Selain itu, Syaripudin mengatakan bahwa Bechi mengelak telah melakukan pelecehan. Syaripudin pun sempat menyarankan Bechi untuk menghadiri pemeriksaan polisi.
"Tidak pernah mengakui (pelecehan) ke saya. Saya sudah sarankan ke dia, kalau kamu tidak bersalah, sebagai warga negara yang baik dan taat hukum walaupun ada fitnah dan ada laporan macam-macam, ya datang, hadapi. Nanti masalah kamu benar atau tidak nanti pengadilan yang ngurus. Jangan mentang-mentang bapaknya itu seorang ulama, tokoh masyarakat di Jombang," ujarnya.
Sebelum Ponpes Shiddiqiyyah digeruduk polisi, ternyata kiai Jombang ngotot menyampaikan pesan begini ke Presiden Jokowi. Foto terkininya dibanjiri doa dari pengikutnya.
Kushartono, salah satu santri Ponpes Shiddiqiyyah, memberikan kesaksian atas pemikiran dan cara pandangkiai Muchammad Muchtar Mu’thi. Pria yang kini menjabat sebagai pimpinan media di bawah payung Shiddiqyyah Jombang ini menceritakan banyak hal tentang kekagumannya terhadap keberanian yang diambil oleh gurunya tersebut.
“Pak kiai (Pangilannya kepada kiai Muchtar) itu saya kira orang yang cukup berani untuk mengambil sikap, tapi beliau juga tidak asal sebut saja, pasti punya dalil,” kata Kushartono.
Contoh pertama yang diberikannya adalah dawuhnya tentang hukum salat Jumat yang menurut kiai Muchtar posisinya tidak bisa menggantikan salat duhur seperti kebanyakan ulama pada umumnya. “Tentu waktu itu serangan banyak muncul dari sana-sini, tapi pak kiai punya pedoman untuk itu dan sampai beliau mengarang 4 buku besar,” ujar Kushartono.
Dalam pandangan kiai Muchtar, salat Jumat adalah bentuk salat wajib tiap minggu selain yang wajib dalam lima kali sehari. “Kan ada juga yang tiap tahun bentuknya 2 salat hari Raya, bahkan beliau bisa membuka pendapat 4 madhab untuk itu,” papar Kushartono. Langkah yang disebutnya kontroversial lainnya adalah ketika pesantren Majmaal Bahrain yang beberapa waktu lalu mengadakan kajian untuk kitab sutasoma.
Meskipun banyak penolakan dari berbagai pesantren lain karena dianggap membahayakan akidah dan lain-lain kala itu. “Padahal yang dibahas adalah konsep Bhineka Tunggal Ika, dan hasilnya adalah Persaudaran Cinta tanah Air yang berdiri atas berbagai agama di dalamnya dengan toleransi yang tetap terjaga,” imbuhnya.
Bahkan pandangan kiai Muchtar tentang Kemerdekaan Republik Indonesia yang selama ini diperingati setiap tanggal 17 Agustus adalah salah besar. “Menurut pak kiai, itu adalah kemerdekaan Bangsa Indonesia, karena Republik kala itu belum terbentuk,” lanjutnya.