekali menjadi buruh bangunan, jualan koran dan kembali mengamen di bus antar kota.
Ia mengatakan, saat itu pertama kali bersekolah di SMA Kristen 1 Klaten, kemudian naik kelas 2 biaya hidupnya mulai kekurangan, akhirnya memutuskan keluar sekolah dan berhenti 1 tahun.