Salah satu kesulitanyang dihadapi Mikha adalah menembus pasar lokal. Menurut wanita yang resmi menjadi istri Bams sejak 2014 lalu, masih banyak masyarakat Indonesia yang tidak mengerti keunggulan recycled wood yang sebenarnya lebih kuat dan berkarakter bila dibandingkan dengan kayu muda.
“I tried to penetrate Indonesian market, I tried for the past two years. Baru sekarang ini ada perkembangan, tapi tidak banyak peningkatannya. Oleh karena itu, kita mau expand ke luar negeri. Masyarakat Indonesia masih merasa produk luar pasti lebih bagus daripada produk dalam negeri, padahal mereka tidak tahu brand seperti ZARA itu, misalnya, buatnya juga di Indonesia,” sesal Mikha seperti dikutip dari Buset-Online.com.
Salah satu upaya yang dilakukan Mikha untuk Vie For Living Australia adalah dengan pendekatan harga.
Furnitur dibandrol harga sedikit lebih murah dibanding para pesaing lokal tanpa mempengaruhi kualitas kayu, desain, dan pelayanan.
Mikha ingin menjadikan produk kayu Indonesia sebagai pilihan yang selalu diprioritaskan ketika warga Australia ingin mempercantik dan memberi sentuhan kemewahan untuk rumah mereka.
Dalam waktu dekat ini Mikha sudah berencana untuk membuka cabang Vie For Living yang ketiga di Kanada, kemudian ke kota-kota di Amerika Utara.
Selain Vie For Living, Mikha juga menyibukkan diri dengan bisnis sarang burung walet yang digarap bersama orang tuanya.
Malahan ini merupakan cikal bakal ia menjajaki ke market Australia. Berkat kegigihannya, sekarang ini sarang burung walet asli dari Palembang sudah meraja lela di berbagai restoran dan juga bisa ditemui di berbagai toko duty free di Melbourne.
Di tengah kesibukannya yang luar biasa, wanita yang aktif di komunitas Australian & New Zealand Association (ANZA) Jakarta itu tidak ingin kehilangan kesempatan untuk selalu berada di sisi sang buah hati yang baru berusia 2 tahun.
Demi Eleanor, Mikha bertekad menyisihkan waktunya dengan cara pulang tepat waktu pukul 6 sore tiap harinya.